Covid-19

Cerita Dokter Faheem Younus, Edukasi COVID-19 Pakai Bahasa Indonesia Lewat Twitter

Ray Muhammad — Asumsi.co

featured image
Foto: Twitter/@FaheemYounus

Dokter Faheem Younus, pakar penyakit menular dari University of Maryland Upper Chesapeake Health, Amerika Serikat belakangan mencuri perhatian publik tanah air, menyusul seringnya ia merespons berbagai isu seputar COVID-19 yang terjadi di Indonesia. Mulai dari penggunaan Ivermectin sebagai obat virus corona, diserbunya Susu Beruang oleh warga negara Indonesia karena dianggap berkhasiat melawan virus mematikan ini, sampai mengedukasi masyarakat soal membuang masker medis habis pakai dengan baik.

Isu-isu ini diresponsnya lewat cuitan akun Twitter @FaheemYounus pakai bahasa Indonesia. Dalam simposium publik yang diselenggarakan oleh Humanity First Indonesia, Sabtu (17/7/21) ia mengedukasi langsung soal COVID-19 kepada masyarakat negeri ini, khususnya buat anak muda. 

Sikapi orang yang tak takut mati karena COVID-19 

Faheem mengungkapkan pandangannya terhadap segelintir anak muda yang masih tidak percaya dengan adanya pandemi COVID-19. Bahkan ada saja dari mereka yang beranggapan tanpa adanya pandemi COVID-19, setiap manusia pasti meninggal dunia. 

Pasalnya mereka menilai kematian adalah urusan takdir. Menurutnya, menyerahkan segala sesuatu kepada takdir merupakan perspektif menarik, sekaligus perlu dikritisi. 

“Terus gimana kalau ada ujian enggak usah belajar? Tunggu saja takdir nanti takdir yang akan kasih hasil ujiannya, enggak perlu belajar. Enggak usah kerja nanti takdir akan memunculkan apa yang kamu mau. Enggak perlu antre panjang buat antre beli iPhone, nanti takdir akan memberikan iPhone kepadamu,” ujarnya.

Baca Juga: Sengkarut Ivermectin, Mulai dari Obat Cacing, Terapi COVID-19 Sampai Bahan Ilegal | Asumsi

Faheem menambahkan, misalnya orang yang tidak percaya adanya COVID-19 itu terpapar virus corona dengan gejala ringan lalu tetap cuek, hal ini tentu berbahaya. 

“Kamu bisa menjadi vektor terhadap orang lain. Terdapat kemungkinan kamu mentransmisikan virus-virus ini ke orang orang yang rentan,” ucapnya.

Ia mencontohkan di Amerika Serikat ada pernikahan besar yang diantara tamu undangan, ada 2 orang yang positif COVID-19. Tamu undangan lain pulang membawa virusnya hingga menularkan ke keluarganya yang tidak hadir ke pernikahan ini. 

Virus tersebut lalu menginfeksi lansia hingga akhirnya menyebabkan 8 orang meninggal yang seluruhnya bukanlah tamu undangan pernikahan tersebut. 

“Jadi sebaiknya lindungilah diri sendiri, pakailah masker untuk melindungi keluargamu dan melindungi orang-orang yang kamu sayangi. Jangan sampai merasa bersalah karena kamu yang menjadi alasan meninggalnya mereka,” tuturnya.

Ingatkan susu tidak menyembuhkan penderita COVID-19 

Pada kesempatan ini, Faheem kembali menyinggung soal fenomena Susu Beruang yang dianggap bisa berkhasiat menangkal, bahkan menyembuhkan penderita COVID-19.

Ia menegaskan, sampai sekarang tidak ada bukti bahwa minuman tersebut bisa menyembuhkan kita dari virus corona. Bahkan, dirinya juga menegaskan betapa bahayanya orang menganggap COVID-19 hanyalah flu biasa.

Baca Juga: Keputusan Perpanjangan PPKM Darurat 2-3 Hari Lagi, Bansos Ditambah Rp39 Triliun | Asumsi

“Kemudian tidak melakukan tes. Virus itu masuk ke dalam tubuh kita selama 10 hari. Selama 10 hari itu, kamu bisa menularkan virus ke orang lain sampai meningkat. Kalau merasa cuma flu lalu dengan minuman susu merasa akan sembuh, minuman tersebut sama dengan racun,” terangnya.

Faheem mengharapkan, mispersepsi masyarakat Indonesia soal minuman tertentu yang dianggap bisa menyembuhkan kita saat terpapar virus corona, segera diakhiri.

“Kalian mau kasih racun ke orang yang kalian sayangi? Ke ibu, bapak, nenek dan kakekmu? Tentu tidak. Virus yang keluar dari tubuh kita lalu masuk ke tubuh orang lain, maka akan melalui inkubasi 10 hari jadi dan siklusnya terulang kembali,” ungkapnya.

Oleh sebab itu, ia mengingatkan siapa pun yang merasakan adanya gejala yang diduga tanda-tanda terpapar COVID-19 mesti segera memeriksakan diri ke fasilitas layanan kesehatan terdekat.

“Segera lakukan tes. Kalau sudah tes kamu harus segera melakukan isolasi mandiri supaya siklus 10 hari itu hanya terjadi di tubuhmu. Jangan sekali-kali mengatakan susu menyembuhkan. Tidak ada yang membuktikan susu ini bisa menyembuhkan kita dari COVID-19,” tegas dia.

Edukasi orang terdekat pakai otak dan hati

Dokter lulusan sekolah kedokteran di King Edward Medical University tahun 1995 ini pun sempat menjawab pertanyaan dari para peserta yang hadir dalam simposium ini. Salah satu peserta bertanya bagaimana cara mengedukasi orang terdekat kita yang hingga saat ini, masih saja tidak percaya dengan adanya pandemi global ini.

Faheem bilang, kita harus mengedukasi orang-orang terdekat kita yang sampai saat ini bersikukuh kalau COVID-19 hanyalah mitos belaka, dengan hati dan otak kita.

“Kombinasi keduanya. Pakai hati, menggunakan kekuatan cinta dan otak karena terkadang kita harus menunjukkan data dan saat kita menunjukkan data, pilihlah data yang jelas dan efektif,” ucapnya.

Ia pun mengimbau semua orang agar tidak pernah putus asa meyakinkan orang-orang tercinta kita bahwa pandemi COVID-19 adalah masalah yang harus dihadapi dengan kekompakan. “Ini isu kolektif, sehingga membutuhkan tindakan yang kolektif juga bukan individu,” ucap penerima penghargaan Layanan Kepresidenan tahun 2008 dari pemerintahan Presiden Barack Obama ini.

Alasan bikin cuitan pakai bahasa Indonesia

Faheem pun menjawab hal yang kayaknya banyak menjadi pertanyaan banyak orang, yaitu alasan dirinya mencuit edukasi soal COVID-19 menggunakan bahasa Indonesia dan siapa yang menerjemahkan pesan yang ingin disampaikannya lewat Twitter.

Baca Juga: Pakai Teknik mRNA, Moderna Akan Buat Vaksin HIV, Kanker, hingga Zika | Asumsi

Ia menjawab hal itu dilakukannya karena ingin membantu banyak orang di seluruh dunia untuk mengedukasi soal COVID-19 menggunakan bahasa yang dipahami oleh mereka.

“Ini bukan kali pertama saya melakukannya. Saya juga menggunakan Twitter untuk membantu warga India saat menghadapi kriris dengan mencuit pakai bahasa Urdu. Kebetulan saya memahami bahasa itu karena bahasa ibu saya, dimana saya lahir dan besar di Pakistan,” jelas dia.

Sementara soal sosok penerjemahnya, Faheem bilang awalnya menggunakan layanan penerjemahan yang disediakan Google Translate. Kemudian ada sukarelawan yang menawarkannya untuk menerjemahkan cuitannya ke dalam bahasa Indonesia, sebelum diunggah ke Twitter.

“Mereka merasa bisa membantu saya untuk menerjemahkan cuitan saya dan mereka melakukannya untuk beberapa cuitan saya. Saya sungguh mengapresiasi bantuan ini. Sekarang saya sepenuhnya dibantu Google Translate,” ungkapnya.

Faheem mengakui proses dirinya menerjemahkan tulisannya dalam bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia sebelum dicuitkan memang merepotkannya.

“Pertama saya terjemahkan dari bahasa Inggris ke Indonesia, lalu menerjemahkan ulang ke bahasa Inggris untuk mengecek ulang kalau ada kesalahan. Ini memakan waktu, makanya saya mencuit hanya beberapa pada waktu tertentu dalam sehari,” tandasnya.

Share: Cerita Dokter Faheem Younus, Edukasi COVID-19 Pakai Bahasa Indonesia Lewat Twitter