Budaya Pop

Dating Apps Menyangga Kewarasan Saat Pandemi

Raka Ibrahim — Asumsi.co

featured image

Pandemi COVID-19 yang tak kunjung surut ini seolah mengantar kita pada kiamat kubra untuk percintaan. Menanggapi situasi gawat darurat dan penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), Kementerian Agama menutup pendaftaran akad nikah baru sejak 1 April 2020 dan meminta semua akad ditunda entah sampai kapan. Beruntung, ada jalan lain bila janur kuning urung merunduk. Kamu dapat bergabung dengan jutaan orang di dunia yang beralih ke aplikasi kencan daring.

Selagi kasus COVID-19 terus menumpuk dan berbagai negara menerapkan lockdown, penggunaan aplikasi kencan naik drastis. Menurut firma riset Social Catfish, jumlah pesan yang dikirim pengguna dalam aplikasi Bumble naik 21 persen di AS sejak pandemi memburuk. Dalam laporan sama, jumlah pengguna Tinder pun naik 10-15 persen tiap pekannya.

Tren ini menjalar ke aplikasi-aplikasi lainnya. Antara tanggal 5-10 Maret 2020 saja, OkCupid mengumumkan bahwa jumlah percakapan dalam aplikasinya menanjak 5-7 persen. Jumlah pengguna aktif Bumble pun naik 8 persen hanya di pekan kedua bulan Maret.

Jangan salah sangka–mereka tak sekadar melarikan diri dari kenyataan. Pandemi yang hadir di hadapan mata jadi pemantik percakapan penuh trauma. Sepanjang bulan Maret, penggunaan kata “Coronavirus” dalam profil OkCupid meningkat sebanyak 188 persen.

Sudah tentu, tak hanya para pengguna dating apps yang menemukan kesempatan dalam kesempitan. Para pengelola dating apps pun mulai menawarkan promo-promo khusus untuk menemani penggunanya dalam kondisi physical distancing. Grindr, misalnya, menawarkan tips berhubungan seks lewat telepon untuk menyemarakkan kehidupan ranjang penggunanya. Adapun Match membuka hotline tips seraya mengajak penggunanya curhat soal “apa saja”.

Serangkaian promo anyar ini dinikmati betul oleh Idha Umamah, penulis lepas dan pengampu podcast kencan I Think I Wanna Date You. “Salah satu yang gue coba adalah promo Free Passport di Tinder, yang bikin kita bisa “mengubah” lokasi,” tuturnya. “Semisal gue mau tahu gimana tampilan para lelaki di Brisbane, Australia, gue bisa pakai paspor Tinder dan lihat-lihat.” Dengan fitur renyah ini, ia mengaku telah plesir keliling dunia untuk menikmati pelbagai pemandangan indah.

“Di situasi ini, kita harus berjuang dan bertahan entah bagaimana pun caranya,” ucap Idha. “Kita semua sedang beradaptasi dengan cara hidup yang baru.” Bagi Idha, dating apps menjadi salah satu cara jitu menjaga kewarasan di tengah pandemi ini. Dengan tetap berkenalan pada orang-orang baru dan berinteraksi, ia merasa tak begitu terkurung dan kesepian.

Sejak mulai swakarantina tiga pekan lalu, Idha mengaku selalu bikin jadwal video call rutin dengan daftar gebetannya. “Kalau ada lebih dari satu, tinggal diatur waktunya saja,” kisahnya sambil ketawa. “Gue senang karena ada kawan untuk bertukar foto, cerita hari ini makan apa, atau gue kirimin foto gue habis masak.”

Menariknya, Idha mengaku bahwa ia dan teman-temannya agak mengubah cara mereka mengarungi dunia kencan daring. Mereka tak lagi butuh kepuasan instan dari video call atau chat, tetapi butuh sensasi yang lebih “lawas.”

Salah satu dating apps yang sedang ia gandrungi adalah Slowly, yang berprinsip mirip sahabat pena. “Semakin jauh jarak antara lo dan teman ngobrol lo, semakin lama “surat”-nya akan tiba,” bebernya. “Misalnya gue di Jawa Tengah dan lawan bicara gue di Jakarta, surat gue mungkin baru sampai setelah dua jam, bahkan bisa lebih.”

Menunggu belasan jam untuk balasan, menurutnya, memberi sensasi tersendiri yang berbeda dengan kepuasan instan dating apps kebanyakan. “Ketika lo nerima balasan dari mereka, ada sensasi sumringah dan adrenalin.” Kisahnya. “Padahal, isinya juga bukan nomor rekening atau semacamnya. Tapi, lo merasa ada kejutan di hari itu.”

Ia pun turut serta dalam inisiatif Sahabat Pena Ketika Karantina, kegiatan sahabat pena lewat surel yang diprakarsai oleh penulis Gladhys Elliona. “Di saat pandemi kayak begini, otak kita mau macem-macem tapi tenaga kita cuma cukup buat rebahan.” Curhatnya. Inisiatif seperti Sahabat Pena Ketika Karantina “memaksa” dia untuk bangkit dan berkegiatan, karena balasan suratnya dinantikan oleh orang.

Meski ia intens bermain dating apps, Idha mengaku ia tak berharap banyak. “Gue dan teman-teman gue lebih mencari pertemanan instan,” katanya. “Karena untuk ngobrol intens itu sulit, sementara kita butuhnya intimacy.”

Percikan asmara apapun, menurutnya, sekadar bonus.

Share: Dating Apps Menyangga Kewarasan Saat Pandemi