Isu Terkini

Izin Bolt, First Media, dan Jasnita Dicabut, Bagaimana Nasib Perusahaan Serta Pelanggannya?

Winda Chairunisyah Suryani — Asumsi.co

featured image

Setiap frekuensi yang ada di dunia digunakan untuk menyalurkan informasi dari perangkat pemancar ke perangkat penerima. Namun keberadaan frekuensi ini merupakan sumber daya alam yang terbatas. Padahal fungsinya sangat luas, seperti untuk jaringan telekomunikasi, dukungan komunikasi untuk keperluan pertahanan, keamanan negara, penanggulangan bencana, pencarian, dan pertolongan, serta banyak hal lainnya.

Makanya perlu adanya instansi yang bisa mengelola sumber daya alam terbatas itu. Sebagai administrator di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia,  Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), Direktorat Jenderal Sumber Daya, dan Perangkat Pos dan Informatika (Ditjen SDPPI) punya peranan dalam pengelolaan atau manajemen spektrum frekuensi tersebut. Termasuk punya hak dalam mencabut izin penggunaan frekuensi wireless 4G LTE di pita 2,3 GHz dari PT Internux (Bolt), PT First Media Tbk (KBLV), dan PT Jasnita Telekomindo.

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Hubungan Masyarakat (Humas) Kemenkominfo Ferdinandus Setu mengungkapkan bahwa ketiga perusahaan tersebut dianggap tidak memiliki niat baik (good will) untuk melunasi tunggakan kewajibannya. “Surat [pencabutan izin] akan kami kirimkan siang ini atau sore nanti. Mulai hari ini mereka sudah tidak bisa lagi menggunakan frekuensi tersebut,” ujar Ferdinandus dikuti dari CNBC Indonesia TV, Senin, 19 November 2018.

Dengan pencabutan izin itu maka ketiga perusahaan tersebut dilarang menggunakan frekuensi wireless 4G LTE di pita 2,3 GHz. Sebelum mencabut izin, Ferdinandus telah menegaskan bahwa Kemenkominfo sudah melayangkan surat peringatan pertama dan kedua dengan jeda waktu masing-masing satu bulan. Namun hingga 17 November 2018 kemarin, manajemen ketiga perusahaan belum memenuhi kewajibannya.

Sebagai pemilik Bolt, Lippo Group punya tagihan Biaya Hak Pengguna (BHP) frekuensi radio 2,3 GHz yang menunggak sejak 2016-2018 dengan jumlah Rp 500 miliar. Sedangkan tunggakan yang dimiliki PT Jasnita Telekomindo sebesar Rp 2,19 miliar. Padahal kedua perusahaan tersebut sudah diberikan izin frekuensi sejak November 2009. Untuk Bolt sendiri pemerintah memberikan izin di zona Sumatera Utara dan zona Jabodetabek juga Banteng.

Nasib Pengguna Modem Bolt

Pencabutan izin frekuensi tentunya akan mengganggu sebagian aktivitas pelanggan yang sudah mencapai 3 juta sampai akhir 2017 kemarin. Ferdinandus selaku perwakilan dari Kemenkominfo mengingatkan agar tiga penyelenggara Broadband Wireless Access (BWA) tersebut untuk segera menghentikan layanannya. Jika Surat Keputusan (SK) terkait hal tersebut telah dikeluarkan, maka layanan harus dihentikan, jika tidak, maka ketiganya terancam hukum pidana.

“Itu tindak pidana jika mereka masih menjalankan layanan tanpa izin. Pihak-pihak yang bertanggungjawab akan kena KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana). Kalau mereka tidak pahami [SK] dan menghentikan layanannya, maka kami akan hentikan secara hukum,” terang Ferdinandus pada Senin, 19 November 2018.

Namun Kemenkominfo sendiri memastikan agar konsumen modem Bolt tidak akan dirugikan meski Izin Pita Spektrum Frekuensi Radio (IPSFR) dari PT Internux dan PT First Media dicabut dan dilarang memberikan layanan. Bahkan, mereka akan mengawasi peralihan operator telekomunikasi yang akan menampung para pengguna modem Bolt.

“Peralihan dari Bolt kepada operator yang baru tetap dalam peran Kominfo. Peralihan pelanggan akan diawasi oleh Kominfo,” ujar Plt Kepala Biro Humas Kemenkominfo RI Ferdinandus Setu pada Senin, 19 November 2018.

Peralihan itu sendiri adalah kewajiban yang perlu dilakukan oleh operator lama. Meskipun demikian, hingga kini Kemenkominfo sendiri belum dapat menyebutkan siapa operator telekomunikasi yang akan menerima eks pelanggan modem Bolt.

“Pelanggan tetap sabar dan jangan panik. Kami akan mengalihkan layanan ke perusahaan baru secepatnya dengan hati-hati, pengawasan yang ketat dengan tetap mengedepankan perlindungan konsumen,” ujarnya.

PT First Media Tbk (KBLV) Menggugat

Sebelum izinnya dicabut, PT First Media Tbk (KBLV) sempat menggugat Direktorat Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Post dan Informatika (Ditjen SDPPI) serta Kemenkominfo ke Pengadilan Tata Usaha Negera (PTUN) Jakarta. Dikutip dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PTUN Jakarta, First Media diwakili Harianda Noerlan sebagai pihak penggugat.

Dengan nomor perkara 266/G/2018/PTUN.JKT, Harianda Noelan meminta penundaan pelaksanaan pembayaran biaya hak penggunaan (BHP) frekuensi radio yang akan jatuh tempo pada 17 November 2018. Selain itu, First Media juga meminta penundaan segala tindakan atau paksaan yang dilakukan Kominfo.

“Menunda pengenaan sanksi dalam bentuk apa pun (teguran, denda, penghentian sementara, dan pencabutan izin) kepada PENGGUGAT sampai dengan adanya putusan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) dan/atau kesepakatan bersama antara PENGGUGAT dengan TERGUGAT,” demikian bunyi gugatan First Media yang tertulis di SIPP PTUN Jakarta, Rabu, 14 November 2018.

Sidang pertama pemeriksaan gugatan First Media kepada Kominfo sudah berlangsung sejak Selasa, 13 November 2018. Sidang ini dimulai dengan agenda pemeriksaan surat kuasa dan beberapa perbaikan Gugatan Penggugat. Sedangkan sidang lanjutan gugatan PTUN PT First Media Tbk digelar pada hari ini, tepatnya Senin, 19 November 2018.

Dalam pokok perkaranya, First Media juga mengajukan pembatalan dua surat yang dirilis SDPPI, yang terdiri dari Surat Pemberitahuan Pembayaran Biaya Hak Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan surat No. 2883/SP1/KOMINFO/DJSDPPI.3/SP.02.04/10/2018 tanggal 26 Oktober 2018 Perihal: Surat Peringatan Kesatu Dalam Rangka Pengenaan Sanksi Pencabutan IPFR.

Share: Izin Bolt, First Media, dan Jasnita Dicabut, Bagaimana Nasib Perusahaan Serta Pelanggannya?