Isu Terkini

Indonesia-Australia Sepakati Kerja Sama Ekonomi Komprehensif, Untung atau Rugi?

Hafizh Mulia — Asumsi.co

featured image

Indonesia baru saja menandatangani perjanjian kerja sama ekonomi komprehensif, atau Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA) dengan Australia di Jakarta hari ini (4/3). Perjanjian kerja sama ini resmi ditandatangani oleh Menteri Perdagangan Republik Indonesia Enggartiasto Lukita dan Menteri Perdagangan, Pariwisata, dan Investasi Australia Simon Birmingham. Perjanjian ini diinisiasikan tahun 2005 dan telah mengalami proses perundingan selama 9 tahun. Wakil Presiden Indonesia, Jusuf Kalla, juga turut menghadiri acara seremoni kerja sama ini.

Menurut JK, sapaan akrab Jusuf Kalla, perjanjian ini dapat mengembangkan bisnis di Indonesia. kesepakatan ini juga dinilai dapat meningkatkan investasi. “Perjanjian ini dibentuk melalui kepercayaan untuk pengembangan bisnis. Kesepakatan ini tidak hanya berguna untuk pertumbuhan ekonomi, tetapi juga baik untuk program layanan dan investasi,” tutur JK di Hotel JS Luwansa, Senin (4/3). Selain JK, Menteri Enggar, sapaan akrab Enggartiasto Lukita, juga menuturkan kalau hal ini dapat menumbuhkan kedua negara secara bersamaan. “Setelah 9 tahun proses negosiasi akhirnya kita mencapai momen penandatanganan ini. Saya berharap (IA-CEPA) akan membawa dua negara tumbuh bersama lebih baik dari hari ini,” ucap Enggar.

Menurut Menteri Enggar, investasi yang ditawarkan ini pun tidak hanya tentang uang. Lebih dari itu, CEPA Indonesia-Australia dianggap dapat menumbuhkan investasi sumber daya manusia yang juga dibutuhkan Indonesia. “Investasi di Indonesia tidak hanya perdagangan, bagi kami yang paling penting adalah investasi sumber daya manusia. Australia telah merancang beragam skema dalam pengembangan sumber daya manusia mulai program keahlian,” ungkapnya.

CEPA Harus Dapat Dimanfaatkan

Berbicara mengenai CEPA Indonesia-Australia ini, akademisi ilmu Hubungan Internasional Universitas Indonesia, Shofwan Al-Banna, berpendapat kalau CEPA dapat membuka sektor-sektor kerja sama bilateral yang tidak dimiliki Indonesia dengan negara lain. Meski demikian, liberalisasi seperti CEPA ini harus dimanfaatkan. Jika tidak, kerugian yang didapatkan di awal perjanjian justru dapat membuat dampak pada sektor tersebut. “Mendorong peningkatan perdagangan dan investasi di antara dua negara, termasuk di sektor-sektor yang belum dibuka untuk negara lain selain Australia seperti pendidikan tinggi. Ada pula beberapa kemudahan baru untuk tenaga kerja Indonesia. Menguntungkan atau merugikan? Tergantung. Liberalisasi diprediksi akan membawa manfaat dalam jangka panjang, itu pun jika kita mampu memanfaatkannya. Namun, cost-nya selalu di depan, akan ada sektor-sektor yang terdampak,” ujar Shofwan, Senin (4/3), untuk Asumsi.co.

Sebagai perjanjian kerja sama, CEPA pun tidak serta merta langsung dapat diimplementasikan. DPR perlu meratifikasi terlebih dahulu agar CEPA dapat menjadi aturan aktif di Indonesia. “Untuk bisa terlaksana, jalan CEPA masih panjang. Masih perlu proses ratifikasi di DPR. CEPA tentu tidak bisa berdiri sendiri,” tutur Shofwan. Ia juga mengungkapkan pentingnya industri yang siap menerima CEPA. “Dia hanya bisa memberikan manfaat optimal jika industri kita siap dan menyesuaikan dengan lingkungan yang lebih kompetitif,” ujarnya.

Perjanjian Kerja Sama Ekonomi Komprehensif Indonesia-Australia Cakup Banyak Hal

Dalam CEPA, banyak sekali sektor-sektor yang aksesnya semakin terbuka. Dilansir dari CNBC Indonesia, CEPA memudahkan akses bagi peternak Australia masuk ke pasar Indonesia. CEPA juga memudahkan universitas-universitas Australia, penyedia layanan kesehatan, dan pengusaha tambang Australia masuk ke pasar Indonesia. Sebaliknya, Indonesia juga mendapatkan kemudahan akses masuk ke pasar Australia. Barang-barang Indonesia yang aksesnya semakin mudah masuk ke Australia terutama dari sektor otomotif, tekstil, kayu, produk-produk elektronik, dan obat-obatan.

Tidak Dihadiri Presiden Joko Widodo dan Perdana Menteri Australia Scott Morrison

Meskipun perjanjian ini nampak begitu menjanjikan, kedua pemimpin negara tidak terlihat menghadiri acara seremonial yang dilaksanakan hari ini, Senin (4/3). Banyak pihak berspekulasi hal ini berkaitan dengan ketegangan antara kedua pemimpin negara tersebut. Perlu diketahui kalau Perdana Menteri Scott Morrison berencana untuk memindahkan Kedutaan Besar Australia ke Yerusalem. Rencana ini tentu tidak sesuai dengan apa yang menjadi pandangan Indonesia tentang status Yerusalem. Indonesia berpandangan kalau Yerusalem bukanlah ibu kota Israel, melainkan kota internasional tempat tiga agama berasal, yaitu Yahudi, Nasrani, dan Islam.

Namun isu tersebut ditampik oleh Menteri Enggar. Tidak ada kaitan antara ketidakhadiran kedua pemimpin negara dengan isu tersebut. “Tidak ada apa-apa, yang penting sudah ditandatangani,” ujar Menteri Enggar. Hal ini juga diucapkan oleh Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Rosan P. Roeslani. “Tidak ada kaitannya. Tidak ada kaitannya sama sekali.”

Share: Indonesia-Australia Sepakati Kerja Sama Ekonomi Komprehensif, Untung atau Rugi?