General

Kader Partai Gerindra yang Jadi Anggota KPU Akan Dapat Sanksi dari Dewan Kehormatan

Winda Chairunisyah Suryani — Asumsi.co

featured image

Sebagai penyelenggara pemilihan umum (pemilu), Komisi Pemilihan Umum (KPU) memiliki sederet peraturan demi berjalannya sistem domokrasi yang netral dan adil. Namun baru-baru ini ada pelanggaran yang terjadi di dalam tubuh KPU Tangerang Selatan (Tangsel), Provinsi Banten. Seorang anggota bernama Ajat Sudrajat, kabarnya akan dijatuhkan sanksi oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

Ajat, dalam sidang DKPP, dinilai menyembunyikan data rekam jejak sebagai pengurus Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) saat mendaftar menjadi anggota KPU Tangsel. Dalam riwayat kerja non kepemiluan, ia disebut sengaja tidak mencantumkan riwayat pekerjaan secara terbuka sewaktu mendaftar sebagai penyelenggara Pemilu. Ajat hanya menerangkan bahwa dirinya sebagai wiraswasta.

“Tindakan Teradu yang tidak memuat rekam jejak sebagai Tenaga Ahli pada salah satu Fraksi di DPR RI dapat menimbulkan praduga bahwa ada fakta yang disembunyikan terkait netralitas Teradu,” demikian pertimbangan DKPP dalam putusan yang dikutip dari website DKPP, Senin, 21 Januari 2019.

Komisioner KPU Banten Mashudi pun telah membenarkan pemberian sanksi yang akan diterima oleh Ajat. Menurut pria kelahiran Aceh itu, pelanggaran yang dilakukan oleh Ajat awalnya dilaporkan oleh Badan Pengawal Pemilu (Bawaslu) yang kemudian melaporkannya ke DKPP. Mashudi pun mengatakan bahwa Ajat akan dikenai sanksi sesuai dengan bukti keterangan dari teradu dan pengadu.

“Oleh Bawaslu diteruskan ke DKPP, proses di sidang kode etik dengan pemeriksaan saksi, bukti keterangan teradu dan pengadu, maka oleh majelis diberi sanksi pelangaran berat,” kata Mashudi.

Kode Etik Penyelenggara Pemilu

Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) bermula dari pembentukan Dewan Kehormatan Komisi Pemilihan Umum (DK-KPU). DK-KPU dibentuk untuk memeriksa pengaduan atau laporan adanya dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh anggota KPU. Sedangkan untuk pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh anggota Bawaslu, dibentuk DK-Bawaslu.

Tanggal 12 Juni 2012 DK KPU secara resmi berubah menjadi Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Berdasarkan UU No.15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum, tugas DKPP, fungsi, dan kewenangan menjangkau seluruh jajaran penyelenggara pemilu baik itu KPU mapun Bawaslu.

Sebagai dewan kehormatan, DKPP memiliki sejumlah pedoman kode etik yang perlu dipatuhi. Dalam kasus yang dialami Ajat saat ini, DKPP berpendapat bahwa telah ada pelanggaran kode etik yang tercantum dalam Pasal 9, yaitu;

“Menyampaikan seluruh informasi yang disampaikan kepada publik dengan benar berdasarkan data dan/atau fakta.”

Jangankan masuk sebagai anggota partai politik, sebagai penyelenggara Pemilu, seorang anggota KPU harusnya bersikap jujur dan netral. Hal ini jugalah yang tertera dalam Kode Etik di Pasal 8, yang terdiri dari;

a. netral atau tidak memihak terhadap partai politik, calon, pasangan calon, dan/atau peserta Pemilu;

b. menolak segala sesuatu yang dapat menimbulkan pengaruh buruk terhadap pelaksanaan tugas dan menghindari intervensi pihak lain;

c. tidak mengeluarkan pendapat atau pernyataan yang bersifat partisan atas masalah atau isu yang sedang terjadi dalam proses Pemilu;

d. tidak mempengaruhi atau melakukan komunikasi yang bersifat partisan dengan peserta Pemilu, tim kampanye dan pemilih;

e. tidak memakai, membawa, atau mengenakan simbol, lambang atau atribut yang secara jelas menunjukkan sikap partisan pada partai politik atau peserta Pemilu tertentu;

f. tidak memberitahukan pilihan politiknya secara terbuka dan tidak menanyakan pilihan politik kepada orang lain; dan lainnya.

Lalu, bagaimana bisa bersikap adil terhadap seluruh partai yang ada, jika seorang anggota KPU ternyata masuk dalam jajaran organisasi politik. Hal itulah yang perlu diwanti-wanti agar penyelenggra Pemilu bisa menjalankan tugasnya dengan lebih berimbang.

Bantahan dari Pihak Gerindra

Sebelum menjadi komisioner KPU Tangsel, Ajat diduga merupakan Tenaga Ahli anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari Partai Gerindra Bambang Haryo Soekartono. Selain itu, Ajat juga masuk dalam Surat Keterangan (SK) Dewan Pengurus Cabang (DPC) Partai Gerindra Kota Tangerang Selatan Nomor: BN-04/09-002/Kpts/DPC-Gerindra/2017 yang dibuktikan dengan identitas kependudukan dan kartu keanggotaan partai.

Namun Wakil Ketua Umum Bidang Hukum dan Advokasi Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad membantah bahwa pria yang disebut dalam sidang DKPP adalah kadernya. Menurutnya, sanksi yang diberikan kepada Ajat hanya untuk urusa politik belaka.

“Ini biasa kan namanya dunia politik, tapi pengurus Gerindra tidak ada nama yang bersangkutan, saya pastikan itu. Karena politisasi terus diangkat-angkat,” ujar Sufmi Dasco Ahmad, Senin, 21 Januari 2019.

Bahkan menurut Dasco, Gerindra sudah memberi bantahan saat dimintai klarifikasi dalam sidang DKPP. Ia menduga ada kesamaan nama antara Ajat anggota KPU Tangerang dengan pengurus ranting Gerindra di Tangerang yang setingkat dengan Pengurus Anak Cabang  (PAC).

“Kami juga sudah dimintai klarifikasi oleh DKPP. Kita enggak tahu motifnya apa, tapi yang bersangkutan dilaporkan sebagai pengurus. Di tingkat PAC atau ranting kalau enggak salah kebetulan ada yang namanya sama, kemudian yang bersangkutan disangkakan pengurus Gerindra PAC,” sebut Dasco.

Dasco juga menanggapi foto yang tersebar, di mana Ajat menggunakan kemeja dengan lambang Partai Gerindra di dadanya. Namun, hal itu juga sudah disanggah saat sidang DKPP.

“Itu sudah dibantah waktu sidang DKPP. Katanya ada foto, tapi foto itu kan enggak dicek di lab forensik, apakah itu fotonya croping apa gimana,” sambung anggota Komisi III DPR yang membidangi urusan hukum itu.

Share: Kader Partai Gerindra yang Jadi Anggota KPU Akan Dapat Sanksi dari Dewan Kehormatan