General

Debat Capres Kedua: Dari Unicorn Sampai Proyek Grasak-Grusuk

Ramadhan — Asumsi.co

featured image

Debat kedua antara dua calon presiden jelang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019, Joko Widodo (Jokowi) dan Prabowo Subianto, baru saja selesai digelar di Hotel Sultan, Jakarta, Minggu, 17 Februari 2019 malam. Pada debat yang bertemakan Energi, Pangan, Infrastruktur, Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup itu, Jokowi dan Prabowo memiliki pemaparan masing-masing. Khusus tema infrastruktur, keduanya sempat menjelaskan beberapa poin menarik.

Sebagai petahana dan capres nomor urut 01, Jokowi lebih banyak menyampaikan sederet pencapaiannya sebagai Presiden RI selama empat tahun terakhir. Sementara Prabowo sebagai penantang capres nomor urut 02 lebih banyak mengkritisi kebijakan-kebijakan Jokowi. Pada debat itu, Jokowi memamerkan program pembangunan infrastruktur dan penyaluran dana desa.

“Kita dalam 3 tahun ini telah gelontorkan Rp187 triliun dana desa. Ke desa-desa. Itu sudah dibangun 191 ribu km jalan di desa, ini jalan produksi yg sangat bermanfaat bagi petani dan 58 ribu irigasi kita bangun dari dana desa,” kata Jokowi dalam Debat Capres Jilid 2 di Hotel Sultan, Jakarta, Minggu, 17 Februari 2019.

Kritik Prabowo soal Proyek Grasak-Grusuk

Prabowo sendiri memang tampak sering melancarkan beberapa serangan kepada Jokowi, terutama dalam hal percepatan pembangunan infrastruktur. Ketum Partai Gerindra itu menilai pembangunan infrastruktur tidak efisien dan terkesan mahal dibandingkan pembangunan di negara-negara kawasan. Bahkan Prabowo menyebut proyek grasak-grusuk, sampai dengan pembangunan yang tidak memiliki dampak ekonomi kepada masyarakat di berbagai wilayah. “Banyak infrastruktur yang dikerjakan, dilaksanakan, dengan grasa-grusu dan tanpa feasibility study yang benar,” kata Prabowo.

Menurut Prabowo, banyak pembangunan infrastruktur yang malah bikin rugi justru memberikan beban baru bagi rakyat. Ia mengatakan pembangunan infrastruktur tersebut juga sangat sulit untuk dibayar. “Tidak efisien dan rugi, bahkan yang sangat-sangat sulit dibayar. Infrastruktur harus untuk rakyat, bukan rakyat untuk infrastruktur,” ujar Prabowo mengkritik.

“Ini justru memberikan dan merupakan beban dari ekonomi kita,” ujarnya.

Soal feasibility study, faktanya adalah Badan Pengelola Jalan Tol (BPJT) menyebutkan pembangunan proyek infrastruktur sudah melewati tahapan financial feasibility study dan feasibility study. Adapun Elrika Hamdi dari Energy Finance Analyst IEEFA menyatakan, semua proyek infrastruktur pasti menggunakan feasibility study dan detailed engineering design sebagai pedoman pembangunan bagi para kontraktor sipil atau EPC.

Bila tidak ada feasibility study dan detailed engineering design, maka tidak mungkin kontraktor dapat melakukan pembangunan. Namun memang keandalan feasibility study dan detailed engineering design dari masing-masing proyek terkadang dipertanyakan, terutama yang berhubungan dengan dampaknya terhadap lingkungan.

Dokumen feasibility study dan detailed engineering design seharusnya tidak hanya mencakup teknikal dan finansial, namun juga meliputi pemeliharaan lingkungan dan perlindungan terhadap masyarakat indigenous dan pemerataan gender.

Dalam pembuatan infrastruktur besar seharusnya seluruh dokumen feasibility study dan detailed engineering design lengkap dan sesuai dengan standar international, salah satu yang sering dipakai adalah IFC Performance Standard.

Meski tak henti mengkritik, Prabowo tetap memuji pembangunan infrastruktur yang dilakukan Jokowi. Ia mengatakan bahwa Jokowi telah bekerja keras. “Saya menghargai apa yang sudah dilakukan Pak Jokowi di bidang infrastruktur, beliau telah bekerja keras,” kata Prabowo.

“Namun namanya demokrasi, saya menawarkan strategi yang lebih cepat membawa kemakmuran dan keadilan bagi rakyat Indonesia,: ujarnya.

Jokowi mengatakan bahwa pembangunan infrastruktur yang ada di pemerintahannya sudah direncanakan dengan matang jauh-jauh hari. Tidak mungkin tanpa adanya perencanaan. “Saya rasa salah besar karena ini sudah direncanakan sejak lama. Ini sudah lama,” ucap Jokowi.

Jokowi bahkan menjawab tudingan yang menyebut bahwa sejumlah proyek infrastruktur yang tidak memiliki manfaat bagi perekonomian lantaran belum banyak digunakan. Jokowi lantas menjawab dengan data untuk membuktikan pembangunan infrastruktur yang dilakukan pemerintah tak hanya terpusat di kota, melainkan juga di desa.

“Kami dalam 3 tahun terakhir ini sudah menggelontorkan Rp 187 triliun dana desa, yang kita dapatkan adalah telah dibangun 191.000 kilometer jalan desa. Ini jalan produksi yang sangat bermanfaat bagi petani. Dan juga 58.000 unit irigasi yang telah kita bangun,” ucap mantan Gubernur DKI Jakarta itu

Infrastruktur Pendukung Unicorn

Ada yang menarik dalam Debat Capres Kedua semalam di mana Jokowi bertanya ke Prabowo soal infrastruktur apa yang akan dibangun Prabowo untuk mendukung unicorn yang ada di Indonesia. Namun sebelum menjawab, Prabowo justru terlihat kurang mengerti hingga akhirnya sempat bertanya balik kepada Jokowi soal apa itu unicorn. “Infrastruktur apa yang akan Bapak bangun untuk mendukung perkembangan unicorn Indonesia?” kata Jokowi.

“Yang Bapak maksud unicorn? Maksudnya yang online-online itu, iya, kan?” kata Prabowo sambil bertanya balik kepada Jokowi. Sementara Jokowi sendiri menjawab singkat dengan mengiyakan pertanyaan Prabowo tersebut.

Setelah itu, Prabowo lantas memaparkan komitmennya untuk perkembangan unicorn di Indonesia. Jika terpilih, Prabowo akan memangkas sejumlah regulasi yang, menurutnya, bisa memperlancar perkembangan startup unicorn di Indonesia.

“Kita kurangi regulasi, kurangi pembatasan karena mereka lagi giat-giatnya dan pesat-pesatnya berkembang. Saya akan dukung sebagai upaya memperlancar. Mereka juga mengalami kesulitan dalam arti merasa ada tambahan-tambahan regulasi. Mereka mau dipajaki rupanya dalam jaringan online. Ini yang mereka juga mengeluh,” kata Prabowo.

Seperti kita ketahui, unicorn itu adalah status yang disandang sebuah perusahaan rintisan atau startup jika valuasinya sudah mencapai US$ 1 miliar. Sebelum mencapai unicorn ada beberapa tahapan pendanaan dari sisi valuasinya. Startup series A adalah perusahaan rintisan yang memiliki valuasi US$ 600 ribu hingga US$ 3 juta.

Series B merupakan tahapan lanjutan dengan valuasi pendanaan US$ 5 juta hingga US$ 20 juta dan series C sebesar US$ 25 juta hingga US$ 100 juta. Di Indonesia sendiri setidaknya ada 4 startup yang sudah menyandang predikat unicorn, yakni Go-Jek, Bukalapak, Tokopedia, dan Traveloka.

Setelah unicorn ada level yang lebih tinggi lagi hirarkinya bagi perusahaan startup,yakni decacorn. Decacorn adalah startup dengan nilai valuasi di atas US$ 10 miliar. Atau bila dikonversi dalam kurs Rp 15.000/US$, nilainya mencapai Rp 150 triliun.

LRT dan Budaya Masyarakat Indonesia

Tema infrastruktur memang tak ada habisnya jadi bahan kritikan Prabowo kepada Jokowi. Pada kesempatan itu, Prabowo juga menyerang langsung perihal proyek infrastruktur yang juga dibangun di era Presiden Jokowi seperti proyek LRT Palembang dan Bandara Kertajati di Majalengka, Jawa Barat. “Infrastruktur harus untuk rakyat, bukan rakyat untuk infrastruktur. Enggak bisa seperti itu, nanti hanya sebagai monumen tapi tidak dimanfaatkan seperti LRT Palembang dan lapangan terbang Kertajati,” kata Prabowo.

Jokowi pun dengan cepat langsung menanggapi kritikan Prabowo tersebut. Mantan Wali Kota Solo itu menjawab dari sisi budaya masyarakat Indonesia. “Mengenai tadi yang disampaikan misalnya LRT Palembang atau LRT, MRT Jakarta, semuanya butuh waktu. Memindahkan budaya yang senang naik mobil sendiri, kemudian masuk ke transportasi massal yang saya pelajari di negara lain, butuh sepuluh sampai dua puluh tahun untuk memindahkan budaya itu, tidak mudah,” kata Jokowi.

“Kita pelajari itu butuh 10-20 tahun untuk memindahkan budaya itu. Tidak mudah, artinya kalau memang belum ramai baru 4 bulan jalan tol rampung,” ucapnya.

“Mengenai Kertajati, ini tinggal menyelesaikan Jalan Tol Sambung antar Kertajati – Bandung. Begitu itu rampung, airport Bandung akan semuanya dipindahkan ke Kertajati dan langsung rame Pak Prabowo,” ujarnya.

Terkait durasi waktu yang disebutkan Jokowi untuk memindahkan masyarakat Indonesia dari menggunakan transportasi pribadi ke transportasi massal, faktanya pernah dibeberkan Kepala Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ), Bambang Prihartono pada 15 Oktober 2018 lalu. Bambang memperkirakan pada tahun 2029 angkutan bus akan ‘collapse’ alias tidak kuat menampung penumpang. Sehingga, ia mengatakan pada 2029 nanti diperkirakan 80% orang di Jabodetabek akan beralih ke angkutan umum massal.

“Kalau itu tercapai kemudian orang berpindah ke transportasi umum maka bus sudah tidak kuat lagi,” kata Bambang di Intermark BSD, Serpong, Tangerang Selatan (Tangsel), Senin, 15 Oktober 2018, dikutip dari Tribunnews.

Berdasarkan hitungan itu, Bambang mengatakan harus ada moda transportasi massal yang bisa mengakomodir kebutuhan para pengendara yang beralih atau berpindah tersebut. Menurutnya trem adalah solusinya, sebab trem merupakan kereta yang berjalan di tengah kota menggunakan rel khusus.

“Kita sudah punya MRT, kita punya LRT, tapi itu enggak cukup. Kita perlu dari bus pindah ke tram way. Tram way daya angkutnya bisa 200 sampai 300 passanger. Kalai bus kan cuma 30 sampai 40. Makanya sekarang bicara angkutan masal yang daya angkutnya lebih tinggi,” ujarnya.

Lalu, soal pernyataan Prabowo yang menyebutkan LRT dan Bandara Kertajati bisa saja jadi monumen dan tidak dimanfaatkan sebagaimana mestinya, mungkin merujuk pada fakta soal kerugian LRT yang terjadi belakangan. Hal itu lantaran masyarakat disebut tak banyak yang menggunakan LRT. Perlu diketahui bahwa biaya operasional kereta LRT Palembang digelontorkan pemerintah pusat sebesar Rp 10 miliar dalam sebulan, seperti dikutip dari Kompas.com.

Sementara, penghasilan dari operasional LRT Palembang sendiri hanya mencapai Rp 1 Miliar saja per bulan dengan total penumpang dalam sehari sekitar 5.000. Dengan rincian pendapatan tersebut, operasional LRT mengalami kerugian sebesar Rp 9 Miliar per bulan.

Share: Debat Capres Kedua: Dari Unicorn Sampai Proyek Grasak-Grusuk