Isu Terkini

Ketika Alam Melawan: Perang Emu dan Serbuan Kera Ekor Panjang

Hafizh Mulia — Asumsi.co

featured image

Apa yang ada di bayangan kalian kalau melihat tentara yang perang di awal abad ke-20? Pasti bayangannya gagah dan kerjaannya perang sana-sini. Masa-masa awal abad 20 memang jadi masa yang paling cukup genting di dunia. Hal ini disebabkan oleh banyaknya perang yang terjadi. Dua di antaranya bahkan berskala global.

Nah, dari banyaknya perang di awal abad ke-20 ini, ada satu perang yang cukup unik dan jarang diekspos. Kenapa unik dan jarang diekspos? Karena alih-alih perang antar manusia, perang ini terjadi antara hewan dengan manusia. Hah, kok bisa?

Perang Emu, Burung Lawan Manusia

Setelah perang dunia pertama selesai, mantan tentara Australia dan veteran Inggris Raya diberikan tanah oleh pemerintah Australia. Tanah-tanah ini berada di sisi Barat Australia dan ditujukan untuk bercocok tanam. Krisis ekonomi di tahun 1929, yang juga dikenal sebagai Great Depression, memaksa para petani untuk meningkatkan hasil gandumnya. Gandum menjadi makanan pokok yang diprioritaskan oleh pemerintah. Sebagai imbalannya, pemerintah akan memberi bantuan subsidi untuk para penanam gandum tersebut.

Meningkatnya ladang gandum mengundang burung Emu untuk datang. Kurang lebih 20.000 burung Emu menghampiri ladang gandum di Barat Australia tersebut. Hal ini jelas semakin mempersulit petani yang sudah cukup kesusahan akibat krisis ekonomi.

Perlu diketahui bahwa Emu adalah spesies burung asli Australia yang tidak dapat terbang. Mereka bermigrasi setelah musim kawin dari wilayah pesisir ke pedalaman. Lahan yang sudah terbuka dan persediaan air yang cukup membuat ladang gandum ini didatangi oleh para Emu yang memang sedang bermigrasi.

Masuk ke wilayah pertanian gandum, Emu merusak tanaman dan meninggalkan banyak lubang besar di pagar-pagar. Kerusakan masif ladang gandum ketika negara sedang begitu membutuhkannya membuat pemerintah Australia menurunkan tentaranya. Pada tanggal 2 November 1932, di bawah komando Mayor G.P.W. Meredith, perang memberantas Emu dimulai.

Perang melawan burung Emu ini pun tidak dilakukan dengan main-main. Ada sepuluh ribu amunisi yang dipersiapkan. Meski demikian, percobaan pertama operasi militer ini tidak berhasil. Strategi yang sudah dipersiapkan gagal membunuh burung Emu sebanyak yang diperkirakan. Diperkirakan hanya ada 200 hingga 500 burung Emu yang berhasil dibunuh. Di tanggal 8 November 1932, setelah didiskusikan oleh parlemen Australia, perang pun dihentikan.

Mundurnya para tentara di percobaan pertama ini membuat kerusakan pertanian gandum semakin menjadi-jadi. Petani pun kembali meminta bantuan negara untuk mengusir burung-burung Emu ini. Pada tanggal 12 November 1932, Kementerian Pertahanan Australia kembali melanjutkan perang melawan Emu tersebut. Alasannya, kehadiran burung Emu ini telah menjadi ancaman untuk sektor agrikultur Australia.

Beberapa hari setelah percobaan kedua ini dilaksanakan, keberhasilan operasi mulai tampak. Sampai dengan tanggal 2 Desember 1932, Emu yang berhasil dibunuh mencapai 100 ekor per minggu. Ketika Meredith ditarik pada tanggal 10 Desember, ia mengklaim kalau pasukannya telah berhasil membunuh 2.500 burung Emu. Meski demikian, ternyata para tentara belum berhasil memukul mundur burung-burung Emu di ladang gandum tersebut secara keseluruhan. Mereka masih menyerang ladang bahkan hingga bertahun-tahun kemudian. Beberapa kali, seperti di tahun 1934, warga Australia Barat meminta pemerintah untuk kembali menurunkan tentara. Namun, permintaan tersebut ditolak. Alhasil, membangun pagar pembatas pun menjadi solusi yang dipilih oleh para petani untuk menghalangi Emu menyerang ladang mereka.

Di Indonesia, Warga Desa Tepus Kewalahan Usir Ribuan Kera Ekor Panjang

Serupa dengan serangan burung Emu tersebut, pertanian Indonesia juga pernah diserang oleh ribuan hewan. Salah satunya adalah ketika ribuan kera ekor panjang menyerbu ladang pertanian di Desa Tepus, Yogyakarta. Tidak hanya menyerbu, mereka juga menjarah berbagai tanaman yang ditanam oleh petani. Kejadian ini terjadi hari Jumat, 7 September 2018.

Di musim kemarau, tanaman petani di Desa Tepus ini memang menjadi sasaran empuk hewan-hewan yang hidup di sekitarnya. Tanaman yang diserang seperti ketela, jagung, dan kacang-kacangan. Jumlahnya yang mencapai ribuan ini membuat para petani di daerah tersebut kewalahan. Bahkan, beberapa dari kera-kera ini masuk ke rumah warga.

Petani yang kebingungan pun mencari beragam solusi. Mereka mencoba menanam pohon lain, namun tetap pucuk tanaman dimakan oleh kera ekor panjang tersebut. Alhasil, yang dapat dilakukan oleh mereka hanyalah menunggui tanaman tersebut. Berbeda dengan Australia, Pemerintah Indonesia tidak menurunkan tentara untuk memberantas kera-kera ekor panjang ini. Tentara tidak diturunkan karena memang kera ekor panjang masuk ke dalam daftar hewan yang dilindungi oleh suaka margasatwa.

Alam Sewaktu-waktu Dapat Menyerbu Manusia

Dari dua contoh di atas, terlihat kalau sebenarnya manusia begitu rentan akan serangan alam. Tanpa disadari, dengan semakin besarnya kerusakan alam yang dibuat oleh manusia, bukan tidak mungkin alam akan kembali menyerbu dengan jumlah yang lebih masif. Daripada harus susah-susah berperang melawan alam, akan jauh lebih mudah kalau kita menjaga apa yang sudah ada. Toh, kalau alam ini terjaga, manusia juga yang akan diuntungkan.

Share: Ketika Alam Melawan: Perang Emu dan Serbuan Kera Ekor Panjang