General

Iklan Bendungan Jokowi Mungkin Tidak Salah, Tapi…

Winda Chairunisyah Suryani — Asumsi.co

featured image

Mungkin benar bahwa iklan bendungan yang dibangun pemerintah kemudian ditayangkan di bioskop tidak melanggar aturan apapun. Seperti yang dikatakan banyak pihak yang telah membentengi Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan begitu amannya. Katakanlah, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) yang enggan mencopot iklan tersebut karena telah merasa jadi ‘humas pemerintah’.

Berangkat dari itu, kita perlu mengetahui sebuah program kerja humas (hubungan masyarakat) yang akan selalu berpacu pada adagium ‘katakan yang sebenarnya namun tidak semua yang benar dikatakan’. Mereka yang bekerja sebagai petugas humas akan selalu mencari angle atau sudut mana saja yang bisa dijadikan pencapaian demi mendapatkan citra yang positif.

Membahas soal membangun citra positif, Presiden Jokowi kerap kali dianggap handal dalam hal pencitraan. Tapi sebenarnya ia masih kalah dengan Presiden RI ke-2 Soeharto yang punya Departemen Penerangan. Jangankan iklan beberapa menit, di tangan Harmoko, Menteri Penerangan kesayangan Soeharto itu mampu menguasai semua opini publik.

Media-media saat itu kerap dibredel karena berani mengungkapkan fakta-fakta tentang bobroknya pemerintahan. Di lain sisi, pemerintah tetap membangun citra baiknya dengan berbagai program acara di satu-satunya siaran televisi saat itu, TVRI, seperti Kelompencapir.

Program itu seakan menjadi wadah untuk kelompok petani, nelayan, dan pekerja pedesaan yang memiliki kinerja membanggakan. Kelompencapir sendiri kepanjangan dari kelompok pembaca, pendengar, dan pemirsa. Harus diakui, program itu cukup kreatif dalam membangun citra Soeharto yang ramah.

Bapak pembangungan itu seakan ingin menunjukkan bahwa ia peduli dengan kaum petani, maka ia tak segan ikut serta turun ke sawah, bersenda gurau tentang teorinya dan pengalamannya, terkadang sambil membelai kepala anak petani sebagai tanda kasih sayangnya, tak lupa pula memberikan bantuan alat-alat pertanian secara simbolis. Setelah berbagai adegan yang sangat tampak direkayasa itu, Soeharto mengatakan “mari saudara-saudara kita wujudkan program pemerintah.”

Dalam berbagai kesempatan menjawab permasalahan yang datang silih berganti, Harmoko juga mahir menjawab, dengan kalimat sakti yang selalu ia ucapkan di awal pembicaraan, “atas petunjuk bapak presiden, lalu …” Semua itu tentu berkat pengalamannya menjadi wartawan dan juga strategi penyampaian informasi yang terencana.

Jika saat ini banyak yang membandingkan gaya kepemimpinan Jokowi dan Soeharto, memang mereka berdua memiliki beberapa kesamaan. Di antaranya, hobi membangun infrastruktur, dilindungi banyak pihak mulai dari pimpinan berbagai partai hingga barisan para jenderal, dan tentunya sama-sama piawai dalam membentuk citra baik pemerintah.

Meskipun Jokowi tak hobi membredel, tapi bisa kita lihat bagaimana lulusan Jurusan Kehutanan Universitas Gadjah Mada itu pandai menggandeng berbagai media massa maupun media online. Ia juga tampak kompeten dalam mengikuti tiap tren atau perkembangan zaman.

Tak heran mengapa dirinya dan juga barisan kabinet di bawahnya memiliki berbagai media, mulai dari situs resmi, Facebook, Twitter, Instagram, sampai YouTube. Belum lagi tiap menteri juga punya akun personalnya masing-masing. Sehingga, jika ada permasalahan yang menimpa pemerintah, semua siap jadi benteng yang siap melindungi dengan memberikan pernyataan klarifikasi versi mereka di media online, seperti akun media sosial masing-masing.

Mungkin semua itu memang tidak melanggar aturan. Tapi melihat video yang berjudul 2 Musim 65 Bendungan, sejatinya ingin sosialisasi hasil kerja pemerintah yang membangun 65 bendungan, 16 pembangunan lanjutan, dan 49 pembangunan baru. Sayangnya, alih-alih ingin memberi tahu kerja pemerintah, video itu justru hanya menampilkan keberhasilan individu saja, dalam hal ini Presiden Jokowi.

Selain petani bernama M. Solihin yang memberikan pernyataan sangat lancar dengan logat medok tanggungnya, iklan di bioskop sejak 8 September itu juga ditutup dengan kutipan dari Jokowi “Membangun bendungan akan menjamin produksi pangan kita di masa depan karena kunci ketahanan pangan adalah ketersediaan air.” dengan nama ‘Presiden Joko Widodo’ di bawahnya, serta diikuti dengan tagar MENUJUINDONESIAMAJU.

Lalu, apakah yang dimaksud pemerintah dalam video itu hanya Presiden Jokowi saja? Bagaimana dengan peran Kementerian Pertanian, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, dan yang lainnya? Hal inilah yang tentunya menjadi bulan-bulanan oposisi, mereka mengkritik dan menolak, serta menuntut iklan layanan masyarakat itu segera diturunkan.

Hal yang paling disayangkan pula, video berdurasi 3 menitan itu juga tak menampilkan data-data yang lebih akurat tentang perubahan ketahanan pangan di Indonesia setelah dibangunnya puluhan bendungan. Sebab seperti yang kita ketahui  bersama, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan bahwa tahun ini Indonesia mengimpor dua juta ton beras, yang diputuskan secara bersama dalam Rapat Koordinasi (Rakor) yang dipimpin oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK).

Dari itu saja kita bisa melihat, bahwa video bendungan Jokowi mungkin tidak ada salahnya, tapi memang tak semua kebenarannya diungkapkan. Seperti konsep humas pada umumnya.

Winda CSadalah penulis tetap asumsi.co.

Share: Iklan Bendungan Jokowi Mungkin Tidak Salah, Tapi…