General

Beban Berat Menjadi Anggota KPPS

Hafizh Mulia — Asumsi.co

featured image

Petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) bisa dibilang sekelompok orang paling berjasa selama Pemilu Serentak 2019 berlangsung. Berjuang demi terciptanya demokrasi yang lebih baik di Indonesia, data terbaru menyebutkan ada 318 Petugas KPPS yang meninggal selepas menjalankan tugasnya. Kehilangan nyawa jelas tidak sebanding dengan bayaran yang tak seberapa, namun petugas KPPS ini rela berkorban demi demokrasi Indonesia.

Pengalaman berjuang demi demokrasi Indonesia ini lah yang diceritakan oleh Bung Farid (Twitter: @bungfarid) dalam episode terbaru Podcast Asumsi Bersuara with Rayestu. Bung Farid menceritakan pengalamannya sebagai salah satu Ketua KPPS di daerah Depok.

Memulai Proses Pemilu Sejak H-1

Anggota KPPS mulai memikul tanggung jawab dari, setidaknya, H-1 pemilu. Bung Farid bercerita kalau di kelurahan tempat ia bekerja, logistik harus diambil sendiri oleh masing-masing anggota KPPS.

“Pemilihan kan hari Rabu tanggal 17 April, jadi sehari sebelum itu kita sudah harus ke kelurahan untuk mengambil logistik, di beberapa tempat logistik itu diantar, tapi di depok itu, di kelurahan gue, kita ambil logistik (sendiri),” ujar Bung Farid, Selasa (30/4).

Ia bercerita kalau seluruh perlengkapan pemilu ia ambil jam 4 sore. Mulai dari bilik hingga kelengkapan suara diberikan padanya.

Gue ngambil itu jam 4 sore, gue ambil, gue dapat bilik, kemudian semua kelengkapan surat suara,” lanjut Farid.

Menurut Bung Farid, kotak kardus yang digunakan benar-benar ringkih dan tidak aman. Ia berpendapat seperti ini karena ia sendiri menemukan satu celah pada kotak kardus tersebut. Ia menemukan bagian bawah kotak dapat digunting dengan mudah karena hanya menggunakan kabel tis.

“Jadi kotak kardus itu kan digembok… jadi gini, gue cerita apa adanya aja ya, di kotak kardus itu atasnya digembok, tapi di bagian bawah cuman dikunci sama kabel tis dua, gue enggak bohong,” lanjut Farid.

Baru lah pada malam hari, ia dan tim merapikan TPS. Pada malam H-1 tersebut juga Bung Farid membagikan uang honor kepada timnya.

“Malem itu kita ngerapiin semua, dan segala macam, dana-dana buat uang tenda, uang konsumsi, uang snack, honor anggota KPPS sembilan orang, 7 orang anggota dan 2 orang Satlinmas, semuanya dikasih di H-1,” tutur Farid.

Proses merapikan TPS dilakukan hingga pukul 3.00 pagi. Padahal, pukul 7.00 di pagi harinya ketika 17 April 2019, prosesi Pemilu sudah harus dimulai. Saat itu lah hari yang begitu melelahkan untuk Bung Farid dan kawan-kawan KPPS dimulai.

“Mereka masih begadang lah sampe jam 3, gue udah tidur di jam 12-jam 1, bangun jam 5, sholat, kemudian abis itu jam 6 gue udah ke TPS nyiapin segala macem, jam 7 lah kita mulai. Itu baca ikrar dan janji, kemudian disaksikan sama saksi dan panwas, ada satu panwas di TPS gue, dan tiga saksi dari PKS, PDI, dan Demokrat,” tutur Farid.

Tanggung Jawab Jadi Makin Berat Pasca Pemungutan Suara

Meski sudah dimulai dari pukul 07.00, pekerjaan paling berat justru dimulai ketika pemungutan suara berakhir. Permasalahan pertama muncul ketika 10 orang datang ke TPS hanya membawa e-KTP. Ia pun menolak kesepuluh orang tersebut karena tidak memenuhi persyaratan.

“Ada sampai 10 orang yang datang ke TPS gue itu cuman bawa e-KTP doang, mereka enggak punya C-6…mereka enggak punya A-5,” ucap Bung Farid.

Kemudian, permasalahan lain adalah memastikan bahwa surat suara sesuai dengan jumlah pemilih. Hal ini demi mengantisipasi terjadinya kecurangan atau kesalahan-kesalahan penghitungan lainnya.

“Jadi waktu kita buka kotak, kita menghitung . Misalnya pemilihnya 159, maka kita harus menghitung surat suaranya benar ada 159,” kata Farid. Ia pun melanjutkan, “kalau lebih jadi pertanyaan, kalau kurang jangan-jangan nyelip di kotak lain, karena waktu gue hitung DPD ada surat suaranya DPRD Provinsi masuk.”

Beratnya pekerjaan menjadi anggota KPPS tidak hanya berhenti sampai menghitung surat suara. Setelah penghitungan, para petugas KPPS harus mengisi berbagai formulir untuk diserahkan pada kelurahan. Formulir setebal satu jengkal pun harus dikerjakan ketika malam sudah cukup larut, yakni pukul 22.00.

“Jam 10 (malam) lewat selesai penghitungan, it takes an hour and a half untuk kita pelajarin form-form ini diisi apa aja, tebalnya hampir sejengkal, dan annoyingly, di tiap halaman itu ada tulisan nomor TPS diisi, Kelurahan diisi, kecamatan diisi, kotamadya diisi, provinsi diisi, dan semua by hand. Dan saat lu sadar ini semua bisa difotokopi mestinya, lo udah jam 10-11 malem, selamat menikmati gitu,” pungkas Bung Farid.

Proses pengisian form pun akhirnya selesai pukul 01.00 keesokan harinya. Namun, prosesi Pemilu belum berakhir untuk para petugas KPPS. Mereka masih harus mengantar seluruh perangkat pemilu ke kelurahan. Berdasarkan penuturan Bung Farid, jam 1 pagi ia sampai ke kelurahan. Setelah dari kelurahan, baru lah segala urusan terselesaikan.

“Jam 12 malem, orang udah lelah, kerja udah enggak fit, dehidrasi, jam 12 sampai jam 1 (pagi) lah selesai, siap semua udah rapi, surat suara kita masukin ke amplop, kita segel, jam 1 kita anter ke kelurahan,” ungkap Bung Farid.

Share: Beban Berat Menjadi Anggota KPPS