Isu Terkini

Di balik Dukungan Mahfud MD untuk RUU PKS

Ramadhan — Asumsi.co

featured image

Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD bicara soal pentingnya perlindungan terhadap perempuan dari kekerasan dan diskriminasi, yang mana hal itu merupakan bagian dari persoalan keamanan. Untuk itu, ia menyebut pemerintah akan mendorong pengesahan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS).

Mahfud menegaskan: tidak ada diskriminasi terhadap perempuan dalam kehidupan bernegara. Namun, dalam kehidupan bermasyarakat, ia menyebut tindak kekerasan yang dialami oleh perempuan memang sering dijumpai, bahkan sering pula terjadi diskriminasi.

“Ini dalam kehidupan bermasyarakat ya, bukan dalam kehidupan bernegara. Kalau dalam kehidupan bernegara tidak ada itu diskriminasi, artinya di dalam aturan-aturan hukum dan tindakan serta sikap pemerintah terhadap kaum perempuan,” kata Mahfud dalam sambutannya dalam Forum Konsultasi Publik Laporan Pertanggungjawaban Publik (LPJP) Komnas Perempuan Periode 2015-2019 di Hotel Sahid Jaya, Jakarta Pusat, Kamis (19/12/19).

Mahfud menyebut peran perempuan di Indonesia di ruang publik saat ini sudah sangat terbuka. Mantan ketua Mahkamah Konstitusi itu pun coba membandingkan dengan Jepang, yang disebut-sebut sebagai salah satu negara yang memiliki sedikit partisipasi perempuan di kancah politik.

Baca Juga: Akankah DPR yang Dipimpin Puan Maharani Mengesahkan RUU PKS?

“Jepang negara maju. Tapi di Jepang hampir tidak ada politisi perempuan. Di parlemen itu tidak ada pemimpin negara yang perempuan, amat-amat jarang. Bahkan kita hampir nggak pernah dengar hal ini karena di sana memang budayanya seperti itu,” ucapnya.

Mahfud MD dalam sambutannya dalam Forum Konsultasi Publik Laporan Pertanggungjawaban Publik (LPJP) Komnas Perempuan Periode 2015-2019 di Hotel Sahid Jaya, Jakarta Pusat, Kamis (19/12/19). Foto: Ramadhan/Asumsi.co

Lebih jauh lagi, Mahfud pun mengatakan bahwa Indonesia patut berbangga lantaran memiliki keunggulan di sektor pemimpin perempuan. Indonesia pernah memiliki presiden perempuan yakni Megawati Soekarnoputri, lalu ada pula sejumlah gubernur dan bupati perempuan.

Menurut Mahfud, Indonesia memiliki kebijakan afirmatif terhadap perempuan dalam partisipasi di partai politik. Ia menyebut perempuan di tanah air bahkan sudah aktif terjun di dunia politik sejak masa awal kemerdekaan.

“Kita melakukan afirmasi itu di dalam undang-undang pemilu legislatif tadi tahun 2008, hanya memberi jatah 1 dari 3 calon itu harus perempuan. Tapi tanpa itu pun sebenernya perempuan sejak awal-awal negara ini akan merdeka sudah aktif di dalam politik. Kita punya anggota BPUPKI perempuan,” kata Mahfud.

Sampai saat ini, Mahfud mengatakan bahwa pemerintah masih terus berkomitmen dalam meningkatkan perlindungan terhadap perempuan, meski tidak ada RUU PKS. Menurutnya, hal itu dibuktikan dengan masuknya isu kesetaraan jender dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 dan penerapan Perpres 2005 tentang penghapusan kekerasan kepada perempuan.

Baca Juga: Bagaimana Nasib RUU PKS Jika DPR Keburu Ganti Anggota?

Pemerintah juga membentuk lembaga Komnas Perempuan demi menjalankan amanat kesetaraan laki-laki dan perempuan. “Pemerintah tetap mendorong penuh sebelum undang-undang disahkan untuk menghilangkan segala bentuk kekerasan yang ditujukan kepada perempuan,”

Mahfud MD: RUU PKS Jadi Komitmen Negara Hapus Kekerasan Perempuan

Terkait RUU PKS, Mahfud pun menyebut pengesahan terhadap RUU tersebut jadi agenda penting bagi pemerintah. Menurut Mahfud, RUU PKS merupakan wujud hadirnya pemerintah dalam upaya penghapusan kekerasan dan diskriminasi terhadap perempuan.

“Saat ini kita punya pembahasan Rancangan UU Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) yang kemarin hampir diselesaikan sudah tinggal sedikit lagi, tetapi sekarang masih ditunda sebentar untuk dilakukan diskusi publik,” kata Mahfud dalam sambutannya pada kesempatan yang sama.

Menurut Mahfud, pengesahan RUU P-KS sangat penting bagi pemerintah, mengingat korban kekerasan seksual tertinggi adalah perempuan. Ia menyebut RUU PKS ini digagas karena adanya urgensi terkait kasus kekerasan seksual. Menurutnya, dampak kekerasan seksual cukup serius karena dapat merampas hak seseorang untuk merasa aman di negara sendiri.

“Fakta sosial yang melatarbelakangi pengesahan RUU P-KS adalah adanya urgensi dari kasus kekerasan seksual yang sangat tinggi di mana setiap 30 menit di Indonesia terdapat dua kasus kekerasan seksual dan dampaknya terhadap korban cukup serius karena itu merampas akan hak untuk mendapat rasa aman di rumah, tempat kerja dan di ruang publik,” ucapnya.

Mahfud pun menegaskan bahwa nantinya RUU PKS akan menjadi jalan keluar bagi para korban kekerasan seksual. Selain itu, rancangan undang-undang ini dapat menjadi langkah awal untuk melakukan perubahan bagi masyarakat.

Baca Juga: RKUHP Tidak Berpihak Pada Korban Kekerasan Seksual

“Kalau nanti RUU PKS disahkan tentu bisa jadi jalan keluar bagi berbagai masalah yang dialami perempuan. Ini juga merupakan langkah besar dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa serta menjadi bagian untuk melakukan perubahan paradigma masyarakat agar tidak lagi melakukan tindakan kekerasan seksual dalam bentuk apa pun.”

Sekadar informasi, DPR sendiri telah menetapkan sebanyak 247 RUU Prolegnas jangka panjang tahun 2020-2024. Dari 247 itu, sebanyak 50 RUU dimasukkan dalam Prolegnas prioritas Tahun 2020.

Dari 247 RUU prioritas lima tahunan tersebut terdapat beberapa RUU yang mendapat perhatian masyarakat dan dinilai kontroversial belakangan ini. Beberapa di antaranya adalah RUU PKS, RKUHP, RUU Pemasyarakatan, RUU tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, RUU Keamanan dan Ketahanan Siber (Kamtan Siber), RUU Pertanahan, RUU Ibu Kota Negara, RUU Penyadapan, RUU Perlindungan Tokoh Agama dan Simbol Agama, hingga dua RUU yang berkaitan dengan Omnibus Law.

Share: Di balik Dukungan Mahfud MD untuk RUU PKS