General

Kenapa Nama Jalan Tol Japek Berubah Jadi MBZ, Bukan Nama Pahlawan?

Ramadhan — Asumsi.co

featured image
Foto: Dok. Kemensetneg RI

Pemerintah resmi mengubah nama Jalan Tol Layang Jakarta-Cikampek (Japek) II Elevated menjadi Jalan Tol Layang Sheikh Mohammed Bin Zayed (MBZ), Senin (12/4/21). Perubahan nama jalan itu dilatarbelakangi hubungan diplomatik yang terjalin antara Indonesia dan Uni Emirat Arab (UEA) selama lebih dari 45 tahun.

Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno mengatakan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah memerintahkannya langsung untuk meresmikan Tol MBZ bersama Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Basuki Hadimuljono.

Saat peresmian, hadir juga Duta Besar Uni Emirat Arab (UEA) untuk Indonesia, Yang Mulia Abdullah Salem Obaid Al Dhaheri, dan Duta Besar Indonesia untuk UEA, Husin Bagis.

Alasan Pemberian Nama Jalan Tol MBZ

Pratikno menceritakan perjalanan hubungan diplomatik Indonesia-UEA yang sudah berlangsung cukup lama sejak 1976. Ia menyebut pemerintah ingin terus memperpanjang hubungan bilateral dengan UEA di masa mendatang, utamanya dalam hal penarikan investasi.

“Investasi dari Uni Emirat Arab merupakan salah satu investasi terbesar, baik untuk infrastruktur dan dalam volume besar pada Indonesia Investment Authority,” kata Pratikno saat peresmian di Tol MBZ, Senin (12/4).

​Baca Juga: Memahami Sejarah Perubahan Nama Jalan di Indonesia

Pratikno menjelaskan bahwa penamaan Tol MBZ Sheikh Mohammed Bin Zayed ini merupakan misi balas budi kepada Pemerintah UEA yang telah mencantumkan nama Presiden Jokowi pada salah satu jalan strategisnya.

“Sebelumnya, nama jalan Presiden Joko Widodo juga telah dicanangkan di Abu Dhabi. Di jalan utama strategis Abu Dhabi Exhibition Center ke arah Kedutaan Besar Republik Indonesia. Ini penghormatan pada bangsa Indonesia dari UEA, khususnya oleh Sheikh Mohammed Bin Zayed,” ucapnya.

“Itulah latar belakang penamaan ini. Mulai pagi ini, saya dan Menteri PUPR atas nama Presiden Jokowi secara resmi mengubah nama Tol Japek Layang menjadi Tol MBZ Sheikh Mohammed Bin Zayed.”

Nama MBZ diabadikan sebagai pengganti nama Jalan Tol Layang Japek mengacu pada Surat Izin Menteri PUPR Nomor BM.07.02-Mn/635, tertanggal 8 April 2021.

Kenapa Bukan Nama Pahlawan?

Lazimnya, nama jalan di Indonesia kerap memakai nama pahlawan nasional. Tapi, tak selamanya juga hal itu berlaku, karena ada kalanya nama-nama jalan tak menggunakan nama pahlawan, misalnya pada jalan-jalan kecil.

Pada umumnya, nama pahlawan nasional ditabalkan di jalan-jalan arteri alias jalan protokoler. Tengok saja Jalan Soekarno-Hatta yang terpampang di berbagai kota sebagai jalan utama, lalu ada pula Jalan Jenderal Sudirman, Jalan MH Thamrin, Jalan Diponegoro, hingga Jalan Sisingamangaraja.

Sebagian besar tokoh yang namanya ditabalkan pada nama jalan di jalan-jalan utama berbagai kota, merupakan sosok pahlawan yang berjasa pada masa penjajahan atau era mempertahankan kemerdekaan.

Melansir Hukum Online, Senin (12/4), penabalan nama jalan memang memiliki payung hukum. Misalnya pada Juni 2009 silam, Bupati Toba Samosir meresmikan nama Sabam Sirait sebagai nama jalan sepanjang lima kilometer.

Peresmian itu sendiri turut disaksikan anak Sabam yang saat itu merupakan anggota DPR, Maruarar Sirait. Sabam Sirait merupakan sosok politikus PDI Perjuangan dan tokoh nasional yang berasal dari Toba Samosir.

Adapun penabalan nama Sabam Sirait sebagai nama jalan bukan asal-asalan. Bupati menerbitkan Peraturan No. 6 Tahun 2009 sebagai payung hukumnya.

Demikian juga di Jakarta, yang apabila akan menyematkan nama seorang tokoh sebagai nama jalan, maka akan memiliki payung hukum. Terutama untuk jalan arteri dan jalan kolektor.

Tengok saja saat nama Jenderal A.H. Nasution ditabalkan sebagai nama jalan Jakarta Auto Ring Road (JOR) yang melintas mulai dari Kampung Rambutan di Jakarta Timur hingga perbatasan Bekasi dan Cilincing di Jakarta Utara.

Atas penabalan nama jalan itu, Pemda DKI Jakarta merujuk pada Keputusan Gubernur No. 958/2004.Secara umum, pemberian nama jalan di DKI Jakarta diatur dalam SK Gubernur No. 28 Tahun 1999.

Di ibu kota, penabalan nama seseorang menjadi nama jalan bisa atas usulan perseorangan, kelompok organisasi, atau inisiatif Pemda sendiri.Lalu, permohonan itu diajukan secara tertulis dan ditujukan kepada Gubernur.

Usulan itu kemudian akan dinilai oleh tim yang disebut Badan Pertimbangan Pemberian Nama Jalan, Taman, dan Bangunan.Nantinya, badan ini akan melihat pada nilai ketokohan, kepahlawanan atau jasa-jasa orang yang diusulkan.

Penetapan nama jalan juga didasarkan pada sifat promosi nama yang dipilih, mudah dikenal masyarakat, dan tidak bertentangan dengan kesopanan dan ketertiban umum.

Sejarawan Bonnie Triyana pernah mengatakan bahwa pahlawan nasional tak selalu harus jadi nama sebuah jalan. Pada 2013 lalu, ia bahkan pernah tidak setuju saat nama Presiden Ke-2 RI Soeharto diusulkan oleh Panitia 17 sebagai pengganti nama Jalan Medan Merdeka Timur, Jakarta.

Kala itu, delegasi Panitia 17 menargetkan mengganti sejumlah nama jalan pada 10 November 2013. Seperti Jalan Merdeka Utara menjadi Jalan Bung Karno, Jalan Merdeka Selatan menjadi Jalan Bung Hatta, Jalan Merdeka Timur diganti Jalan Ali Sadikin, serta Jalan Merdeka Barat menjadi Jalan Soeharto.

Ketua Panitia 17, Jimly Asshiddiqie, mengatakan rencana perubahan jalan itu sudah dirundingkan dengan Gubernur DKI Jakarta saat itu Joko Widodo.

“Bukan saya tak menghormati jasa pahlawan, tapi ada hal lain yang bisa dilakukan daripada sekadar mengabadikannya menjadi nama jalan. Apalagi nama Jalan Merdeka diberikan langsung oleh mantan Presiden Soekarno. Sehingga tidak perlu diganti,” kata Bonnie, Senin (2/9/13) seperti dilansir dari Tempo.

Menurut Bonnie, penggunaan nama pahlawan nasional sebagai jalan sifatnya terlalu formal. Kalaupun dilakukan sebagai bentuk rekonsiliasi, ia menganggapnya kurang tepat.

Alasan Bonnie, mengenang jasa pahlawan bisa dilakukan dengan hal lain. Misalnya dengan menulis soal jasa mereka.Bonnie mengatakan penggunaan nama pahlawan nasional sebagai jalan sifatnya terlalu formal.

Kalaupun dilakukan sebagai bentuk rekonsiliasi, ia menganggapnya kurang tepat karena menurutnya mengenang jasa pahlawan bisa dilakukan dengan hal lain, misalnya dengan menulis soal jasa mereka.

“Tanpa diabadikan sebagai nama jalan, nama Soekarno-Hatta tetap akan membekas di masyarakat sebagai tokoh yang hebat,” ujarnya.

Sekadar informasi, Jalan Tol Japek II yang kini berubah menjadi Jalan Tol MBZ merupakan jalan tol layang terpanjang dan menjadi jalan tol bertingkat (double decker motorway) pertama di Indonesia karena dibangun di atas Jalan Tol Jakarta-Cikampek.

Tujuan dibangunnya jalan tol ini adalah untuk memisahkan pergerakan komuter jarak pendek Jakarta-Bekasi-Cikarang (lajur kolektor/eksisting) dengan pergerakan jarak jauh tujuan Cirebon, Bandung, Semarang, dan Surabaya (lajur ekspres/layang), khususnya golongan I non-bus.

Share: Kenapa Nama Jalan Tol Japek Berubah Jadi MBZ, Bukan Nama Pahlawan?