Vaksin Covid-19

Cara Agar Anak Bisa Buat Orang Tua Mau Divaksin

Irfan — Asumsi.co

featured image
Mat Napo/ Unsplash

​Percepatan
vaksinasi menjadi salah satu langkah yang dilakukan pemerintah untuk
mengendalikan laju penularan Covid-19. Namun, selain masih kedodorannya target,
program vaksinasi di Indonesia juga tak begitu mulus karena banyaknya orang
yang enggan divaksin.

​Dikutip dari
survei Lembaga Survei Indonesia, jumlah mereka yang tidak mau divaksin masih
besar yakni 23,5 persen dari 1200 responden dari seluruh provinsi di Indonesia
yang diwawancarai LSI. Diselenggarakan pada 20-25 Juni 2021, survei ini diklaim
memiliki toleransi kesalahan sekitar kurang lebih 2,88 persen pada tingkat
kepercayaan 95 persen.

​Alasan paling
banyak mengapa orang tidak bersedia divaksin adalah karena takut dengan efek
sampingnya (55,5 persen), kemudian karena menilai vaksin tidak efektif (25,4
persen), dan merasa tidak membutuhkan vaksin karena sehat (19 persen).

Orang tua mendominasi

​Dalam survei
Media Survei Nasional (Median) awal Juli, ditemukan bahwa publik usia tua
justru lebih tak ingin divaksin lantaran takut akan efek setelahnya.

​Menjaring
1.089 responden yang tersebar di 32 Provinsi, survei dengan rancangan Non
Probability Sampling ini memperlihatkan 22,6 persen responden menolak atau
tidak ingin divaksin. Dari jumlah itu, 37,5 persen di antaranya berusia 60
tahun ke atas.

​Survei Median
menyebut, alasan publik ingin divaksin karena mendapatkan paparan informasi
yang tepat. Sedangkan orang yang tidak ingin divaksin dikarenakan adanya
informasi yang salah, maupun kurangnya informasi.

Bagaimana mempengaruhi
orang tua yang enggan divaksin?

Psikolog Ratih
Ibrahim menyebut dukungan keluarga bagi orang tua yang takut divaksin sangatlah
besar. Namun alih-alih berdebat soal keamanan dan ilmiahnya vaksin, buat
membujuk orang tua yang takut, akan lebih baik menggunakan pendekatan
emosional.

Menurut Ratih,
anak bisa membujuk orang tua dengan merayunya lewat sejumlah percakapan.
Misalnya dengan mengingatkan orang tua saat dulu mereka membujuk anaknya yang
takut disuntik.

Atau bisa juga
dengan bilang bahwa anak ingin orang tua divaksin agar anak bisa lebih punya
banyak waktu dengan orang tua, karena orang tua sehat dan terhindar dari penyakit.

“Diingatkan
saja dulu wkatu kita kecil mereka bawa kita vaksinasi, sekarsng gantian Pakai
rasional malah sering enggak dapet, enggaj efektif. Pendekatan emosional akan
lebih efektif,” kata Ratih kepada Asumsi.

Lalu bagaimana
kalau orang tua keukeuh dan bilang yang ditakuti justru efek samping vaksin
yang bisa mematikan? Ratih menyebut anak juga mesti sabar. Secara hati-hati
berita tahu faktanya bahwa efek samping vaksin covid-19 sudah diperhitungkan.
Ingatkan lagi, vaksin covid-19 sama dengan vaksin yang didapat anak saat kecil
atau bahkan saat orang tua kecil.

“Sama dulu
kayak waktu mereka bayi. Kok tetap divaksin? Ya kan? Bilang bahwa efek
sampingnya biasa aja, kan dijagain sama anak-anaknya juga,” ucap dia.

​Mengutip
Healthline, para ahli mengatakan penting untuk mengajak teman dan keluarga yang
ragu-ragu tentang perlunya setiap orang untuk divaksinasi sehingga kita dapat
mengakhiri pandemi.

​Namun, para
ahli mengatakan cara kita berbicara dengan orang yang ragu-ragu pada vaksinasi
bisa menentukan orang tersebut mau divaksin atau justru malah makin keras
menolak.

​Tom Kenyon,
mantan direktur Pusat Kesehatan Global di Pusat Pengendalian dan Pencegahan
Penyakit (CDC) dan kepala petugas kesehatan di Project HOPE, mengatakan
berdasarkan pengalaman, 50 persen pertama dari satu populasi memang cenderung
lebih mudah untuk ikut berpartisipasi dalam program vaksin. Namun cerita
berbeda bisa berlaku untuk 50 persen lainnya.

​”Di sini,
kita menghadapi lebih banyak keragu-raguan dan populasi rentan yang sulit
dijangkau,” kata Kenyon.

​Menurut dia,
pada dasarnya ada tiga kelompok yang mungkin berbeda dari satu komunitas ke
komunitas berikutnya. Ada orang-orang yang menerima vaksin, orang-orang yang
anti-vaksin, dan orang-orang yang ragu-ragu terhadap vaksin.

​”Dengan
penekanan saat ini pada yang belum memutuskan, sangat penting untuk memberikan
informasi faktual kepada semua orang,” ucap dia.

​Melawan
misinformasi dengan fakta spesifik dapat membantu orang mencapai kesimpulan
yang berbeda. Kenyon mengatakan bahwa meskipun vaksin COVID-19 sangat efektif
dan aman dalam mengendalikan pandemi, ada banyak informasi yang salah dan tidak
berlandaskan pada sains.

​”Informasi
yang salah dalam berbagai bentuknya merupakan pendorong penting keragu-raguan
vaksin dan merupakan hambatan serius untuk menyelamatkan nyawa, memulihkan
ekonomi kita, dan memulihkan kehidupan seperti sedia kala,” kata Kenyon.

​Kenyon
mengatakan orang perlu melawan informasi yang salah dengan fakta-fakta
tertentu. Salah satu contohnya adalah karena vaksin mRNA (Pfizer-BioNTech dan
Moderna) menggunakan “materi genetik”. Beberapa orang percaya bahwa vaksin
tersebut mengubah DNA seseorang, yang menurut Kenyon tidak mungkin secara
ilmiah.

​”Teori
konspirasi lain yang lebih jahat ada. Kita perlu melawan informasi yang salah
dengan fakta-fakta seperti yang kita ketahui dalam berbagai cara komunikasi
yang kita miliki. Akhirnya fakta akan menang, dan peningkatan penyerapan
vaksinasi akan terjadi,” ucap dia.

Lakukan dengan hati

​Ana Sokolovic,
psikoterapis berlisensi di ParentingPod.com mengatakan penting untuk memahami
bahwa suka atau tidak, divaksin adalah hak seseorang. Kita hanya bisa
menyarankan dengan memberi informasi faktual, tapi tidak berhak menyerang.

​”Kita
bisa memulainya dengan menanyakan apa yang membuat anda menjadi lebih nyaman
saat mendapatkan vaksin? Apa yang akan membuat Anda merasa lebih percaya diri?
Atau informasi apa yang Anda perlukan untuk memikirkan vaksin secara berbeda?
Apa yang berpotensi mengubah pikiran Anda?,” kata dia.

​Ann Marie
Pettis, presiden Asosiasi Profesional dalam Pengendalian Infeksi &
Epidemiologi, mengatakan cara terbaik untuk mengatasi keraguan vaksin adalah
bertemu dengan mereka secara pribadi untuk memahami kekhawatiran mereka dan
mendengar perspektif mereka.

​”Mempermalukan
atau berdebat tidak akan berhasil. Oleh karena itu, penting untuk memahami
keberatan mereka,” ucap dia.

​Sambil
mendengarkan dengan seksama, Pettis mengatakan penting juga untuk memberikan
fakta kepada orang-orang dan kemudian membiarkan mereka memutuskan.

​”Pengalaman
saya bahwa memberikan waktu untuk memproses informasi sering membawa keputusan
untuk divaksinasi,” katanya.

Share: Cara Agar Anak Bisa Buat Orang Tua Mau Divaksin