Isu Terkini

Harap-Harap Cemas Penerapan Protokol Kesehatan Idul Adha 2020

Raka Ibrahim — Asumsi.co

featured image

Besok (31/7), jutaan umat Islam akan merayakan Idul Adha 1441 Hijriah. Dalam keadaan wajar, mereka akan tumpah ruah untuk menjalankan ibadah salat ied, kemudian berkumpul untuk menyembelih hewan kurban yang akan dibagi-bagikan kepada fakir miskin. Namun, pandemi COVID-19 tak kunjung reda dan pemerintah terpaksa memberlakukan sejumlah penyesuaian.

Idul Adha dinantikan sekaligus dikhawatirkan oleh pemerintah. Saat jumlah kasus positif COVID-19 terus bertambah setiap harinya, hal terakhir yang mereka butuhkan adalah acara publik yang ramai dan nyaris mustahil dibatalkan.

Pekan lalu (22/7), Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid menawarkan kompromi. Ibadah salat ied dan penyembelihan hewan kurban hanya dilarang di wilayah yang masih masuk zona merah menurut pemerintah daerah atau gugus tugas daerah. Di zona kuning, kedua kegiatan tersebut boleh dilakukan asal menerapkan protokol kesehatan. Sementara di zona hijau yang telah aman dari COVID-19, kedua kegiatan dapat berlangsung secara normal.

Keputusan ini dijabarkan lebih jauh dalam Surat Edaran Kementerian Agama Nomor 18 tahun 2020. Menurut surat tersebut, pelaksanaan salat Idul Adha 1441 Hijriah mesti mengikuti sejumlah protokol, antara lain menyiapkan petugas untuk melaksanakan protokol di area salat; melakukan disinfeksi di area ibadah; membatasi jumlah pintu masuk/keluar; menyediakan fasilitas cuci tangan; menerapkan pembatasan jarak minimal satu meter antar orang; serta menyediakan alat pengecekan suhu.

Dua perubahan yang paling mendasar terjadi pada kotak sumbangan dan pelaksanaan salat itu sendiri. Kotak sumbangan tak lagi diedarkan ke jemaah karena dianggap rawan penularan virus–di Masjid Raya Surabaya, misalnya, setiap jemaah memberi sumbangan melalui sistem transfer non-tunai–dan pelaksanaan salat serta khotbah dipersingkat. Selain itu, anggota jemaah wajib membawa alas salat masing-masing dan memakai masker sejak keluar rumah.

Ketetapan serupa dikeluarkan oleh Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI). Melalui Fatwa No. 36 Tahun 2020, mereka menegaskan pentingnya menaati protokol kesehatan saat ibadah salat Idul Adha maupun saat menyembelih hewan kurban. Fatwa tersebut mewajibkan panitia kurban memastikan tak terjadi kerumunan, penerapan social distancing, dan hasil kurban didistribusikan langsung dari pintu ke pintu.

Menjelang Idul Adha, beberapa daerah terang-terangan melarang penerapan salat Idul Adha di lapangan terbuka, yang umumnya diikuti jemaah berskala besar. Walikota Salatiga, misalnya, menghimbau warga untuk salat “di masjid lingkungan masing-masing dengan protokol kesehatan yang ketat”, meski kota di Jawa Tengah tersebut telah masuk zona hijau. Bahkan, pihaknya berkoordinasi dengan Polres Salatiga untuk melarang takbir keliling.

Kebijakan serupa dilakukan di Bogor, Jawa Barat. Melalui Surat Edaran Bupati Bogor Nomor 003.2/532-Kesra, pemerintah melarang penyelenggaraan salat Ied di lapangan. Bupati Ade Yasin beralasan bahwa jumlah kasus positif di Kabupaten Bogor masih tinggi–540 pasien dengan 27 orang meninggal dunia. Makassar pun melarang salat ied di lapangan sekaligus mengumumkan pembatasan keluar-masuk kota untuk mengantisipasi arus mudik.

Barangkali, arus mudik dan kerumunan saat penyembelihan hewan kurban adalah PR susulan yang lebih memusingkan ketimbang salat ied itu sendiri. Dalam jumpa pers daring Kamis (30/7) ini, Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito menghimbau masyarakat untuk tidak mudik Idul Adha, “karena penyumbang positif COVID-19 terbesar adalah dari daerah asal dan tujuan mudik.”

Sentimen serupa diutarakan epidemiolog Universitas Airlangga Windhu Purnomo, yang menyampaikan bahwa pemerintah harus mengatur potensi arus mudik dan pergerakan masyarakat selama libur Idul Adha. Pasalnya, jangankan gelombang kedua, gelombang pertama COVID-19 saja sebetulnya belum tiba. Ia pun mendukung bila pemerintah menerapkan aturan dengan sanksi tegas kepada warga yang melanggar protokol kesehatan.

Sementara, epidemiolog dari Universitas Indonesia, Tri Yunis Miko Wahyono, mengatakan bahwa pemerintah perlu berusaha keras mengendalikan kerumunan orang saat salat dan penyembelihan hewan kurban. “Sebaiknya di zona merah dan oranye itu ditutup, tidak dilaksanakan salat Ied dan kurbannya tidak dihadiri oleh yang mendapat kurban,” ucapnya. Adapun zona kuning dan hijau boleh dihadiri asal tetap jaga jarak dan memakai masker.

Epidemiolog Griffith University, Dicky Budiman, bahkan menyarankan agar Dinas Kesehatan dan Peternakan melakukan screening test terhadap hewan-hewan yang akan dijadikan kurban pada Hari Raya Idul Adha nanti. Tes dilakukan untuk menjamin bahwa setiap hewan yang akan dikurbankan benar-benar bebas dari virus Corona.

Pada 30 Juli 2020, Indonesia mencatat 1.904 kasus baru positif COVID-19 dalam sehari. Sekarang, ada total 106.336 kasus di seluruh Indonesia, dengan rincian 5.058 orang meninggal dunia dan 64.292 pasien dinyatakan sembuh.

Share: Harap-Harap Cemas Penerapan Protokol Kesehatan Idul Adha 2020