Isu Terkini

Debat Pilpres Ketiga dan Upaya Pemerintah Lindungi TKI yang Terjerat Hukum di Negeri Orang

Winda Chairunisyah Suryani — Asumsi.co

featured image

Debat Pemilihan Presiden (Pilpres) yang ketiga nanti akan segera digelar pada Minggu, 17 Maret 2019. Adapun tema debat ketiga nanti mengenai pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, dan sosial budaya. Namun kali ini yang mendapatkan kesempatan ikut berdebat hanyalah calon wakil presiden (cawapres) saja.

Baik cawapres nomor urut 01 Maruf Amin maupun cawapres nomor urut 02 Sandiaga Uno masing-masing mengklaim telah menyiapkan diri untuk menghadapi kesempatan tersebut. Budiman Sudjatmiko, Juru bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Maruf misalnya yang mengaku telah menyiapkan tim khusus sejak sebulan lalu. Budiman mengatakan tim tersebut terdiri dari para dokter dan pendidik.

“Pak Maruf Amin sudah bersama tim yang sangat berkualitas,” kata Budiman di Posko Cemara, Kamis, 21 Februari 2019 lalu.

Budiman yakin Ma’ruf bisa menungkapkan gagasan-gagasan terbaiknya dalam debat. Meskipun dengan cara yang berbeda dari pasangannya calon presiden (capres) nomor urut 01 Joko Widodo (Jokowi). Apalagi Maruf sendiri sudah cukup sepuh.

“Tentu saja Pak M’aruf Amin bukan pak Jokowi, Pak Ma’ruf Amin orang yang sudah sepuh, tapi tentu saja kondisi fisiknya tidak menghalangi beliau untuk menyampaikan pendapat-pendapatnya,” kata dia.

Tak hanya Maruf Amin, cawapres Sandiaga Uno pun mempersiapkan diri menghadapi debat capres ketiga. Sandiaga bahkan berencana membeberkan visi misi serta temuan dari kampanyenya di berbagai daerah. Ada beberapa kata kunci yang akan menjadi amunisi Sandiaga dalam debat ketiga nanti. Seperti persoalan Badan Pengelola Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, penerapan OK OCE taraf nasional, pembebasan pajak buku, hingga permasalahan tenaga kerja honorer.

Namun tak kalah penting dari itu semua, debat ketiga yang nantinya akan membahas soal ketenagakerjaan, perlu juga memperhatikan isu-isu yang masih riskan hingga saat ini. Contohnya adalah permasalahan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di luar negeri. Sebab diketahui bersama, bahwa TKI acap kali mendapatkan permasalahan, utamanya terlilit kasus hukum di negeri orang.

Ada 6 TKI Tereksekusi Mati Tanpa Notifikasi

Menurut catatan Migrant CARE pada tahun 2008-2018, setidaknya ada enam TKI yang harus menanggung hukuman mati tanpa adanya pemberitahuan ke Tanah Air. Hal itu menjadikan para TKI tak bisa mendapatkan bantuan hukum dair pihak pemerintah Indonesia secara maksimal. Keenam WNI yang dieksekusi mati Saudi tanpa notifikasi bekerja sebagai TKI di Saudi. Mereka dieksekusi atas tuduhan membunuh majikannya.

“Yang di Arab, sejak 2008-2018 ada 6 semuanya tidak ada notifikasi. Eksekusi hukuman mati terhadap pekerja migran kerap dilakukan tanpa memberikan notifikasi terlebih dahulu kepada pihak Pemerintah RI serta dengan mengabaikan akses terhadap keadilan dalam proses hukum yang berjalan,” ujar Aktivis Migrant CARE, Anis Hidayah, Rabu, 31 Oktober 2018.

Mereka yang telah dieksekusi mati tanpa notifikasi yaitu Yanti Irianti pada 11 Januari 2008, ia ditembak mati di Saudi. Kemudian ada Ruyati, ia dipacung pada 18 Juni 2011 di Saudi. Siti Zaenab, dan Karni juga dihukum pancung pada April 2015. Sedangkan Muhammad Zaini Misrin Arsad dan Tuti Tursilawati dipancung pada 2018 lalu. Semuanya dihukum atas tuduhan membunuh majikan.

Data dari Kementerian Luar Negeri tahun 2011-2017 sendiri masih ada 188 WNI yang bermasalah dan terancam hukuman mati. Menurut catatan, 72 persen pekerja migran yang menghadapi hukuman mati adalah perempuan. Saudi dan Malaysia disebut menjadi negara dengan ancaman hukuman mati tertinggi.

Siti Aisyah Jadi Contoh Advokasi Hukm TKI

Siti Aisyah, seorang TKI yang sempat dituduh membunuh Kim Jong-nam berhasil bebas dari pidana. Padahal sebelumnya ia telah mendekam di penjara selama dua tahun 23 hari. Namun dengan kekuatan advokasi dari pemerintah, kini Siti Aisyah bisa berhasil pulang.

Direktur Eksekutif Migrant Care, Wahyu Susilo menilai pembebasan terdakwa pembunuhan Kim Jong-nam, Siti Aisyah bisa menjadi parameter pemerintah dalam upaya advokasi kasus hukum buruh migran lainnya.  Tapi tentunya, upaya Kementeriam Hukum dan HAM (Kemenkumham) perlu lebih giat lagi dalam melindungi warga negaranya dari jerat hukum.

Wahyu mengatakan, Migrant Care sendiri telah memantau perkara yang menimpa Siti Aisyah sejak persidangan pertama. Migrant Care memberikan nilai yang positif terhadap pemerintah Indonesia yang proaktif melakukan pembelaan dan bantuan hukum serta langkah-langkah diplomasi terhadap warga negaranya. Namun tentunya perlu juga ada upaya pemulihan nama baik terhadap Siti Aisyah sebagai warga Kampung Rancasumur, Desa Sindangsari, Kecamatan Pabuaran, Kabupaten Serang, Banten ini,

“Migrant CARE mendesak agar pemerintah Indonesia melakukan langkah-langkah yang komprehensif atas kepulangan Siti Aisyah, dengan memberikan upaya pemulihan nama baik dan reintegrasi sosial,” kata Wahyu.

Share: Debat Pilpres Ketiga dan Upaya Pemerintah Lindungi TKI yang Terjerat Hukum di Negeri Orang