General

Heboh UU MD3, Bambang Soesatyo Jamin Kebebasan Pers

Ramadhan — Asumsi.co

featured image

Keberadaan Undang-Undang No. 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) yang udah disahkan dalam sidang paripurna DPR RI pada Senin, 12 Februari lalu masih jadi sorotan. Nah, melihat hal itu, Ketua DPR RI, Bambang Soesatyo akhirnya buka suara dan memberikan penjelasan.

Bamsoet jamin kebebasan pers

Bamsoet, sapaan akrabnya, memberikan jaminan kepada Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) bahwa tugas-tugas pers terhadap DPR tidak akan berubah meski UU MD3 sudah disahkan. Itu artinya kebebasan pers bakal benar-benar dijamin.

“Saya sampaikan bahwa saya menjamin kebebasan pers tetap hidup dan berjalan sebagaimana biasanya di DPR,” kata Bambang Soesatyo usai bertemu dengan para pengurus PWI di Kantor PWI, Gedung Dewan Pers, Jakarta, dinukil dari Kompas.com, Selasa 20 Februari.

Memang Bamsoet sadar bahwa disahkannya UU MD3 memunculkan kontroversi dan penolakan dari publik. Salah satu kekhawatiran yang muncul adalah soal potensi dibungkamnya pers lantaran keberadaan UU MD3 tersebut.

Meski begitu, politisi Partai Golkar itu yakin jika para awak media yang bertugas dan sering meliput di DPR sudah lulus uji kompetensi sehingga memegang teguh kode detik jurnalistik.

Hal itulah yang membuat Bamsoet pun percaya jika awak media bisa membedakan antara kritik, penghinaan, dan ujaran kebencian kepada DPR sebagai lembaga negara dan para anggota DPR sebagai pejabat negara.

“Sehingga saya tidak khawatir ada yang tergelincir,” lanjut Bambang.

Pasal kontroversial di UU MD3

Seperti diketahui, ada sejumlah pasal di dalam UU MD3 yang dianggap cenderung memiliki semangat untuk menyeret seseorang ke dalam penjara. Misalnya saja Pasal 122 huruf k, yang memberikan mandat kepada Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) untuk mengambil langkah hukum terhadap perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang dianggap merendahkan kehormatan DPR dan anggota DPR.

Keberadaan kalimat ‘merendahkan kehormatan DPR’ membuat banyak pihak kebingungan. Apalagi, pasal tersebut berpotensi besar untuk menjerat para wartawan yang tugas dan pekerjaannya memberitakan para anggota dewan yang terhormat tersebut.

Terlebih, sebagian besar isi dari pemberitaan tersebut adalah soal kritik atas keputusan atau perilaku anggota DPR yang dianggap tidak berpihak kepada publik. Hal itulah yang kemudian menjadi rancu dan dianggap sangat berbahaya.

Lalu dampaknya, jika kritik pedas itu dianggap menghina DPR atau anggota DPR, maka MKD bisa melaporkan wartawan tersebut ke pihak Kepolisian. PWI sendiri berpeluang untuk menggugat UU tersebut ke MK agar polemik soal UU MD3 bisa berakhir.

Pasal-pasal kontroversial lainnya di UU MD3

1. DPR bisa memanggil paksa orang atau lembaga dengan bantuan polisi

Kekuasaan DPR ini diatur dalam Pasal 73 Ayat 4, yakni dalam hal pejabat negara, pejabat pemerintah, badan hukum dan/atau warga masyarakat sebagaimana dimaksud pada Ayat (2) tidak hadir setelah dipanggil 3 (tiga) kali berturut-turut tanpa alasan yang patut dan sah, DPR berhak melakukan panggilan paksa dengan menggunakan Kepolisian Negara Republik Indonesia.

2. Pemanggilan anggota DPR oleh KPK atau Polri harus dengan persetujuan Presiden RI

Poin ini terdapat dalam Pasal 245 yang mengatur tentang pemanggilan dan permintaan keterangan penyidik kepada DPR harus mendapat persetujuan tertulis presiden dan pertimbangan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).

Share: Heboh UU MD3, Bambang Soesatyo Jamin Kebebasan Pers