Budaya Pop

Jejak Elly Kasim, ‘Si Kutilang Minang’ dari Orkes Kumbang Tjari hingga Jadi Diva Pop Minang

Irfan — Asumsi.co

featured image
Penyanyi Elly Kasim. Foto: Instagram @ellykasim.ek.

Elly Kasim hari ini berpulang. Penyanyi senior kelahiran 27 September 1944 itu, meninggal dunia di usianya yang ke-76 dini hari tadi. Berjuluk ‘Kutilang Minang’, Elly memulai karier profesionalnya di awal dekade 1960. Dengan puluhan karya yang direkam ke dalam beragam format dari Piringan Hitam sampai digital, tak heran kalau Elly punya pengaruh. Raganya mungkin tak lagi ada, tapi karyanya abadi.

Membicarakan Elly, tentu tak akan luput dari kiprahnya di ranah musik pop Minang. Ia termasuk salah satu eksponen awal dari geliat musik tanah Sumatera Barat itu.

Memang, pop Minang tidak dipantik dari tanah lahirnya di Sumatera sana. Namun justru, dari Jakarta oleh para diaspora Minang yang mengadu nasib ke ibukota. Dimulai oleh Orkes Gumarang pimpinan Anwar Anif, Alidir, dan Asbon Masjid pada pertengahan dekade 50.

Lalu muncul sejumlah orkes serupa yakni Zaenal Combo pimpinan Zaenal Arifin, Teruna Ria pimpinan Oslan Husein, dan Kumbang Tjari pimpinan Nuskan Syarif yang semula juga aktif di Gumarang. Elly bergabung dengan orkes terakhir.

Baca Juga: Drumer Rolling Stones Charlie Watts Meninggal Dunia | Asumsi

Beda dengan musik Minang klasik, Pop Minang mengejawantahkan kekayaan musik etnik Minang dengan musik barat yang ramai saat itu. Kebanyakan, dipadupadankan dengan irama musik Mambo atau beat yang tenar di Eropa/Amerika. Tak heran kalau kemudian gaya ini juga dikenal sebagai Sumatran Mambo.

Masa Awal Bersama Kumbang Tjari

Elly muda memang sudah dikenal piawai dalam dunia tarik suara. Dengan nama kecil Ellimar, Elly diperkenalkan pada musik oleh sang paman, Yanuar. Mengutip pernyataan Elly di JPNN Podcast, Yanuar disebut pandai bermain harmonium.

Kegemarannya bernyanyi semakin menonjol saat ia pindah ke Pekanbaru. Ia mulai mengikuti sejumlah lomba dan berhasil menyabet gelar juara. Dari sini, pengalamannya di industri musik makin bertambah.

Hingga suatu hari, sang paman memperkenalkan Elly muda dengan Syamsul Arifin, pemimpin Orkes Ganto Rio. Elly lantas bergabung. “Itu sahabatnya paman,” kata Elly.

Bersama Ganto Rio, Elly mulai aktif naik panggung. Saat itu, ia masih menggunakan nama Ellimar. Namun, sesaat kemudian, Orkes Ganto Rio berubah nama menjadi Kumbang Tjari. Nuskan Syarif mengambil alih kepemimpinan orkes dan memberi nama baru buat Elly dari yang semula Ellimar menjadi Elly Kasim.

Mengutip Padang Kita, nama ‘Kumbang Tjari’ didapat Nuskan dari usulan Elly. ‘Kumbang Tjari’ adalah judul lagu ciptaan Nuskan yang dibawakan oleh Orkes Gumarang saat Nuskan masih sering membantu orkes pionir pop Minang itu.

Di era Kumbang Tjari inilah, Elly mulai merekam debut pertamanya. Saat itu tahun 1961. Musik barat tengah diramaikan oleh pengaruh rock selancar ala The Shadows, hingga Latin atau Musik Karibia seperti cha-cha atau calypso. Tak heran kalau kemudian, di debut ini pun pengaruh-pengaruh tadi begitu terasa.

Otentik dengan permainan gitar Nuskan yang merupakan satu-satunya lead gitar di orkes ini, Elly memadupadankan dengan dialek dan cengkok Minang yang khas. Beberapa yang jadi highlight di album ini di antaranya Asmara Dara, Taratak Tingga, Kumbang Djanti, dan Langkisau.

Merekam Album Solo

Hanya setahun setelah itu, Elly mulai makin dikenal. Di album Kumbang Tjari (Bali Records, 1962) bahkan nama Elly sudah tertera di sampul depan album bersanding dengan nama Nuskan Sjarif sang pemimpin orkes.

Di tahun 1966, Elly mulai merilis album solonya. Dengan tampilan khas penyanyi Ye Ye Pop Prancis yang terpampang di sampul depan, dibubuhkan juga kalimat “Dengan Gajanja Jang Tersendiri” ditulis di bawah nama Elly.

Baca Juga: Benarkah Orang Indonesia Sulit Menerima Budaya Sendiri Jadi Karya Kreatif? | Asumsi

Seolah menampilkan Elly dalam konsep pribadinya, album rilisan Irama dengan musik pengiring Orkes Arsianti ini, muncul dengan lagu hits Kudaku Lari. Di dekade 90-an, lagu ini pernah dijadikan intro pembuka buat lagu Anak Ayam milik duo hip-hop Malaysia, Too Phat.

Dari situ, Elly malang melintang. Di dekade 60-an saja, mungkin sudah ada satu lusin rilisan atas namanya. Ia juga bekerja sama dengan sejumlah band pengiring. Selain Arsianti tadi, ia bekerja sama dengan Band Electrica pimpinan Iwan Setiawan, hingga kompatriot pop Minang lainnya, Zaenal Combo pada album Djam Gadang (Jasmine Records, 1969) atau Main Kim (Mesra Records, 1969).

Seperti banyak karya yang muncul tahun itu, di era ini, karya Elly bersama sejumlah band pengiring juga masih bercorak barat. Bahkan, cakupannya lebih luas ke gaya soul groove, psikedelik hingga world music.

Di tahun 1971, Elly yang sudah mahsyur sebagai Diva Pop Minang, merekam rilisan bersama sang pionir orkes Pop Minang, Gumarang. Dalam album Bapisah Bukannjo Batjarai ini, Elly mengisi sejumlah trek bersama vokalis lainnya, Nurseha.

Tetap Eksis Hingga Akhir

Elly tentu makin menua. Tapi hasratnya pada musik tak pernah pudar. Mencurahkan mungkin lebih dari separuh hidupnya untuk musik, Elly aktif menelurkan rilisan walau sekadar dalam balutan album kompilasi.

Pada 2017, di usianya yang ke-73, ia juga pernah membuat konser tunggal memperingati 57 tahun kariernya di kancah musik. Bertajuk Menjulang Bintang, 57 Tahun Elly Kasim Berdendang, Elly membuktikan kalau kariernya sebagai penyanyi tak pernah habis.

Konser itu digelar di Teater Jakarta Taman Ismail Marzuki, Sabtu (29/7/2017). Dihadiri ratusan penonton yang di antaranya para pejabat, Elly membuktikan bahwa ia tak pernah ditinggal penggemar.

Baca Juga: Tentang Mendiang Joey Jordison, Kiprahnya di Slipknot hingga Kematiannya | Asumsi

Meski senior, ia juga tak pernah lupa pada dunia yang membesarkan namanya. Dalam wawancara dengan Harian Pikiran Rakyat pada 2017, ia menilai perlunya regenerasi musisi Pop Minang. Meski melejit di dekade 90, ia melihat kalau banyak musisi atau penyanyi Minang yang tak konsisten. Saat populer mereka memilih berpindah haluan.

“Sayang penyanyi Minang kebanyakan tidak konsisten. Kadang-kadang sudah populer tiba-tiba berhenti setelah kawin,” kata Elly.

Pelantun Ayam Den Lapeh itu pun berpesan agar konsistensi ini dijaga. Selain itu, ketika sudah terkenal hendaknya tetap berendah hati dan menciptakan khas sendiri.

“Harus pandai bersosialisai kepada siapapun. Konsisten dengan ciri khas kalian. Jangan berubah-ubah. Jangan malu jadi penyanyi Minang,” ucapnya.

Kini, Elly Kasim sudah tiada. Namun, karya-karya dari kurang lebih 100 album yang telah dilahirkan, akan terus dikenang para penggemarnya.

Selamat jalan, Elly Kasim. Semoga tenang di sisi-Nya.

Share: Jejak Elly Kasim, ‘Si Kutilang Minang’ dari Orkes Kumbang Tjari hingga Jadi Diva Pop Minang