Budaya Pop

Harga Tiket Pesawat Mahal dan Permasalahan Lainnya yang Menghambat Pariwisata Indonesia

Hafizh Mulia — Asumsi.co

featured image

Indonesia, dengan kekayaan alam dan geografinya, memiliki potensi luar biasa dalam sektor pariwisata. Sayangnya, selama ini potensi tersebut belum terlalu dimaksimalkan. Di bawah pemerintahan Jokowi, sudah ada gagasan untuk menggenjot hal tersebut. Adalah dibuatnya gagasan “Sepuluh Bali Baru”. Jika dilihat dari namanya, sebenarnya konsepnya sederhana. Pemerintah ingin ada sepuluh tempat destinasi wisata baru yang memiliki kualitas setara dengan Bali. Kesepuluh wilayah tersebut adalah Danau Toba, Tanjung Kelayang, Tanjung Lesung, Pulau Seribu, Candi Borobudur, Mandalika, Gunung Bromo, Wakatobi, Labuan Bajo, dan Morotai.  Harapannya, tempat-tempat destinasi wisata tersebut memiliki pamor yang sama dengan Bali, baik di mata wisatawan domestik maupun internasional.

Berbagai cara promosi pun sudah dilakukan. Salah satunya seperti yang dilakukan oleh Kementerian Pariwisata ketika pagelaran Piala Dunia 2018 dilaksanakan di Rusia. Kala itu, Visit Indonesia diiklankan di berbagai sudut kota-kota di Rusia. Selain itu, di tingkat yang lebih formal, Pemerintah Indonesia juga mengiklankan pariwisata Indonesia khususnya program “Sepuluh Bali Baru” di acara Pertemuan Tahunan Dana Moneter Internasional-Bank Dunia (IMF-WB) yang dilaksanakan di Nusa Dua, Bali, 8-14 Oktober 2018. Dilansir dari CNNIndonesia.com, pameran sepuluh Bali baru dikemas dalam bingkai foto dan video yang siap dipertontonkan kepada para delegasi dan tamu undangan. Pameran ini dilakukan di ruang Indonesia Pavilion.

Meski Promosi Dilakukan, Wisatawan Domestik Sulit Nikmati 10 Bali Baru

Meski cara-cara promosi sudah dilakukan dengan begitu gencar, ternyata pariwisata Indonesia masih dihadapkan pada banyak masalah yang membuat program promosi menjadi tidak optimal. Permasalahan pertama, dan yang sedang ramai dibahas, adalah tentang harga tiket pesawat domestik yang lebih mahal dibanding tiket luar negeri. Satu akun di Twitter dengan username @crazysmartasian menjabarkan alasan di balik mahalnya tiket pesawat domestik ini. Berikut untaian cuitannya:

TIKET PESAWAT DOMESTIK MAKIN MAHAL

R.I.P. Pariwisata Indonesia (Soon)

A THREAD!— Chillo van Tebet (@crazysmartasian) January 11, 2019

Dalam cuitan tersebut, dijabarkan kalau tiket pulang pergi (PP) Jakarta-Manado yang waktu terbangnya hanya 3,5 jam, hanya berselisih 800 ribu lebih murah daripada PP Jakarta-Tokyo yang sekali terbang memakan waktu 7,5 jam. Alasan utama yang membuat tiket domestik ini begitu mahal adalah adanya regulasi dari Menteri Perhubungan Ignasius Jonan tentang harga tiket pesawat domestik. Di tahun 2015, Menteri Perhubungan Ignasius Jonan mengungkapkan kalau ia membatasi tarif batas bawah penerbangan hanya boleh 40 persen lebih murah daripada batas atas. Sehingga, maskapai tidak dapat menjual tiket lebih murah. Ia berharap hal ini dapat menjaga keselamatan penerbangan domestik. “Tujuannya adalah kewajaran harga tiket tersebut bisa mempertahankan unsur keselamatan dengan baik,” ungkap Jonan di kantor Kementerian Perhubungan, Jakarta, Selasa, 6 Januari 2015.

Masalah Kebersihan Tempat Wisata

Kemudian, masalah lainnya adalah kebersihan tempat wisata. Tak jarang wisatawan menemukan kondisi tempat wisata yang lebih jelek dibandingkan foto-foto yang tersebar di internet. Hal ini salah satunya karena permasalahan kebersihan itu sendiri. Menteri Pariwisata Arief Yahya, di sela-sela penandatanganan Co-Branding Wonderful Indonesia dengan PT Blue Bird Tbk, mengungkapkan sendiri permasalahan ini. “Kebersihan memang masih jadi PR untuk pariwisata ke depan. Oleh karenanya, kita akan memulai di toilet-toilet destinasi prioritas yang khusus dikelola swasta,” ungkap Arief Yahya pada media, Selasa, 26 Maret tahun lalu.

Kesan Pertama yang Harus Lebih Digiatkan

Selain kebersihan, Menpar juga menyebutkan pentingnya delivery channel, yang termasuk di dalamnya kesan pertama. Kesan pertama ini penting, karena jika awalnya sudah buruk, akan dapat berakibat fatal terhadap kesan-kesan lainnya yang diterima wisatawan. Menpar Arief Yahya mengungkapkan kesan pertama ini termasuk di dalamnya imigrasi, layanan taksi, dan tanda-tanda di pintu masuk. “Contoh nyatanya kesan pertama yang terlihat ialah bagaimana petugas keimigrasian kita. Servis wisata kita termasuk layanan taksinya, juga sign-sign di pintu masuk,” ucapnya.

Terlalu Banyak Peran Pemerintah

Selama ini di Indonesia, pemerintah memang selalu menjadi motor dalam pengembangan sesuatu. Begitu pun dengan sektor pariwisata. Pemerintah mengurusi semua dari hulu ke hilir tentang pariwisata di Indonesia. Mulai dari promosi hingga pengelolaan tempat wisata. Sayangnya, sektor swasta tidak diintegrasikan dalam program pengembangan awal tempat wisata dan cenderung hanya bermain ketika pemerintah sudah mulai membangun lebih lanjut tempat pariwisata tertentu. Hal ini tentu menjadi suatu refleksi, mengingat sektor swasta memiliki dorongan untuk inovasi yang lebih baik dibanding pemerintah. Dengan hadirnya sektor swasta, diharapkan kualitas tempat wisata dan kuantitas pengunjung dapat menikat.

Share: Harga Tiket Pesawat Mahal dan Permasalahan Lainnya yang Menghambat Pariwisata Indonesia