General

Kedaulatan Pangan, Akankah Terwujud Lima Tahun ke Depan?

Hafizh Mulia — Asumsi.co

featured image

Pangan adalah salah satu isu yang dibawa dalam debat capres yang berlangsung di Hotel Sultan, Jakarta, hari Minggu (17/2) kemarin. Dalam debat capres tersebut, pangan menjadi topik utama bersamaan dengan infrastruktur, energi, sumber daya alam, dan lingkungan. Pangan menjadi topik yang menarik dalam debat tersebut karena kedua calon presiden memiliki sudut pandang berbeda mengenai ketersediaan dan ketahanan pangan.

Prabowo Dukung Swasembada Pangan

Berbicara mengenai narasi pangan calon presiden Prabowo, ia mengungkapkan kepeduliannya soal swasembada pangan. Ia melontarkan bahwa pangan Indonesia harus swasembada bersamaan dengan air dan energi. “Kita harus berdiri di atas kaki kita sendiri, kita harus swasembada pangan, swasembada energi, swasembada air, agar kita bisa survive sebagai suatu bangsa,” tutur Prabowo dalam pemaparan visi misinya mengenai topik debat capres kemarin. Ia pun melanjutkan argumentasinya dengan mengatakan ketiga poin ini dilihat oleh PBB sebagai tiga masalah utama. “PBB sekarang mengatakan bahwa inilah tiga masalah utama tolak ukur keberhasilan suatu negara. Suatu negara dikatakan bisa berhasil kalau bisa memenuhi pangan untuk rakyatnya, energi untuk rakyatnya, dan air tanpa impor,” ungkap Prabowo.

Jokowi Pilih Istilah Kestabilan Pangan

Sedikit berbeda dari Prabowo yang memang menjadikan swasembada pangan sebagai bagian dari kampanyenya, calon presiden petahana Jokowi lebih menggunakan istilah kestabilan pangan. Dalam pemaparannya, Jokowi berharap ia dapat terus menjaga kestabilan pangan dan harga. “Kita ingin ketersediaan pangan, stok pangan, stabilitas haga harus terus kita jaga,” ujar Jokowi. Hal ini selaras dengan visi misi Jokowi-Ma’ruf yang memang tidak meletakkan swasembada sebagai istilah yang digunakan untuk pangannya.

Serikat Petani Indonesia Masih Perjuangkan Kedaulatan Pangan

Dengan adanya dua pandangan berbeda ini, mana yang sebenarnya sedang diperjuangkan oleh para petani Indonesia? Berdasarkan Serikat Petani indonesia (SPI), mereka masih memperjuangkan kedaulatan pangan (food sovereignty) tercapai di Indonesia. Dilansir dari situs milik Serikat Petani Indonesia (SPI), ketergantungan pangan dapat berarti terbelenggunya kemerdekaan bangsa dan rakyat terhadap suatu kelompok, baik negara lain maupun kekuatan-kekuatan ekonomi lainnya. La Via Campesina (organisasi perjuangan petani internasional) yang merupakan payung SPI di tingkat internasional, memperkenalkan konsep kedaulatan pangan ini pada World Food Summit (WFS) 1996 di Italia. Secara konseptual, kedaulatan pangan adalah konsep pemenuhan pangan melalui produksi lokal. Kedaulatan pangan juga berarti pemenuhan hak atas pangan yang berkualitas gizi baik dan sesuai secara budaya, diproduksi dengan sistem pertanian yang berkelanjutan dan ramah lingkungan. Kedaulatan pangan mendorong prinsip diversifikasi pangan sesuai dengan budaya lokal yang ada. Dari definisi ini, nampaknya swasembada adalah salah satu bagian dari kedaulatan pangan ini.

Dalam mencapai kedaulatan pangan ini, SPI memiliki tujuh prasyarat utama. Pertama, pembaruan agraria. Kedua, adanya hak akses rakyat terhadap pangan. Ketiga, penggunaan sumber daya alam secara berkelanjutan. Keempat, pangan untuk pangan dan tidak sekadar komoditas yang diperdagangkan. Kelima, pembatasan penguasaan pangan oleh korporasi. Keenam, melarang penggunaan pangan sebagai senjata. Ketujuh, pemberian akses ke petani kecil untuk perumusan kebijakan pertanian.

Selain tujuh prasyarat utama, ada prinsip-prinsip dasar yang juga dipegang teguh oleh SPI demi mencapai kedaulatan pangan ini. Pertama, tanah yang dikelola oleh rakyat dan BUMN. Kedua, bank benih rakyat yang berasal dari petani lokal. Ketiga, model produksi agroekologi pengganti Revolusi Hijau. Keempat, skala produksi kecil menengah dan tidak monokultur. Kelima, target distribusi yang meliputi pasar lokal dan nasional. Keenam, level transportasi pangan jarak dekat dan menengah. Ketujuh, orientasi pasar bersifat kebutuhan sendiri dan domestik. Kedelapan, perdagangan internasional yang berdasarkan pertimbangan nasib petani sesama produk di negara tujuan ekspor dan pertimbangan proteksi untuk petani domestik. Kesembilan, menggunakan energi dari tanaman non-pangan dan meminimalkan emisi karbon. Kesepuluh, rakyat dan BUMN yang menjadi pelaku usaha.

Share: Kedaulatan Pangan, Akankah Terwujud Lima Tahun ke Depan?