Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumumkan kelanjutan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat yang diketahui berakhir hari ini, Selasa (20/7/21).
Di awal pengumumannya, Jokowi mengungkapkan Penerapan PPKM Darurat yang dimulai tanggal 3 Juli 2021 yang lalu adalah kebijakan yang tidak bisa dihindari oleh pemerintah.
“Harus diambil meski itu sangat berat. Ini dilakukan untuk menurunkan penularan COVID-19 dan mengurangi kebutuhan masyarakat untuk pengobatan di rumah sakit, sehingga tidak membuat lumpuhnya rumah sakit karena over kapasitas pasien COVID-19, serta agar pelayanan kesehatan untuk pasien dengan penyakit kritis lainnya tidak terganggu kemudian terancam nyawanya,” jelas Jokowi melalui keterangan pers virtual yang disiarkan kanal YouTube Sekretariat Presiden.
Presiden bersyukur, setelah dilaksanakan PPKM Darurat, terlihat dari data yang dimilikinya bahwa penambahan kasus dan kepenuhan kasur di rumah sakit mengalami penurunan. “Kita selalu memantau, memahami dinamika di lapangan juga mendengar suara-suara masyarakat yang terdampak PPKM,” ucapnya.
Berdasarkan pertimbangan ini, Jokowi memutuskan PPKM Darurat yang berlaku saat ini di Jawa-Bali dan berbagai daerah dilanjutkan sampai tanggal 26 Juli mendatang.
“Jika tren kasus terus mengalami penurunan, maka tanggal 26 Juli 2021, pemerintah akan melakukan pembukaan secara bertahap,” kata Jokowi.
Berikut kebijakan pembukaan secara bertahap yang akan diterapkan jika terjadi tren penurunan kasus COVID-19:
“Saya minta kita semua bisa bekerjasama dan bahu membahu untuk melaksanakan PPKM ini, dengan harapan kasus akan segera turun dan tekanan kepada rumah sakit juga menurun. Untuk itu, kita semua harus meningkatkan kedisiplinan dalam menerapkan protokol kesehatan, melakukan isolasi terhadap yang bergejala dan memberikan pengobatan sedini mungkin.”
Bantuan Untuk Masyarakat
Jokowi mengatakan, pemerintah akan terus membagikan paket obat gratis untuk OTG dan gejala ringan yang direncanakan sejumlah dua juta paket. Tak hanya itu, pemerintah juga mengalokasikan tambahan anggaran perlindungan sosial sebesar Rp55,21 triliun yang berupa bantuan tunai, bantuan sembako, bantuan kuota internet dan subsidi listrik.
Pemerintah juga memberikan insentif untuk usaha mikro informal sebesar sebesar Rp1,2 juta untuk sekitar satu juta usaha mikro. “Saya sudah memerintahkan kepada para Menteri terkait untuk segera menyalurkan bansos tersebut kepada warga masyarakat yang berhak.”
“Saya mengajak seluruh lapisan masyarakat, seluruh komponen bangsa, untuk bersatu padu melawan COVID-19 ini. Dengan usaha keras kita bersama, Insya Allah kita bisa segera terbebas dari COVID-19 dan kegiatan sosial dan kegiatan ekonomi masyarakat bisa kembali normal.”
Relaksasi PPKM Harus Hati-Hati
Koordinator Tim Pakar dan Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan COVID-19, Wiku Adisasmito, sebelumnya mengatakan, relaksasi PPKM perlu dilakukan dengan penuh kehati-hatian. Sebab, berkaca dari pengetatan dan relaksasi yang diambil pemerintah selama 1,5 tahun terakhir, langkah yang tidak tepat dan tidak didukung oleh seluruh masyarakat dengan baik dapat memicu kenaikan kasus yang lebih tinggi.
“Saat relaksasi selama 13 sampai 20 minggu, kasus kembali meningkat hingga 14 kali lipat. Ini perlu menjadi refleksi penting pada pengetatan yang saat ini dilakukan. Hingga saat ini kasus masih mengalami peningkatan hingga dua kali lipat dengan jumlah kasus aktif 542.938, atau 18,65 persen. Tentunya kenaikan tidak terlepas bahwa beberapa varian COVID saat ini yang telah masuk ke Indonesia, khususnya varian delta yang telah mencapai 661 kasus di pulau Jawa-Bali,” ujar Wiku.
Ia mengatakan, pengetatan tidak bisa dilakukan terus menerus karena membutuhkan sumber daya yang sangat besar dengan risiko korban jiwa yang telalu tinggi serta berdampak pada ekonomi. Penanganan COVID-19, kata Wiku, dapat berhasil dan efektif apabila saat keputusan relaksasi diambil, keputusan tersebut dipersiapkan dengan matang dan adanya komitmen dalam melaksanakan kebijakan atau kesepakatan dari seluruh unsur pemerintah dan masyarakat. Kedua hal ini menjadi kunci terlaksananya relaksasi yang efektif dan aman serta tidak memicu kasus kembali melonjak.
“Sayangnya, melalui pembelajaran yang ditemukan di lapangan selama ini, keputusan relaksasi tidak diikuti dengan sarana prasarana, fasilitas pelayanan kesehatan dan pengawasan protokol kesehatan yang ideal. Relaksasi pun disalahartikan sebagai keadaan aman, sehingga protokol kesehatan dilupakan dan penularan kembali terjadi di masyarakat dan menyebabkan kasus kembali meningkat,” ucap dia.