Budaya Pop

Karya Terakhir NH Dini untuk Indonesia

Fariz Fardianto — Asumsi.co

featured image

Mendung menggantung di langit Kota Semarang, Jawa Tengah. Berjarak beberapa kilo dari pusat kota, Wisma Harapan Asri sudah dipadati pelayat sedari pagi. Mereka berkerumun ingin mendoakan Nurhayati Sri Hardini Siti Nukatin yang terbujur kaku di dalam peti mati. Tak lain karena para pelayat sangat kehilangan sosok yang akrab disapa NH Dini tersebut.

Di antara kerumunan pelayat, terselip seorang perempuan bule. Ia adalah putri NH Dini, Marie Claire Lintang Coffin. Kedua matanya terlihat sembab. Ia terpukul tatkala mendapati kabar ibundanya mangkat.

Lintang yang tinggal di Kanada itu tak kuasa menahan kesedihan saat melihat jenazah ibunya untuk terakhir kali. “Tentunya saya sangat kaget. Tapi beruntung saya masih sempat bertemu dan menghabiskan waktu bersamanya beberapa hari lalu,” aku wanita yang jadi guru di Conseil Scolaire Catholique Providence di Ontario, Kanada ini.

Untuk sampai ke Wisma Harapan Asri, Lintang harus menempuh perjalanan panjang dari negaranya kemudian dilanjut perjalanan dari Bandung. Sedangkan adiknya, Pierre Louis Padang Coffin tak sempat hadir karena perjalanan dari Perancis ke Indonesia paling tidak membutuhkan waktu 10-12 jam. Padang sendiri dikenal sebagai pencipta tokoh animasi The Minnions.

“Jadi dia belum bisa datang. Saya harus mendiskusikanya banyak hal dulu dengannya. Kami harap bisa mengadakan acara mengenang beliau di Bali.  Kami akan merayakan karya-karyanya. Karena banyak karyanya yang belum diketahui publik,” tutur Lintang.

Sempat Bertemu Putrinya

Ia mengenang sosok beliau yang hangat bagi keluarganya. Empat hari lalu ia masih sempat berbincang dengan mendiang ibunya. Kala itu kondisinya masih sehat.

“Sudah ada firasatnya. Dia sempat mengucapkan selamat tinggal. Tapi ya saya kira semua akan baik-baik saja dan mengabaikan firasat itu. Karena beliau masih bekerja setiap pagi, masih menulis, beliau juga cerita sering terjaga di tengah malam menunggu sesuatu yang bisa untuk ditulis seperti biasanya,” katanya lagi.

Larung Abu Tunggu Kepulangan Anak Laki-lakinya

Sedangkan sahabat almarhumah, Sulis Bambang sangat kehilangan sosok NH Dini. Keduanya sangat dekat. Ia yang dikenal sebagai penyair kondang di Ibukota Jateng itu berkata abu jenazah almarhumah nantinya akan disimpan dulu di tempat pemulasaran jenazah Krematorium Yayasan Sosial Gotong Royong Ambarawa Ungaran.

“Sementara abunya masih di sini. Menunggu putranya untuk datang ke Indonesia,” ujarnya kepada Asumsi.co.

Sulis mengaku belum tahu kapan Pierre Louis Padang Coffin pulang ke Indonesia. Kemungkinan, kata Sulis pekerjaan Padang masih padat sehingga urung pulang.

“Ini juga bulan Desember, jadwal pesawat masih padat,” lanjutnya.

Meninggal Akibat Kecelakaan

Sedangkan Humas RS Elisabeth, Probowatie mengungkapkan NH Dini meninggal dunia, Selasa sore 4 Desember pukul 16:30 WIB. Novelis tersebut menghembuskan napas terakhirnya saat berada di ruang IGD usai mendapat pertolongan pada bagian kepala yang mengalami luka-luka akibat kecelakaan di tanjakan Tol Tembalang, Selasa siang.

Taksi yang ditumpangi NH Dini menabrak truk muatan kayu yang berjalan mundur di tanjakan jalan tol.

“Sempat diobservasi untuk melakukan pertolongan bagi beliau. Karena terdapat sejumlah luka-luka terutama bagian kepalanya. Saya sendiri sempat mendampingi beliau di IGD. Makanya, saya kaget saat mendapat kabar kalau beliau meninggal dunia,”.

Ia bilang NH Dini wafat di usia 82 tahun. Jenazah novelis kondang itu sempat ditempatkan di kamar jenazah sebelum disemayamkan di Wisma Harapan Asri Pedalangan Banyumanik. NH Dini meninggalkan dua anak dan empat cucu.

Tinggalkan Novel Terakhir Berjudul ‘Gunung Ungaran’

Ketua Lesbumi Nahdhatul Ulama Jawa Tengah, Lukni Maulana, juga mengisahkan pertemuan terakhirnya dengan almarhumah. Terakhir ia bersua dengan almarhumah Maret kemarin. Kala itu, NH Dini sedang sibuk meluncurkan novel terbarunya berjudul ‘Gunung Ungaran’: Lerep di Lerengnya, Banyumanik di Kakinya terbitan Media Pressido Yogyakarta 2018.

Ia menganggap almarhumah sosok penulis pantang menyerah pada tubuhnya yang menua. NH Dini, menurutnya sosok novelis yang memiliki kepekaan tajam dalam menguraikan situasi yang terjadi di lingkungannya.

“Untaian wawasan estetika dalam karyanya mengatakan bahwa penciptaan karya bukan semata-mata bersifat simbolis, akan tetapi suatu cara berhubungan dengan alam seisinya hingga puncak transendental yakni berhubungan dengan sang Illahi,” bebernya.

Lukni menyebut novel berjudul Gunung Ungaran menjadi persembahan terakhir NH Dini bagi dunia literasi Indonesia. Tepat di usia 82 tahun, NH Dini masih aktif menulis dan terus memberikan sumbangsih pemikirannya bagi sastra Indonesia.

Rupanya karya ke-15 itu merupakan novel otobiografi terakhir NH Dini. Ia mengingat isi dalam novel itu sarat pesan-pesan yang menggambarkan jiwanya sebagai penulis wanita terproduktif.

Karya itu seoalah menjadi pesan tersendiri sebelum beliau akhirnya berpulang. Gunung Ungaran; seperti dalam judul yang dipilih merupakan gunung indah di Kabupaten Semarang begitu merekam segudang kenangan bagi NH Dini. NH Dini mengenal gunung itu sejak kecil.

Hingga akhir hayat hidupnya, Lukni menceritakan almarhumah memutuskan tetap tinggal di Wisma Lansia Harapan Asri Banyumanik tepat di kaki Gunung Ungaran.

“Wong urip iku mung mampir ngombe (orang itu ibarat hanya singgah untuk minum. Semua di dunia ini tidak ada yag abadi. Dengan bertambahya usia, berpikir praktis yang didasari kegunaan sesuatu barang lebih menguasai kepalaku daripada kehendak memiliki ” begitu tulisan NH Dini dalam novel setebal 408 halaman tersebut.

Ia mengatakan sangat berduka atas meninggalnya NH Dini. Harapannya semangat pantang menyerah dalam menjalani kehidupan bisa mejaladi telada bagi para penulis muda.

“Dunia pun mengakuinya ketokohannya sebagai sastrawan wanita yang memiliki kemampuan bercerita yang detail dan tangguh,” paparnya.

Pilih Tinggal di Panti Jompo

Aisa R Jusmar, sahabat almarhumah mengenal sosok NH Dini sebagai pribadi yang gigih dan tak mau merepotkan keluarganya. Meski diminta anaknya tinggal di luar negeri, semasa hidupnya NH Dini tetap pilih bermukim di panti jompo. Termasuk menjual semua harta bendanya mulai rumah dan kendaraan pribadi.

Sesekali untuk menjaga kebugaran tubuhnya, alamarhumah sering terapi tusuk jarum di kawasan Mataram Semarang yang diantar sopir taksi langganannya.

“Beliau rutin melakukan terapi tusuk jarum, dan masih produktif menulis. Kami sekeluarga memohan maaf kesalahan beliau semasa hidupnya. Semoga beliau tenang di sisi-Nya,” tandasnya.

Share: Karya Terakhir NH Dini untuk Indonesia