Isu Terkini

Kisruh Helmy Yahya vs TVRI: Dari Borok Sampai Prestasi

Ramadhan — Asumsi.co

featured image

Helmy Yahya mengaku kaget dan tak paham ada apa di balik pemberhentianya dari posisi Direktur Utama Lembaga Penyiaran Publik (LPP) TVRI oleh Dewan Pengawas (Dewas) televisi plat merah itu. Pemecatan Helmy Yahya sudah ramai jadi pembicaraan sejak akhir tahun 2019 lalu. Terasa aneh dan janggal, ia pun akhirnya buka suara.

Pada 4 Desember 2019, Helmy Yahya dinonaktifkan sebagai Dirut TVRI oleh Dewas melalui SK 1582/I.1/TVRI/2019 bertanggal 5 Desember 2019 dan melantik Direktur Teknik LPP TVRI, Supriyono sebagai Pelaksana Tugas Harian.

Lalu, 5 Desember 2019, Helmy menyampaikan protes bahwa penetapan nonaktif sementara dan pelaksana tugas harian Dirut LPP TVRI periode 2017-2022 adalah cacat hukum dan tidak mendasar melalui surat Nomor 1582/I.1/TVRI/2019. Masuk 6 Desember 2019, Menkominfo Johnny G. Plate memanggil Ketua Dewas TVRI, Arief Hidayat Thamrin dan Helmy Yahya untuk melakukan mediasi.

Berlanjut pada 17 Desember 2019 di mana Helmy akhirnya mengirimkan surat pembelaan diri setebal 1200 halaman. Pada 23 Desember 2019, Dewas menerima surat pembelaan dari Helmy Yahya Sesuai aturan di PP Nomor 13 Tahun 2005.

Menanggapi surat keputusan tersebut, Helmy sebenarnya sudah mengirim surat balasan kepada Dewan Pengawas TVRI dan menyatakan bahwa dirinya masih merupakan Direktur Utama TVRI yang sah periode 2017-2022.

Baca Juga: Kantor Dewan Pengawas TVRI Disegel, Ada Apa?

16 Januari 2019 – Penyegelan ruang kerja Dewan Pengawas LPP TVRI di lantai 4 kantor TVRI, Jakarta. Aksi itu menyusul keputusan Dewas yang resmi memberhentikan Helmy Yahya dari jabatan Dirut LPP TVRI berdasarkan Surat Nomor 8/DEWAS/TVRI/2020.

Ada pun alasan Dewas LPP TVRI memberhentikan Helmy Yahya adalah sebagai berikut;

1. Dugaan maladministrasi, Helmy dinilai tidak menjawab atau memberi penjelasan mengenai pembelian program siaran berbayar, antara lain Liga Inggris dari pelaksanaan tertib administrasi anggaran TVRI.

2. Adanya ketidaksesuaian pelaksanaan rebranding TVRI dengan rencana kerja yang ditetapkan dalam Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan Tahun 2019 LPP TVRI.

3. Dewan Pengawas menilai adanya nepotisme dalam mutasi pejabat struktural di LPP TVRI yang tidak sesuai norma, prosedur, dan kriterima manajemen Aparatur Sipil Negara.

4. Helmy Yahya dinilai telah melanggar sejumlah Asas-asas Umum Pemerintahan Yang Baik (AUPB) terutama terkait penunjukkan/pengadaan Kuis Siapa Berani.

5. Dewan Pengawas menilai Helmy Yahya abai dalam kebijakan dan/atau tindakan yang bersumber dari Dewan Pengawas. Contohnya, Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan.

Atas alasan-alasan tersebut, Helmy pun bingung kenapa dirinya dipecat. Ia pun membeberkan sederet pencapaian dan prestasinya selama memimpin TVRI sekitar dua tahun lebih. Selain melakukan rebranding, ia juga melakukan berbagai transformasi di internal hingga TVRI kini lebih dikenal, tampil modern, dan kembali menarik banyak penonton.

Rebranding dan Transformasi TVRI di Tangan Helmy Yahya

Helmy langsung tancap gas setelah diangkat menjadi orang nomor satu di TVRI. Ia melakukan rebranding, tak sekadar mengganti logo, tetapi juga menumbuhkan semangat kepada karyawan dalam bekerja. TVRI pun pelan-pelan berbenah, memperbaiki banyak hal di internal, dan coba tampil dengan gaya baru dan modern.

“Waktu kami masuk, TVRI dalam kondisi memperihatinkan. Sharenya di bawah satu persen, seperti meraung di bawah hampa. Logonya dikatain jadul, peralatannya rusak, SDM juga korporate culturenya tidak terlalu terbentuk dengan baik. Belum lagi keuangannya tiga kali disclaimer,” kata kata Helmy dalam konferensi pers di Pulau Dua Resto, Senayan, Jakarta, (17/01).

Helmy menyebut di awal-awal masa kepemimpinannya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) bahkan menolak untuk memberikan pendapat. Belum lagi aset dan pengelolaannya juga sangat memprihantikan di mana ada 200 laptop dan  200 kamera hilang.

“Karyawan kami juga memprihatinkan karena kehilangan tunjangan dan kami coba memperjuangkan itu. Bayangkan, sejak kami masuk, karyawan TVRI itu hanya menerima gaji pokok. Kami pun membuat prioritas perubahan dan alhamdulilah dalam dua tahun kami banyak meraih pencapaian.”

Helmy bersama direksi lain melakukan perubahan atau transformasi dalam tata kelola keuangan. Berkat kerja keras, ia mengaku meninggalkan sistem lama, meningkatkan internal kontrol, hingga pengawasan. Tahun 2018, pencapaian TVRI pun meningkat yakni dari disclaimer menjadi WDP (wajar dengan pengecualian).

Tak hanya itu saja, selain mendapat predikat laporan wajar tanpa pengecualian atau WTP dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Helmy mengatakan TVRI di bawah kepemimpinannya dan lima direksi lain pernah menyabet BMN Award yakni penghargaan untuk tata kelola barang milik negara.

Sekadar informasi, Wajar dengan Pengecualian & Wajar Tanpa Pengecualian adalah usaha Badan Pengawas Keuangan dalam menilai seberapa rapinya laporan keuangan suatu lembaga. Awalnya ketika masuk, TVRI mendapatkan Opini Disclaimer dari BPK, tahun 2019, TVRI meraih opini WTP untuk pertama kalinya sejak Helmy menjabat menjadi Direktur Utama.

Baca Juga: Harga Langganan Siaran Liga Inggris di Asia Tenggara dari Tahun ke Tahun

Helmy mengatakan dari ratusan instansi maupun kementerian/lembaga, serta badan-badan pemerintah yang diaudit atau auditee terkait pengelolaan BMN, TVRI terpilih sebagai yang terbaik kedua untuk satuan kerjanya 10 sampai 100. “Ini pencapaian luar biasa,” ujarnya.

Pengelolaan sumber daya manusia (SDM) juga dilakukan di TVRI di masa kepemimpinannya. Helmy membeberkan bahwa selama 15 tahun TVRI dimoratorium dalam menerima pegawai negeri sipil (PNS). Kondisi ini menyebabkan 72 persen pegawai TVRI usianya di atas 40 tahun. “Ini industri kreatif, bukan sekolah, bukan rumah sakit,” katanya.

Melihat situasi itu, direksi melakukan reformasi birokrasi di TVRI. Sejumlah langkah dilakukan seperti peningkatan disiplin, absensi, hingga penandatanganan pakta integritas yang bertujuan agar tidak ada penyelewengan dan korupsi. Hal ini menjadi syarat supaya tunjangan kinerja disetujui pemerintah.

Berkat perjuangan keras, Helmy mengatakan bahwa Presiden Joko Widodo akhirnya menandatangani keputusan presiden Nomor 89 Tahun 2019 tentang Tunjangan Kinerja Pegawai di Lingkungan LPP TVRI pada 30 Desember 2019.

Helmy juga memimpin TVRI melakukan perubahan program strategi. Mulai dari memperbaiki konten, kreatif, grafis, dan lainnya. Akhirnya TVRI yang awalnya berada di posisi juru kunci, bisa merangsek ke posisi nomor 11 dari 15.

“Dulu kami masuk, penonton TVRI 50 ribuan, tetapi di akhir saya menjabat, ada 120 ribu. Dua kali lipat naik,” katanya. “Share sebelum kami masuk di bawah satu, sekarang 1,59 average per tahun. Sebenarnya di akhir tahun naiknya luar bisa. Ada siaran Liga Inggris, tim nasional, jelajah kopi dan lain-lain,” ucapnya.

Helmy menyebut pernah pada satu masa, TVRI berada di nomor sembilan dengan share 5,1 dari sebelumnya di bawah satu. Menurutnya, dulu banyak orang bilang bahwa program apa pun kalau ditayangan di TVRI, tidak akan ada yang menonton. Namun, ia pun berusaha keras mematahkan anggapan itu dan membuktikan kalau TVRI bisa ditonton orang secara luas.

Misalnya saja saat TVRI menayangkan laga final sebuah turnamen sepak bola antara Tim Nasional Indonesia melawan Malaysia. “Padahal Indonesia kalah lho waktu itu. Tapi yang nonton luar biasa banyaknya. Top ten program hari itu TVRI nomor satu. Ini sejarah dalam dunia televisi TVRI nomor satu,” ujarnya.

Helmy menyebut bahwa TVRI bukanlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Menurutnya, TVRI adalah lembaga negara, televisi milik negara. Maka dari itu, TVRI bertanggung jawab langsung di bawah presiden.

Helmy juga mengklaim bisa meraih pendapatan negara bukan pajak (PNBP) TVRI. Ia menjelaskan tahun lalu PNBP TVRI mencapai Rp 165 miliar. Jadi, ada peningkatan hanya dalam jangka waktu dua tahun saja.

Ia pun percaya bahwa pada 2020 ini, PNBP TVRI akan terus naik, mengingat akan banyak event besar seperti pilkada maupun olimpiade. TVRI, lanjutnya, menganut rezim PNBP dan rate mereka dibatasi. Misalnya saja spot iklan TVRI selama 30 detik, baik itu di prime time atau bukan, dibatasi tidak kurang atau lebih Rp2 juta. “Tidak boleh di bawah dan di atas itu,” katanya.

Terkait iklan, hal itu memang sesuai dengan PP Nomor 33 Tahun 2017 Pasal 4. Lalu, kemajuan-kemajuan lain pun dibeberkan Helmy, misalnya saja di bidang teknik, yang mana dulu kalau di Jakarta, gambar untuk saluran TVRI di televisi itu buram. Namun, sekarang sudah kinclong, apalagi kalau nonton dari digital.

Belum lagi kalau bicara peralatan TVRI yang dulu disebut paling jadul (zaman dulu). Namun, di bawah kepemimpinannya, TVRI sekarang menjadi salah satu televisi yang memiliki peralatan yang tercanggih di republik ini. TVRI saat ini memiliki 21 kamera canggih, peralatan di studio sudah ada yang LED dan hidrolik.

“Detik-detik proklamasi TVRI, debat capres TVRI, hampir semua acara kenegaraan koordinator produksinya TVRI,” ujarnya.

Terkait Kisruh Siaran Sepak Bola Liga Inggris

Sayangnya, sederet pencapaian tersebut justru tak membuat Dewas TVRI berpikir dua kali untuk memecat Helmy. Dari lima alasan, ada satu alasan yang menarik terkait pemberhentian Helmy yakni soal dirinya yang dinilai tidak menjawab atau memberi penjelasan mengenai pembelian program siaran berbayar, antara lain Liga Inggris dari pelaksanaan tertib administrasi anggaran TVRI

Perlu diketahui, TVRI sendiri mulai menjadi stasiun resmi yang menayangkan kasta tertinggi sepak bola Inggris pada musim 2019/20. TVRI menggantikan posisi MNC, di mana setiap Sabtu dan Minggu menyiarkan dua pertandingan.

TVRI membeli hak siar dari Mola TV dengan besaran nilai kerja sama yang tak disebutkan. Namun secara keseluruhan, harga hak siar Liga Inggris sendiri mengalami peningkatan delapan persen menjadi 9,2 miliar poundsterling atau sekitar Rp 164 triliun untuk tiga tahun ke depan terhitung dari 2019 hingga 2022.

Baca Juga: Sejarah Penayangan Liga Inggris di Indonesia

Untuk nilai hak siar domestik, nilainya sebesar 5 miliar poundsterling. Sedangkan hak siar internasional, nilainya mencapai 4,2 miliar poundsterling untuk menyiarkan 380 pertandingan per musim secara live. Sayangnya, nilai fantastis tersebut justru menjadi salah satu alasan Dewas memecat Helmy.

Selain Liga Inggris, alasan lain yang membuat Helmy dipecat adalah terkait kuis Siapa Berani. Dewas menilai ada ketidaksesuaian antara pelaksanaan rebranding TVRI dengan RKA tahunan LPP TVRI 2019 yang ditetapkan. Ia pun heran dengan alasan tersebut.

“Kuis siapa berani milik Helmy Yahya, dan dihibahkan ke TVRI itu 0 rupiah atau gratis. Jadi Helmy Yahya secara tidak langsung sudah kehilangan royalti juga, tapi ya nggak masalah,” Direktur Program dan Berita TVRI Apni Jayaputra pada kesempatan yang sama.

Kuasa Hukum Chandra Hamzah Dampingi Helmy Yahya

Kuasa Hukum Helmy Yahya, Chandra Hamzah siap mendampingi kasus pemberhentian kliennya. Terkait kisruh internal TVRI, Chandra mengatakan bahwa sebetulnya hal itu bisa diselesaikan tanpa pemecatan. Namun, upaya itu tidak terwujud.

Chandra mengatakan Dewas harusnya memberikan tanggapan soal pembelaan Helmy sebelum melakukan pemecatan. Sehingga Helmy bisa mempersiapkan langkah hukum apa yang kemudian akan diambil. Namun memang, Chandra mengakui Dewas mempunyai wewenang untuk memberhentikan direksi TVRI. Namun kewenangan itu harus sesuai dengan undang-undang.

“Orang yang punya kewenangan bisa dipermasalahkan apabila melaksanakan kewenangannya dengan sewenang-wenang atau tak sesuai aturan. Kalaupun sewenang-wenang jadi masalah,” kata mantan Komisioner KPK itu.

Chandra pun mempersoalkan kalimat pemberhentian Helmy secara hormat. Menurutnya jika dengan hormat, maka pada lampiran tak seharusnya ada penjabaran kesalahan yang dilakukan Helmy. “Dalam literatur UU ASN dan lain-lain, dengan kesalahannya harusnya dengan tidak hormat,” ujar Chandra.

Lebih lanjut, menurut Chandra, pada Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2005 tentang Lembaga Penyiaran Publik TVRI, Dewas tidak berwenang untuk mengeluarkan surat pemberhentian sementara. Namun pada 4 Desember 2019 Dewas mengeluarkan surat tersebut.

“Dewas pernah memberhentikan Helmy dan menyatakan nonaktif, mengeluarkan surat 4 Desember 2019. Dalam PP, Dewas nggak punya kewenangan sama sekali menyatakan direksi non-aktif kecuali direksi kena pidana. Apakah Helmy Yahya kena tindak pidana? Nyatanya tidak,” ucapnya.

Chandra mengatakan bahwa Helmy sudah memberikan dampak positif ke TVRI selama menjabat sebagai Dirut. Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK disebutnya sebagai prestasi Helmy. Capaian itu yang menjadi pembelaan Helmy untuk merespons surat pemberhentian sementara.

Lalu, Chandra pun heran dan mempertanyakan alasan pemecatan dari Dewas setelah pembelaan itu dilakukan. “Saya tidak tahu apakah beliau-beliau yang terhormat dewan pengawas sempat membaca dan namanya pembelaan sebaiknya best practice selain tertulis juga ada hearing. Komisioner KPU yang kemarin tertangkap dibawa ke DKPP dan dilakukan hearing. Ini enggak ada, tidak ada sama sekali,” kata Chandra.

Chandra juga menyoroti Plt Dirut TVRI, Supriyono. Berdasarkan PP 32/2005 Dewas tidak memiliki kewenangan untuk menunjuk pelaksana tugas.

“Kemudian, dengan proses yang sedang berjalan sekarang sudah diputuskan kemarin, diberhentikan. Catatan kami, nonaktif itu nggak ada kemudian mengangkat Plt Dewan pengawas tidak punya, tidak disebutkan, dewan pengawas tidak disebutkan dalam PP memiliki kewenangan mengangkat PLT. Dewan pengawas hanya memiliki kewenangan mengangkat dan memberhentikan direksi,” ujarnya.

Share: Kisruh Helmy Yahya vs TVRI: Dari Borok Sampai Prestasi