Isu Terkini

Kaum Milenial dalam Pusaran Jaringan Terorisme di Indonesia

Dimeitri — Asumsi.co

featured image
null

Dalam sepekan lalu terjadi dua peristiwa besar yang cukup mengejutkan publik terkait insiden teror yang dilakukan oleh teroris berusia milenial atau kaum muda. Dimulai ledakan bom di Gereja Katedral Makassar pada Minggu, 28 Maret 2021 dilakukan oleh Lukman dan Dewi pasangan suami istri kelahiran tahun 1995. 

Pun dengan teror sosok misterius yang menyerang Mabes Polri pada Rabu, 30 Maret 2021 sore yang dilakukan oleh Zakiah Aini perempuan kelahiran tahun 1995. Meskipun keduanya berbeda aliran terorisme, seperti Lukman dan Dewi beraviliasi pada Jamaah Ansharut Daulah (JAD) berkiblat pada kota Jalo, Filipina Selatan, sementara Zakiah Aini pelaku lone walf yang kuat diduga bagian dari jaringan Islamic State of Iraq and Syiria (ISIS). 

Informasi pertama kali soal adanya kaum milenial menjadi pelaku peledakan itu di publikasikan oleh Kapolri Jenderal Bintang Empat Listyo Sigit Prabowo, pasca aksi bomber Lukman dan Dewi di Makassar belum lama ini, Senin, 29 Maret 2021. 

 ” Perlu kami sampaikan juga kejadian tersebut dilakukan oleh dua tersangka tertangkap pertama L sidik jari identik sedangkan tersangka kedua masih diidentifikasi oleh tim inafis dan labfor. Dari informasi yang bersangkutan masih muda atau generasi milenial,” kata Jenderal Pol Listyo Sigit kepada wartawan saat itu. 

Kepala Badan Nasional penanggulangan terorisme BNPT Komjen Pol Boy Rafli Amar juga pernah menerangkan paham jaringan teroris lebih mudah memberikan jebakan batman kepada anak muda untuk merubah watak dan pola pikir intoleransi terhadap kepercayaan lain di luar kepercayaan yang diyakininya. Hal ini lantas membuat pola pikir dari anak muda itu lambat laun berubah cara pandang, ideologi dan watak akibat terpapar virus radikalisme. 

 ” Propaganda jaringan terorisme adalah istilah itu dapat saya katakan seperti ‘Jebakan Batman’ untuk anak-anak muda karena pengaruh virus radikalisme yaitu terasa kemudian mengubah watak mengubah perilaku yang itu sejatinya bukan jati diri bangsa Indonesia. Kita tidak seperti itu kita dilahirkan sebagai bangsa yang toleran menjaga persatuan di tengah keberagaman,”ujar Komjen Pol Boy Rafli Amar kepada wartawan di Makassar, Senin, 29 Maret 2021. 

 Menanggapi mudahnya virus radikal menjebak kaum milenial turut ditanggapi juga oleh Pengamat Intelijen dari Universitas Indonesia Stanislaus Riyanta. Riyanta berharap pemerintah bisa membuat regulasi yang nyata untuk langkah proteksi kaum milenial kedepannya. 

 ” Kaum milenial juga kan kasus bom Makassar dan Mabes Polri. Ini yang patut kita dukung juga pemerintah, Kemenkominfo harus segera membuat langkah antisipasif agar milenial tidak terlibat (terorisme),” tutur Stanislaus Riyanta kepada Asumsi.co, Sabtu, 3 April 2021.

 Stanislaus menambahkan jaringan ISIS sejak 2014 lalu sudah mengincar pihak milenial atau anak muda untuk menjadi anggota teroris. Jaringan teroris ini pun berusaha menjebak para milenial dengan propaganda menggunakan internet. 

Salah satunya pada pelaku nama duo siska yang melakukan aksi teror untuk membuat kekacauaan di Mako Brimob Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat pada 2018. Saat itu usia Dita Siska Millenia alias Muhmil yang masih berusia 18 tahun dan Siska Nur Azizah alias Fatma berusia 22 tahun. 

 “Soal rekruitmen milenial ini bukan hal baru. Di tahun 2018 lalu sudah ada Dita Siska dan Siska mereka masih berusia milenial sangat muda kejadian di Mako Brimob Kelapa Dua,” kata Stanislaus Riyanta kepada Asumsi.co, Sabtu, 3 Maret 2021. 

Ada juga jaringan teroris pada peristiwa bom di Kantor Mapolres Medan di tahun 2019 kemarin. Pelakunya diketahui adalah mahasiswa berusia 24 tahun berinisial RMN alias D. 

 “Terus ada juga pelaku ledakan bom di Mapolres Medan. Dia juga anak muda atau millenial,”tutur Stanislaus. 

Stanislaus kembali mencontohkan bahwa keterlibatan kaum milenial dalam aksi bom terorisme juga pernah terjadi saat peristiwa pertama aksi bom bunuh diri yang fenomenal pada ledakan bom bunuh diri di Hotel JW Marriot dan Ritz Carlton, Kuningan, Jakarta Selatan. Nama pemuda pelaku bomber itu adalah Dani Dwi Permana yang saat itu berusia hampir 17 tahun.

” Tapi ada juga era sebelum 2014 ledakan bom JW Marriot melibatkan tokoh Dani Permana. Kalau tidak salah usianya masih 16 tahun saat itu. Milenial dinilai rentan untuk itu karena masih bisa diarahkan dan mudah percaya pada upaya penghasutan tertentu,” imbuhnya.

 Game Online dan Dark Web Modus Teroris Gaet Milenial 

 Pengamat Intelijen Universitas Indonesia itu pun menilai para teroris tersebut semakin cerdas dalam melakukan upaya rekruitmen kaum milenial yang melek teknologi. Untuk merekrut kaum milenial sampai saat ini masih menggunakan jalur teknologi alias via online. Sambungan media sosial seperti FB, IG harus diwaspadi dalam proses penjaringan bakal calon anggota teroris. 

 Di samping media lain yang terbaru bisa merekrut kaum millenial terpapar virus radikal melalui jalur dark web maupun game online. Dua media itu, memang dianggap tidak umum terpikirkan bisa menjaring calon anggota teroris. 

 “Iya via online masih jadi pilihan ketimbang jalur konvensiaonal, salah satunya lewat media sosial. IG dan FB. Jalur dark web dan game online bisa juga audah dilirik untuk merekrut anggota baru teroris. Jadi kita harus dukung langkah antisipasif pemerintah melalui pengamatan langsung Kemenkominfo dan dibantu oleh stakeholder juga,” imbuhnya. 

 Hal ini juga diperkuatkan dengan penjabaran Nathan Gusti Ryan pengamat IT sekaligus praktisi keamanan intenet. Nathan menilai bahwa dark web dan game online cukup logis bila disebut bisa dijadikan media baru baru bagi kaum teroris menyasar anak muda. 

 “Dark web dan game online memiliki aplikasi khusus privasi yang tidak terdikteksi oleh mesin pencarian web konvensional, seperti Google atau Microsoft Edge misalnya. Adanya ruang khusus bagi komunitas tertentu sangat mungkin bisa menjebak kaum milenial dari dekat. Lewat asiknya main bareng, jokes bersama, serta bertemu secara kopi darat. Setelah bisa menjaring secara personal itu membuat milenial tidak sadar kalau dia telah dijebak,”ujar Nathan Gusti Ryan dikonfirmasi Asumsi.co, Sabtu, 3 April 2021. 

 Dia menambahkan walaupun media menjaringnya masuk teknik terbaru, namun modus operandi yang digunakan oleh kaum teroris masih menggunakan modus konvensional. Dimana bagi kaum teroris memggunakan metode bisa kecantikan atau ketampanan dari anggota member tersebut menarik milenial. 

 “Yang ajak ketemuan pihak lawan jenis yang tampan dan cantik juga modus lama juga agar mereka mau kopi darat. Diajak kegiatan keagamaan tertentu dan brand wash soal akidah. Akhirnya mereka bergabung dan sulit lepas,”tutur Nathan Gusti. 

Pengakuan Milenial Digaet Ikut Kegiatan Agama Diduga Ekstrim Di Game Online 

Kabar terkait adanya upaya teroris menggaet kaum milenial lewat kegiatan agama pada game online ataupun Dark web rupanya bukan isapan jempol semata. Salah satu narasumber yang berhasil dikonfirmasi oleh Asumsi.co adalah Mahdar (23).

Mahdar mengaku aku pernah ditawari mengikuti kegiatan agama yang diduga ekstrem pada jejaring pertemanannya di game online maupun ruang khusus pada Dark web. Dia mengaku sempat terpancing ajakan tersebut.

 ” Beberapa kali kalau di game online pernah. Tapi karena kita merasa mencurigakan akhirnya diputuskan untuk mengeluarkan dia dari grup personal kita di game online. Aneh aja gitu lagi ngebahas soal game tiba-tiba dia ngajakin kita ngaji terus dikenalin ke Ustad yang memimpin pengajian itu dan waktunya juga jam 12 malam. Sering banget diajak sampai kita akhirnya bosen dan bikin dia left dari grup. Ada salah satu teman gue di grup juga pernah nyaris jadi korban itu orang. Kalau dia hampir mau direkrut jadi teroris gitu deh,” kata Mahdar kepada Asumsi. 

 Peristiwa yang sama juga pernah dia temui melalui aplikasi Whats’App seorang perempuan. Saat itu ada seorang perempuan dengan DP gambar yang sangat cantik rupawan ia mengajak berkenalan dengan Mahdar. Namun dia meminta bertemu di di salah satu rumah ibadah di Tangerang Selatan pada Pukul 19.00 WIB. 

 “Waktu itu lewat WA ada temen salah WA katanya Cewek cantik banget ngajakin kenalan dan ketemuan katanya. Aku tanya mau apa? mau kenalan sekaligus ajak aku untuk ngaji bareng tempatnya ada di salah satu masjid lah di Tangerang Selatan. Tiba di lokasi dengar isi ceramahnya aneh membenci rezim pemerintah dan ada kegiatan untuk mengubah ideologi serta dorongan untuk mati syahid. Aku kan males mikir terlalu Terus besoknya Aku diajakin ketemuan lagi aku nggak mau langsung aku blokir aja males soalnya pusing kepala dengerin cerita ceramahnya berat,” ujar Mahdar. 

 Selain Mahdar ada juga Utari (19). Utari mengaku sempat mengikuti beberapa kali kajian keagamaan tertentu saat sedang jatuh cinta dengan seorang pemuda lewat aplikasi game online. 

 ” Pernah nyaris ikut-ikutan kegiatan agama terlalu ekstrem gitu waktu SMA kemarin. Aku pernah naksir sama temen onlineku namanya Bang Bagus (bukan nama sebenarnya) umur dia kalau enggak salah 22. Nge game bareng terus kita ber 15 meet up akhirnya. Di situ dia mulai ngelihat aku terus deketin. Mak aku diajak Ngaji bareng suruh bawa kerudungan sama Alquran diajak ke salah satu tempat di daerah Duren Sawit,” kata Utari. 

 Utari pun mengaku langsung diajak untuk membahas soal pohon aqidah. Dia dijelaskan oleh Bagus bahwa selama ini ini dalam kehidupannya Utari sering menyia-nyiakan nikmat surga yang sudah Tuhan berikan. Tidak mengenakan simbol agama tertentu dan membuat keluarga di Palestina menderita. 

 Ia lalu disodorkan untuk membantu keluarga sesama muslim di luar negeri dari tabungan milik pribadi. Masuk juga adanya sumbangan atau donasi yang nantinya digunakan sebagai jihad perubahan bentuk negara yang dinilai tidak bersyariat. 

 ” Aku cuman bisa kasih uang cash Rp200.000. Terus aku bilang untuk ngasih yang lebih aku mau pikir-pikir dulu gitu. Setelah pulang aku konsultasi sama ibu, ayah dan keluarga aku semuanya menentang. Abang aku bilang suruh tidak menghubungi Kak Bagus lagi dan disuruh di delcon(delete contact) aja,” tuturnya. 

Geliat terorisme untuk menjaring kaum milenial tentu saja cukup memprihatinkan bagi kemajuan teknologi di Indonesia. Sudah ada Mahdar Dan Utari yang beruntung tidak sampai terjerembab dalam kelompok agama tertentu berbasis ekstrem yang kuat diduga berafiliasi oleh jaringan teroris. Lantas, bagaimana dengan para milenial di luaran sana yang mungkin saja sudah udah masuk ke dalam jaringan itu dan sulit terlepas? Adakah upaya dari pihak TNI Polri terutama Pemerintah untuk bisa sama-sama memotong mata rantai virus radikalisasi bagi kaum milenial lewat virtual

Share: Kaum Milenial dalam Pusaran Jaringan Terorisme di Indonesia