Isu Terkini

Gugatan Roboh, Syarat Pengajuan Capres di 2019 Tetap Kokoh

Winda Chairunisyah Suryani — Asumsi.co

featured image

Hai guys, seiring dengan makin ramenya pemberitaan soal pemilu, kalian mulai familiar gak dengan istilah “presidential threshold”? Itu lho, aturan soal batas minimum untuk partai politik atau gabungan partai politik yang berniat untuk mengajukan calon presiden dan wakil presidennya. Jadi, untuk bisa mencalonkan seseorang sebagai calon presiden itu ada aturannya guys, gak bisa ujug-ujug aja daftar ke KPU gitu.

Nah, salah satu aturan yang sentral dalam pendaftaran capres ini adalah tentang “presidential threshold”, atau ambang batas dukungan. Hal ini diatur di Undang-Undang Pasal 222 Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Undang-Undang ini mengatur bahwa sebagai calon presiden dan wakil presiden, sang kandidat haruslah didukung oleh minimal 20 persen kursi di parlemen atau 25 persen suara sah nasional pada pemilu 2014 lalu. Dengan jumlah anggota DPR saat ini yang sebanyak 560 orang, maka 20% dari angka itu adalah 112 kursi.

Peraturan ini kemudian dinilai menyulitkan, terutama untuk parpol-parpol kecil yang dukungan suaranya tergolong kecil. Belum lagi untuk partai yang baru akan berkompetisi di pemilu 2019, aturan presidential threshold yang mengatur bahwa parpol pendukung haruslah memiliki setidaknya 25 persen suara di Pemilu 2014 lalu dinilai sudah tidak relevan. Atas dasar inilah, Partai Islam Damai Aman (Partai Idaman) menggugat peraturan ini ke Mahkamah Konstitusi (MK). Partai yang didirikan oleh raja dangdut, Rhoma Irama ini menilai bahwa pasal 222 itu sudah tidak relevan dan kadaluarsa karena pemilihan legislatif dan pemilihan presiden 2019 akan digelar serentak. Selain itu, pasal tersebut juga dinilai bersifat diskriminatif karena menghalangi parpol baru untuk mengajukan calon presiden.

Namun ternyata hari ini (11/1) Mahkamah Konstitusi memutuskan untuk menolak uji materi yang teregistrasi dengan nomor 53/PUU-XV/2017 itu.

“Menolak permohonan pemohon untuk selain dan selebihnya,” kata Ketua Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat saat membacakan putusan di Gedung MK seperti dilansir dari Kompas.com.

Alasan dibalik putusannya ini adalah karena MK menilai bahwa presidential threshold masih relevan untuk memperkuat sistem, karena dengan peraturan itu, presiden yang terpilih akan memiliki kekuatan di parlemen. MK juga menerangkan bahwa pasal tersebut belum kadaluwarsa karena baru disahkan pemerintah dan DPR pada 2017 kemarin.

Hm… gimana pendapatmu soal putusan MK ini guys?

Share: Gugatan Roboh, Syarat Pengajuan Capres di 2019 Tetap Kokoh