Isu Terkini

Haruskah Negara Ngurusin Poligami?

Hafizh Mulia — Asumsi.co

featured image

Belakangan ini, warganet lagi sibuk diskusiin posisi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) terhadap isu poligami. Iya, partai yang akan melakukan debutnya di Pemilu 2019 ini pada Selasa (11/12) kemarin mendeklarasikan diri bahwa mereka akan memperjuangkan larangan berpoligami untuk pejabat publik hingga Aparatur Sipil Negara (ASN). Grace Natalie, ketua umum PSI, mengatakan kalau mereka akan memperjuangkan larangan poligami tersebut apabila mereka berhasil duduk di Senayan.  “Jika kelak lolos di parlemen, langkah yang akan kami lakukan adalah memperjuangkan diberlakukannya larangan poligami bagi pejabat publik di eksekutif, legislatif, dan yudikatif, serta Aparatur Sipil Negara,” ungkap Grace dalam acara Keadilan untuk Semua, Keadilan untuk Perempuan Indonesia, yang digelar di Surabaya.

Kalau ngomongin tentang poligami emang enggak ada habisnya. Semua orang punya posisinya sendiri, dan mungkin ada pihak-pihak yang enggak suka sama pernyataan PSI ini. Secara aturan sendiri, sesuai Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, sudah tertulis aturan mengenai poligami. Meski begitu, kayaknya banyak orang yang enggak sadar kalau Indonesia punya aturan itu. Grace sendiri sih menganggap kalau UU tersebut mengizinkan terjadinya poligami. “Kami akan memperjuangkan revisi atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, yang memperbolehkan poligami,” kata Grace. Meski begitu, terlepas dari posisi kalian yang mendukung poligami atau tidak, sebenarnya seberapa perlu sih, negara mengatur urusan ini?

Poligami Bukan urusan Negara

Sama seperti urusan-urusan pribadi yang sensitif kayak orientasi seksual dan isu keperawanan, poligami itu secara hakikatnya urusan pribadi masing-masing orang. Namun hal ini enggak pernah habis didebatin banyak pihak. Mengingat ini ranah privat, ya kalau ada yang berkaitan sama urusan agama, ya urusan pribadi masing-masing. Enggak ada orang yang seharusnya merasa berhak untuk mengintervensi dan mengatur itu semua. Mau pakai kalimat “maaf sekadar mengingatkan” pun tetap enggak boleh. Kalau orang aja enggak boleh, apalagi negara?

Tapi nyatanya itu lah yang terjadi di banyak negara saat ini. Tak terkecuali Indonesia. Negara enggak lagi cuman ngurusin seberapa ‘bebas’ masyarakatnya bekerja, tetapi juga hal-hal lain yang sifatnya bisa dibilang remeh-temeh. Mereka berdalih bahwa negara memiliki kedaulatan untuk mengatur rakyatnya. Akibatnya? Ketika ada orang yang merasa enggak setuju dengan aturan tersebut dan minta diubah, malah bikin ribut sekampung!

Daripada menciptakan permasalahan yang berlarut-larut, negara lebih baik mundur dari urusan-urusan di ranah privat. Hal ini enggak cuman soal poligami doang, lho! Isu sensitif di ranah privat kayak keperawanan, agama apa yang diakui, atau orientasi seksual seseorang, seharusnya enggak perlu negara yang mikirin. Biarkan masyarakat memaksimalkan potensi dan identitas yang mereka miliki.

Lebih Baik Dihapus Daripada Direvisi

Kalau memang PSI merasa ada yang salah dengan UU Poligami itu, seharusnya sih ya bukan diganti sesuai dengan kepentingan golongannya mereka, tetapi dihapuskan. Karena kalau harapannya diganti, ya sama aja, UU Poligami tersebut tetap jadi sekadar alat untuk memuaskan golongan tertentu, cuman ganti kubu aja. Lebih baik, PSI memperjuangkan dihapuskannya UU tersebut. Dengan begitu, ranah privat masyarakat tidak lagi diganggu, membebaskan masyarakat dari ikatan aturan-aturan yang seharusnya enggak ada.

Toh, melarang poligami melalui medium peraturan yang bersifat mengikat kayak UU belum tentu akan menghapus sama sekali praktik tersebut. Karena kalau dengan logika yang sama, seharusnya di penjara enggak ada orang yang terlibat kasus korupsi, dong? Kan udah ada aturannya yang jelas di berbagai tingkat kalau korupsi dilarang. Tapi nyatanya, korupsi masih terus terjadi di Indonesia.

Hafizh Mulia adalah mahasiswa tingkat akhir program sarjana di Departemen Hubungan Internasional Universitas Indonesia. Tertarik dengan isu-isu ekonomi, politik, dan transnasionalisme. Dapat dihubungi melalui Instagram dan Twitter dengan username @kolejlaif.

Share: Haruskah Negara Ngurusin Poligami?