Dewan Perawakilan Rakyat Daerah (DPRD) Malang, Jawa Timur, kini tinggal lima orang anggota dewan. Mereka adalah sisa dari anggota DPRD periode 2014-2019 yang tidak ikut serta dengan rombongan tersangka kasus korupsi.
“Sekarang tinggal lima orang, saya, Pak Subur, Pak Priyatmoko, Bu Tutuk, Bu Nirma,” ungkap Plt Ketua DPRD Kota Malang Abdulrachman pada media di kantornya Jalan Tugu, Selasa, 4 September 2018.
Abdulrachman sendiri menggantikan Rasmuji anggota Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) karena meninggal dunia, sedangkan Subur Triono dari Partai Amanata Nasional (PAN), Nirma Cris dari Hati Nurani Rakyat (Hanura), dan Priyatmoko Oetomo dan Tutuk Hariyani dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) dikabarkan dalam kondisi sakit.
Perlu diketahui, bahwa DPRD Kota Malang sebelumnya mempunyai 45 kursi, di mana itu merupakan hasil dari Pemilihan Umum (Pemilu) 2014, yang menetapkan PDI-P mempunyai 11 kursi dan berhak menduduki kursi Ketua DPRD. Kemudian, ada PKB yang punya 6 kursi, Partai Golongan Karya (Golkar) dan Demokrat masing-masing 5 kursi, PAN dan Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) masing-masing empat kursi, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Hanura masing-masing tiga kursi, serta Partai Nasional Demokrat (NasDem) satu kursi.
Namun miris, dari 45 anggota DPRD Kota Malang, 40 di antaranya sudah ditetapkan sebagai tersangka kasus suap dan gratifikasi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sebanyak 18 orang ditetapkan dan telah melewati sidang pembacaan surat dakwaan pada Rabu, 15 Agustus 2018, sedangkan sisanya diumumkan pada Senin, 3 September 2018 kemarin.
Berawal dari APBD-P 2015
Anggaran Pendapatan Belanja Daerah-Perubahan (APBD-P) Pemerintah Kota Malang Tahun Anggaran 2015 adalah yang menjadi awal mula kasus korupsi berjamaah itu. KPK pun mulai melakukan penyelidikan pada Agustus 2017.
Dari pembahasan APBD-P itu memang terjadi kongkalikong antara pejabat Malang, di mana sang mantan Wali Kota Malang Moch Anton, Wakil Wali Kota Malang Sutiadji, Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan, dan Pengawasan Bangunan (PUPPB) Kota Malang Jarot Edy Sulistyono, dan Ketua DPRD Kota Malang Moch Arief Wicaksono. Di ruang kerja Arief, sang Ketua DPRD meminta uang dengan istilah pokok-pokok pikiran alias pokir. Sehingga, terjalin pemberian persekot oleh eksekutif untuk imbalan yang diberikan kepada legislatif yang harus meloloskan nominal anggaran yang diajukan.
KPK mengungkapkan, bahwa eksekutif Pemkot Malang itu menyuap agar DPRD menyetujui anggaran sejumlah proyek multiyears (tahun jamak), di antaranya proyek drainase dan Islamic Center yang tengah dalam proses pembangunan. Dari hasil lobi-lobi antar eksekutif itu, Arief pun menerima uang Rp 700 juta, di mana Rp 100 jutanya diambil untuk sendiri, dan sisanya dibungkus dalam kardus dan dibagikan ke anggota DPRD Malang.
41 Anggota DPRD Malang Jadi Tersangka
Pada 20 Maret 2018 lalu, KPK pun menggeledah rumah Mochamad Anton, dan sehari setelahnya Moch Anton langsung ditetapkan sebagai tersangka KPK. Ketika ditetapkan sebagai tersangka, Moch Anton ternyata sedang dicalonkan sebagai Wali Kota Malang. Dia diusung koalisi PKB, PKS, dan Gerindra, namun dikalahkan oleh Sutiaji dan Sufyan Edi Jarwoko.
Sebagai pemberi suap, Moch Anton divonis dua tahun penjara, pada 10 Agustus 2018 lalu, dan didenda Rp 200 juta subsider empat bulan kurungan. Lebih lagi, hak politiknya dicabut selama dua tahun terhitung setelah menjalani masa hukuman. Sedangkan untuk anggota dewan lainnya yang terlibat dalam korupsi massal, di antaranya yaitu:
M Arief Wicaksono
Suprapto
Zainuddin
Sahrawi
Salamet
Wiwik Hendri Astuti
Mohan Katelu
Sulik Lestyowati
Abdul Hakim
Bambang Sumarto
Imam Fauzi
Syaiful Rusdi
Tri Yudiani
Heri Pudji Utami
Hery Subiantono
Ya’qud Ananda Gudban
Rahayu Sugiarti
Sukarno
Abdulrachman
Arief Hermanto
Teguh Mulyono
Mulyanto
Choeroel Anwar
Suparno Hadiwibowo
Imam Ghozali
Mohammad Fadli
Asia Iriani
Indra Tjahyono
Een Ambarsari
Bambang Triyoso
Diana Yanti
Sugianto
Afdhal Fauza
Syamsul Fajrih
Hadi Susanto
Erni Farida
Sony Yudiarto
Harun Prasojo
Teguh Puji Wahyono
Choirul Amri
Ribut Harianto