General

Ketika Dangdut Koplo dan Pop Rock Bersaing Ketat di Pilgub Jatim 

Kiki Esa Perdana — Asumsi.co

featured image

Kampanye zaman modern jelas memberikan sesuatu yang berbeda bagi para pemilih. Kampanye modern tidak lagi hanya mengerahkan kekuatan massa sebagai ajang mencirikan banyaknya dukungan, tapi sekarang lebih banyak berkolaborasi dengan budaya populer untuk mengambil hati para pemilih muda.

Kaum muda sendiri sebagai pemilih di beberapa daerah memang secara statistik sangat menggiurkan. Menurut laporan Kompas pada November 2017, di provinsi Jawa Timur terdapat 37,68% atau lebih dari 14,5 juta yang merupakan pemilih milennial.

Para pemilih muda ini, selain dikenal lebih cerdas dengan melakukan analisa dari berbagai macam sumber berita untuk menentukan pilihan, juga dikenal aktif mengonsumsi banyak produk budaya populer. Melakukan strategi politik yang erat dengan apa yang mereka konsumsi adalah sebuah strategi yang tepat.

Salah satu pendekatan menarik yang dilakukan oleh dua pasang calon kepala daerah yang akan bersaing di Pemilihan Gubernur Jawa Timur (Pilgub Jatim). Pasangan Khofiffah Indar Parawansa-Emil Dardak dan Saifullah “Gus Ipul” Yusuf-Puti Guntur Soekarnoputri menggaet sejumlah musisi nasional untuk menjadi juru kampanye mereka.

Pendekatan lewat musik ini dinilai sebagai salah satu metode efektif dalam mengajak pemilih muda untuk lebih terfokus pada salah satu calon politik yang dirasa mampu mewakili mereka. Denny Syakrie, seorang penulis musik terkenal, semasa hidupnya pernah menulis di blognya bahwa “Secara politis musik berfungsi pula sebagai medium yang jitu untuk menggalang solidaritas komunitas atau kelompok yang mengajak orang untuk bersatu padu menjadi sebuah kesatuan”.

Mungkin alasan tersebut yang membuat kedua calon pasangan ini mengajak musisi nasional untuk menjadi salah satu juru kampanyenya.

Yang menarik dari Pilgub Jatim, muncul nama-nama musisi terkenal seperti Anang Hermansyah dan Pasha “Ungu” sebagai penarik suara calon pemilih. Keduanya adalah kader Partai Amanat Nasional (PAN) yang mendukung pasangan Khofiffah-Emil. Anang sendiri merupakan anggota DPR RI aktif, sedangkan Pasha, yang memiliki nama asli Sigit Purnomo ini, adalah Wakil Wali Kota Palu.

Via Vallen. Screenshot dari YouTube

Di kubu lain, Gus Ipul-Pati mencoba melawan gempuran Anang dan Pasha dengan menggaet dua penyanyi dangdut yang sedang naik daun, Via Vallen dan Nella Kharisma.

Nama Via Vallen melejit setelah single-nya Sayang menjadi hit di segala kalangan sebab perpaduan musik pop dan dangdutnya yang bisa masuk ke segala kalangan. Sedangkan Nella Kharisma menjadi salah satu penampil dangdut yang banyak diminati setelah mendaur ulang lagu tradisional Jaran Goyang dengan kemasan modern.

Keempat musisi ini tidak dipungkiri memiliki nilai popularitas yang tinggi. Untuk dangdut koplo sendiri, hadir dari panggung rakyat di daerah Jawa, terutama di pesisir pantai utara (pantura) Jawa Timur hingga Jawa Barat. Dangdut pantura koplo sendiri merupakan sebuah modifikasi musik dangdut melayu dengan lebih mengedepankan musik yang sedikit lebih cepat dan dominasi suara kendang.

Walau dangdut koplo sendiri pernah dianggap bukan sebagai bagian dari musik dangdut oleh Persatuan Artis Musik Melayu Dangdut Indonesia (PMMI), yang diketuai legenda dangdut Rhoma Irama, namun genre musik tersebut berkembang pesat di telinga seluruh Indonesia, bukan hanya saja mereka yang berada di pesisir pantai utara Jawa Timur.

Nella Kharisma. Screenshot dari YouTube

Sedangkan pop alternatif mulai ramai di Indonesia sejak tahun 1980-1990an dengan bermunculannya penyanyi solo dan band di banyak panggung musik. Anang, misalnya. Pengusung pop alternatif itu pertama hadir di kancah musik Indonesia bersama band Kidnap pada 1993, sebelum memutuskan mengambil jalur solo dan berduet dengan diva Krisdayanti, yang saat itu menjadi istrinya.

Pasha sendiri merupakan pentolan band pop-rock Ungu yang populer dengan lagunya Demi Waktu. Namun setelah ia menjabat sebagai Wakil Wali Kota Palu, ia harus melepaskan posisinya di band untuk fokus menjalankan roda pemerintahan.

Lantas, bagaimana karakter budaya pemilih di Jawa Timur jika diidentikkan dengan musik?

Ayu Sutarto, seorang budayawan Universitas Jember, pernah mengatakan bahwa wilayah Jawa Timur terbagi ke dalam 10 tlatah atau kawasan kebudayaan, yang berarti sangat plural dan memiliki keberagaman budaya yang sangat menarik.

Masyarakat Jawa Timur tidak bisa diidentikkan dengan satu budaya atau dengan satu produk budaya, dalam hal ini musik, baik pop alternatif atau dangdut koplo. Kedua jenis musik ini sama-sama mendapatkan tempat di hati masyarakat Jawa Timur.

Lalu muncul pertanyaan, strategi siapa yang lebih pandai mengambil hati? Apakah strategi Sayang atau Demi Waktu? Patut ditunggu setelah 27 Juni nanti.

Kiki Esa Perdana, penyuka isu politik budaya, mendengar musik untuk inspirasi dan berparuh waktu di depan kelas.

Share: Ketika Dangdut Koplo dan Pop Rock Bersaing Ketat di Pilgub Jatim