General

Faktor Internal Bikin Elektabilitas Hanura Anjlok Jelang Pemilu 2019

Ramadhan — Asumsi.co

featured image

Partai Hanura diprediksi tak lolos ambang batas parliamentary threshold (PT), berdasarkan survei Charta Politika dalam konferensi pers “Pileg 2019: Pemilu yang Terlupakan” di Resto Es Teler 77, Jalan Adityawarman, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis, 4 April 2019. Hanura tidak sendirian karena dari hasil survei tersebut, setidaknya ada total sembilan partai politik yang bakal terseok-seok untuk lolos ambang batas parlemen sebesar 4%. Sembilan partai itu yakni PAN, PPP, PSI, Perindo, Partai Hanura, PBB, PKPI, Partai Garuda dan Partai Berkarya.

Sementara itu, Direktur Riset Charta Politika Muslimin, mengungkapkan sebanyak tujuh partai lainnya dari 16 partai politik peserta Pemilu 2019 yang ada, disebut bakal lolos ke DPR RI. Ketujuh partai tersebut antara lain PDI Perjuangan, Gerindra, PKB, Golkar, Partai Demokrat, Partai Nasdem dan PKS.

Dalam survei Charta itu, setidaknya juga ada lima partai yang elektabilitasnya masih di bawah 2 persen. Kelima partai tersebut adalah Hanura (1%), PBB (0,5%), PKPI (0,2%), Garuda (0,2%), dan Berkarya (0,1%). Muslimin mengatakan, jika angkanya di bawah 2 persen, maka partai tersebut terancam tak masuk ke parlemen.

Lalu, elektabilitas paling tinggi masih dikuasai oleh partai besar seperti Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Gerindra dan Golkar. Di bawah mereka ada PKB dan Partai Demokrat. “Partai yang mewakili presiden kecenderungan elektabilitasnya naik, yakni PDIP dan Gerindra. Sedangkan PPP yang merupakan partai lama cenderung turun,” kata Muslimin.

Hanura Anjlok Disebabkan Faktor Internal

Dari hasil survei Charta tersebut, ada berbagai faktor penyebab yang membuat elektabilitas partai turun. Misalnya saja seperti Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang mengalami penurunan elektabilitas. Penurunan ini diprediksi karena operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Ketua Umum PPP Romahurmuziy.

Terkait hal ini, Muslimin menjelaskan, pada survei periode 22 Desember 2018-2 Januari 2019 elektabilitas PPP masih pada angka 4,3 persen. Sementara, pada survei periode 1-9 Maret 2019, elektabilitas PPP sebesar 3,6 persen. Pada survei terbaru 19-25 Maret 2019, elektabilitas PPP kembali turun ke angka 2,4 persen.

Baca Juga: Survei Charta Politika: Pileg 2019 Terlupakan dan 3 Partai Teratas

Lalu, pada survei terakhir ini, digelar hanya berselang empat hari setelah Romahurmuziy ditangkap oleh KPK. Kini Rommy, sapaan akrab Romahurmuziy, sudah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan atas kasus suap jual beli jabatan. “Penurunan ini bisa dikatakan karena PPP mengalami goncangan politik saat ketumnya terkena OTT KPK. Dan survei ini dilakukan dalam rentang waktu yang hampir bersamaan dengan OTT,” kata Muslimin.

Tak hanya PPP, penurunan elektabilitas Partai Hanura juga disebabkan faktor internal partai. “Untuk Partai Hanura, yang menyebabkan elektabilitasnya menurun ya karena faktor internalnya sendiri, bukan faktor-faktor yang lain di luar partai. Faktor internalnya itu terkait konflik yang terjadi waktu itu di bawah kepemimpinan OSO ya,” ucap Muslimin.

Perlu diketahui, konflik internal Partai Hanura pada awal tahun 2018 lalu memang berujung pada munculnya dua kepengurusan. Saat itu, Marsekal Madya (Purn) Daryatmo dan Oesman Sapta Odang (OSO) bersitegang, di mana keduannya mengklaim sah sebagai ketua umum Partai Hanura. Situasi ini pun terus memanas.

Ketegangan di internal Partai Hanura sendiri berawal dari tindakan saling pecat antara Sekretaris Jendral DPP Hanura Syarifuddin Sudding dan Ketua Umum DPP Hanura Oesman Sapta Odang (OSO). Awalnya OSO dipecat Sudding dengan dakwaan melanggar peraturan partai, lalu di hari yang sama, Senin, 15 Januari 2018, OSO juga memutuskan memecat Sudding karena dinilai tidak cakap menjalankan tugas partai.

Tak berhenti sampai di situ, kemudian Daryatmo sendiri saat itu berstatus sebagai Ketua Umum hasil Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) yang diselenggarakan Hanura kubu Sudding, pada Kamis, 18 Januari 2018. Daryatmo sebelumnya sempat ditunjuk menjadi Pelaksana tugas (Plt) Ketua Umum Hanura.

Lalu, tak tinggal diam, OSO bahkan tetap pada pendiriannya bahwa dirinya masih menjabat sebagai Ketua Umum Partai Hanura yang sah. OSO yakin keputusannya memecat Sudding sudah sahih berdasarkan Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM tentang restrukturisasi, reposisi, dan revitalisasi pengurus DPP Partai Hanura masa bakti 2015-2020 nomor M.HH-01.AH.11.01 tahun 2018.

Baca Juga: Pileg 2019 Kurang Gaung, Politisi Minta Pemilu 2024 Tidak Serentak

Sekadar informasi, SK itu dikeluarkan Kemenkumham pada Rabu, 17 Januari 2018. Saat itu, kisruh dan perpecahan di internal Partai Hanura pun otomatis mengganggu roda organisasi, apalagi saat itu mereka tengah dihadapkan dengan kesibukan menghadapi Pilkada serentak 2018 dan Pilpres 2019.

Meski begitu, Ketua Dewan Pembina Hanura, Wiranto, sempat turun tangan saat itu untuk meredam konflik yang terjadi. Wiranto mengatakan masalah yang merundung Partai Hanura bersumber dari ketidakpuasan kader terhadap pengurus pada masa kepemimpinan OSO. “Sekarang masalahnya apa? Ada [masalah] seperti ini karena ada ketidakpuasan dalam berbagai tingkatkan dalam partai, masalah kebijakan, kami perbaiki kebijakan itu,” kata Wiranto, Rabu, 17 Januari 2018.

Pada akhirnya, perpecahan di tubuh Partai Hanura pun berdampak kurang baik terhadap elektabilitas partai tersebut di berbagai hasil survei nasional jelang Pemilu 2019. terbaru, Charta Politika pun mengungkapkan bahwa faktor internal terutama terkait konflik tersebut lah yang membuat Hanura sulit dipercaya publik.

Partai Hanura Tetap Optimistis Melenggang ke Senayan

Sementara itu, mendengar kabar bahwa elektabilitasnya turun, pihak Partai Hanura sendiri tetap optimistis akan lolos ke parlemen di Pileg 2019 nanti. Ketua DPP Hanura Inas Nasrullah Zubir berkaca pada Pemilu 2009 dan 2014 lalu di mana Hanura selalu menunjukkan hasil yang bagus.

“Harus dong (optimistis). Sejak Hanura ikut pileg dari tahun 2009, 2014, dan 2019 ini, Hanura diprediksi oleh berbagai lembaga survei selalu tidak lolos PT. Tapi alhamdulillah pada tahun 2009 dan 2014 Hanura lolos ke Senayan,” kata Ketua DPP Hanura Inas Nasrullah Zubir kepada wartawan, Kamis, 4 April 2019.

Lebih lanjut, Inas mengatakan bahwa lembaga survei memang hanya cenderung melakukan survei terhadap bendera partai saja, bukan kepada caleg. Maka dari itu, Inas yakin kemenangan Hanura akan terulang pada Pileg 2019 ini. “Hanura selalu menempatkan tokoh-tokoh masyarakat setempat sebagai caleg dan merekalah yang pada 2009 dan 2014 berkontribusi untuk suara Partai Hanura. Oleh karena itu, insyaallah akan terulang kembali pada tahun 2019 ini,” ujarnya.

Share: Faktor Internal Bikin Elektabilitas Hanura Anjlok Jelang Pemilu 2019