General

Kampanye Caleg Lewat Komik: Kreasi Demi Hapus Politik Uang

Ramadhan — Asumsi.co

featured image

Calon legislatif (caleg) yang bertarung di Pemilihan Legislatif (Pileg) 2019 berlomba-loma merebut hati masyarakat untuk mendulang suara sebanyak mungkin agar bisa duduk di parlemen. Berbagai cara dilakukan, termasuk mengemas kampanye sekreatif mungkin. Hal itu dilakukan karena masyarakat tidak lagi bisa dibohongi pakai janji-janji belaka tanpa realisasi.

Seiring berkembangnya zaman ke era digital, penggunaan media sosial pun jadi tak terelakkan. Nyaris sebagian besar caleg, terutama caleg milenial di Pileg 2019, memanfaatkan jejaring media sosial untuk melancarkan kampanye. Pilihan bentuk kampanyenya pun beragam pula, ada yang mengajak diskusi, berdebat, sharing informasi-informasi penting, ‘menjual’ program kerja, sampai berujung membuat acara atau kopi darat (kopdar).

Namun, bukan berarti setelah menggunakan media sosial, caleg jadi mutlak dipilih, belum tentu juga. Mereka-mereka yang bermimpi bisa masuk ke parlemen harus pintar-pintar mencari celah berkreasi untuk menaklukkan konstituennya di dapil masing-masing. Misalnya saja yang dilakukan oleh Permaswari Wardani, caleg dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI).

Selain memaksimalkan peran media sosial pribadinya, Permaswari juga punya cara yang tak kalah kreatifnya. Yes, ia memilih memaksimalkan potensinya sebagai seorang arsitek dan interior designer, dengan menggambar komik sebagai bahan kampanyenya. Jika sebagian besar caleg sibuk minta dijepret fotografer untuk mempromosikan dirinya lewat baliho, Permaswari justru melukis dirinya sendiri lewat tangan sendiri.

Lewat Komik Hapus Politik Uang

Permaswari sendiri mengakui bahwa keputusannya untuk membuat komik hasil kreasi sendiri sebagai medium kampanye, lebih karena minimnya dana kampanye. Ia pun harus memutar otak lantaran tidak memiliki banyak dana, lalu ia memilih menggambar komik bertema politik. Apalagi masyarakat saat ini tidak hanya ingin dijejali janji-janji politik saja.

“Bermula dari hanya kelilingan dan membagikan kartu nama, sambil menjelaskan dan ngobrol dengan warga. Namun ada satu kejadian, ketika saya bertemu dengan warga yang tampak tidak suka,” kata Permaswari kepada Asumsi.co bercerita soal alasannya mulai menggambar komik untuk media kampanyenye, Kamis, 18 Oktober 2018.

Saat blusukan itu, warga tampak memandang Permaswari sebelah mata lantaran tak membawa apa-apa layaknya caleg-caleg selama ini dengan berbagai bingkisan yang bisa dibagi-bagi. Momen itu lah yang membuatnya mulai berpikir untuk menggambar komik. Lewat komik, ia ingin menegaskan bahwa kampanye bukan selalu soal politik uang, lebih dari itu, adalah soal kreasi dan penyampaian pesan kepada masyarakat.

“Setelah saya telusuri, karena seolah-olah saya itu caleg yang pelit, tidak memberikan apa-apa, tidak ada amplop, nah di sini dalam hati saya, saya harus kasih tau nih alasan saya kenapa saya enggak bagi-bagi uang, jadi saya gambar pengalaman tersebut dan saya jadikan brosur,” ujarnya.

Komik Permaswari pun disambut baik. Ternyata visual dan cerita politik tentang dirinya sendiri di dalam komik itu bisa membuat masyarakat lebih mudah memahami. Di samping itu, misinya untuk tidak membagi-bagikan uang kepada masyarakat agar dipilih, akhirnya bisa terpenuhi.

“Sepertinya setelah dituang dalam bentuk komik, masyarakat yang saya temui juga lebih seru bacanya dibanding hanya tulisan-tulisan saja, sekaligus saya klarifikasi kenapa saya tidak bagikan uang,” kata Caleg DPRD DKI Dapil 7 di Kebayoran Lama, Kebayoran Baru, Cilandak, Pesanggrahan, dan Setiabudi itu.

Ada Pesan yang Ingin Disampaikan

Permaswari harus memikirkan konten komik sekreatif mungkin agar masyarakat yang melihat bisa mudah memahami. Setidaknya ada tiga seri komik yang digambar, diterbitkan, dan dibagi-bagi ke masyarakat untuk menjelaskan pesan-pesannya. Apa saja ya?

“Cerita pengalaman di seri komik ke-1, namun di seri kedua dan tiga isinya hanya pendidikan politik saja, hasil diskusi dengan teman sesama caleg.”

Menurut Permaswari, inti dari ketiga komik itu adalah pendidikan politik tentang bagaimana warga jangan sampai terbuai hanya dengan janji manis dan barang-barang yang diberikan oleh caleg saja. Yang penting, bagi Permaswari, adalah pelajari caleg yang bakal dipilih, pelajari backgroundnya, pelajari rekam jejaknya, dan pelajari potensinya.

Sejauh ini, meski ini kali pertama Permaswari membuat komik untuk kebutuhan kampanye politiknya, ia justru tak menyangka dengan tanggapan publik. Selain membagikannya secara langsung ke masyarakat, ia juga tak lupa untuk memaksimalkan kekuatan media sosial dengan meminta tokoh-tokoh penting untuk ikut menyebarkan kampanye kreatifnya tersebut.

Salah satu misalnya saat Permaswari meminta bantuan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD untuk ikut menyebarkan karyanya. Beruntung, permintaanya tersebut dipenuhi oleh Mahfud dan komik karyanya itu akhirnya tersebar luas.

“Ini saya tidak menyangka dan di luar ekspektasi, tapi memang saya berusaha mention-mention tokoh-tokoh politisi, tokoh-tokoh artis, nge-tag mereka di komik-komik politik saya, ternyata mereka responnya luar biasa.”

“Mereka juga turut men-share komik saya, sehingga tiba-tiba saya menjadi mendapat respon dari masyarakat lebih luas lagi. Untungnya adalah saya jadi punya banyak teman-teman di sosial media yang pro aktif memberikan masukan-masukan untuk saya, saya sangat bersyukur kepada Tuhan.”

Waktu, Tantangan Utama dalam Proses Ini

Bukannya tanpa masalah, Permaswari juga menghadapi berbagai kerumitan dan tantangan ketika harus memilih cara kampanye anti mainstream dengan menggambar komik tersebut. Apalagi, ia benar-benar memulainya dari nol, karena ini pertama kalinya ia terjun ke dunia politik dan jadi caleg. Jadi, semua yang dijalankan, termasuk membuat komik, benar-benar dijalankan sendirian.

Perempuan berkerudung itu mengakui bahwa memang gerakan yang ia bangun sejauh ini tidak terstruktur, apalagi ia sama sekali belum punya tim sukses yang bisa meringankan tugas-tugasnya, dan belum punya relawan juga. Meski begitu, ia yakin dengan kemampuan dan skillnya sebagai seorang yang berprofesi sebagai arsitek, dengan menggambar komik politik.

Tantangan nyata yang dihadapi Permaswari sejauh ini adalah soal waktu. Ia harus pintar-pintar membagi waktu, karena proses menggambar komik memang membutuhkan waktu yang sangat panjang. Butuh kerja keras untuk bisa menyelesaikan satu seri komik yang dibuatnya.

“Karena saya bergerak masih sendiri, sulitnya adalah waktu, karena proses menuangkan ide ke sketsa di sketch book, merapikannya dengan drawing pen, scan gambar, edit di Photoshop, susun gambar menjadi kotak-kotak komik, sangat memakan waktu, saya kerja keras sekali untuk bisa mengeluarkan 1 seri komik saja.”

Waktu semakin menjadi penting bagi Permaswari mana kala sederet agenda lain sudah menunggu di depan dan tidak bisa dikompromi. Selain menggambar komik, yang butuh waktu lama, ia juga harus membagi waktu untuk blusukan, menemui masyarakat di dapilnya. Belum lagi urusan pekerjaannya sendiri untuk menopang biaya hidup sehari-hari.

Banyaknya agenda dan pekerjaan itu ditambah bertumpuk lagi ketika Permaswari juga harus menjalani tugasnya sebagai seorang ibu rumah tangga. Ya, ia memiliki tiga orang anak yang setiap harus diurus. Bisa dibayangkan kan perempuan macam Permaswari ini menjalani banyak pekerjaan dalam satu waktu?

“Sementara saya harus kelilingan juga, harus tetap cari proyek desain arsitektur interior juga, demi mendapat tambahan untuk ongkos kampanye (bukan untuk money politics) dan harus sambil mengurus tiga anak, jadi mengatur waktu yang paling sulit,” ujarnya.

“Tapi Alhamdulillah, satu orang sahabat saya bersedia nanti membuatkan video juga, jadi ya seperti yg tadi saya bilang, ikutin jalan Tuhan saja sesuai kemampuan saya.”

Sekadar informasi, menurut penjelasan Permaswari, ia hanya butuh dana sekitar Rp 1.500.000 sejauh ini untuk mencetak seluruh keperluan kampanyenya, dalam hal ini brosur dalam bentuk komik dan kartu nama. Ia sendiri berusaha menekan biaya karena sedari awal ia tak mau terlalu terbebani oleh biaya dan lebih mengedepankan ide dan kreatifitas.

“Saya cetak itu Rp 350.000 untuk mendapatkan 500 lembar cetakan dan saya udah cetak dua kali. Jadi sejauh ini, saya udah mengeluarkan dana sebesar Rp 1.500.000 untuk keperluan mencetak brosur (komik) dan kartu nama,” kata Permaswari.

“Lalu, booklet visi misi habis Rp. 1.000.000 dan dapat 500 lembar juga (booklet visi misi saya sertakan juga komiknya). Kartu nama habis Rp 75.000 dapat 300 buah, tapi saya juga lupa udah cetak berapa kali.”

“Tapi, kalo di masa kampanye ini saya baru cetak sekali sih kartu nama, sebelumnya pas baru jadi bacaleg,” ujarnya.

Share: Kampanye Caleg Lewat Komik: Kreasi Demi Hapus Politik Uang