Budaya Pop

Jadi Korban UU ITE, Ahmad Dhani Bantah Menyebarkan Ujaran Kebencian

Winda Chairunisyah Suryani — Asumsi.co

featured image

Musisi Ahmad Dhani Prasetyo mendapatkan hukuman satu tahun enam bulan penjara atas kasus ujaran kebencian. Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menyatakan Dhani terbukti menimbulkan kebencian terhadap suatu golongan dengan menyuruh melakukan, menyebarkan informasi atas golongan berdasarkan suku, agama, dan ras. Hal ini terkait cuitannya di akun twitter @AHMADDHANIPRAST.

“Menyatakan terdakwa Ahmad Dhani terbukti bersalah dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi untuk menimbulkan rasa kebencian. Menjatuhkan pidana penjara selama satu tahun enam bulan memerintahkan agar terdakwa ditahan,” ujar ketua Hakim Ketua Ratmoho di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin, 28 Januari 2019.

Putusan tersebut lebih ringan dibandingkan dengan tuntutan yang dilayangkan oleh Jaksa Penuntut Umun (JPU). Dalam sidang tuntutan beberapa waktu lalu, Dhani sempat dituntut dua tahun penjara oleh JPU. Sebab ia terbukti melanggar Pasal 45A ayat (2), juncto Pasal 28 ayat 2 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Namun, dalam pertimbangannya, hakim menyebut ada hal yang membuat hukumannya lebih ringan, salah satunya Dhani tidak pernah dihukum dan juga berkelakuan baik selama proses persidangan.

Usai putusan tingkat pertama, Dhani langsung menjalani penahanan di rumah tahanan Cipinang, Jakarta Timur. Kuasa hukumnya Ahmad Dhani, Hendarsam Marantoko juga sempat mengaku kecewa terhadap putusan majelis hakim PN Jakarta Selatan. Oleh karena itu Hendarsam akan mengajukan banding  ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pada hari ini, Selasa, 29 Januari 2019.

“Kita akan langsung daftarkan banding hari Selasa,” kata Hendarsam Marantoko, pengacara Dhani di Jakarta, Senin kemarin.

Peneliti dari Institute for Security and Strategic Studies (ISeSS) bidang kepolisian, Bambang Rukminto mengatakan, UU ITE yang saat ini melilit Ahmad Dhani memang sangat karet atau multitafsir. Polisi bahkan bisa membuat tafsirnya sendiri. Menurut Bambang, bila polisi mendapat keterangan ahli yang tidak sesuai dengan tujuan mereka, boleh jadi mereka mencari ahli lain hingga pendapat mereka searah.

Sementara ini pula, yang dimaksud ahli juga tidak ditetapkan, hingga akhirnya polisi yang menjadi juru tafsir bagi undang-undang. Bahkan pasal karet yang membuat orang-orang terpidana sampai membuat Paguyuban Korban UU ITE. Mereka semua mendesak pemerintah menghapus seluruh pasal karet dalam UU ITE, terutama, Pasal 27 Ayat 3 dan Pasal 28 Ayat 2.

Awal Mula Kasus Ahmad Dhani

Suami Mulan Jameela ini dinyatakan terbukti bersalah karena menyebarkan informasi yang kemudian menimbulkan rasa kebencian terhadap suatu golongan melalui kicauannya di akun Twitter pada tahun 2017 silam. Kicauan-kicauan itu dilaporkan oleh Jack Boyd Lapian, seorang cucu dari Pahlawan Nasional Bernard Wilhelm Lapian. Ada tiga kicauan yang dilaporkan, pertama diunggah oleh akun Twitter @AHMADDHANIPRAST pada 7 Februari 2017  yang bertuliskan “Yg menistakan Agama si Ahok… yg di adili KH Ma’ruf Amin…ADP.”

Kemudian kicauan kedua diunggah pada 6 Maret 2017, yang isinya, Siapa saja yg dukung Penista Agama adalah Bajingan yg perlu di ludahi mukanya – ADP.” Sementara kicauan ketiga juga diunggah pada 7 Maret 2017, yang mengatakan, “Sila Pertama KETUHANAN YME, PENISTA Agama jadi Gubernur…kalian WARAS??? – ADP.”

Ketiga tulisan itulah yang membuat Ahmad Dhani divonis 1 tahun penjara 6 bulan penjara. Namun, menurut pendiri grup musik Dewa 19 itu, status tersangkanya adalah hal yang aneh. Ia juga bernaggapan polisi tidak memahami, ujaran kebencian sebenarnya.

“Polisi tidak paham, ujaran kebencian itu adalah pernyataan kebencian kepada sesuatu yang baik. Pernyataan kebencian kepada sesuatu hal yang buruk itu bukan ujaran kebencian. Kok dilarang membenci sesuatu yang buruk,” kata Dhani pada Kamis, 18 Oktober 2018 lalu.

Menurut Dhani, tuduhan ujaran kebencian yang dijatuhkan kepadanya dianggap tidak tepat. Dia mengaku tidak pernah merasa membenci orang Tionghoa. Ia juga menepis anggapan bahwa dirinya melakukan ujaran kebencian terhadap orang katolik.

“Saya tidak pernah merasa membenci orang Tionghoa. Saya enggak pernah punya record membenci orang Tionghoa. Partner bisnis saya orang Tionghoa. Tante saya Katolik, oma saya Katolik, sepupu saya Katolik, kalau saya dianggap melakukan ujaran kebencian kepada suku dan ras ya salah, karena saya tidak punya record, gitu saja,” ungkap Dhani usai sidang putusan.

Ia pun merasa tidak ada yang salah dari tweet yang dikasuskan. Baginya, penista agama tetaplah bajingan yang perlu diludahi, “Itu adalah kebenaran, dan tidak ada siapapun yang bisa melarang saya mengatakan seperti itu,” katanya.

Share: Jadi Korban UU ITE, Ahmad Dhani Bantah Menyebarkan Ujaran Kebencian