Isu Terkini

Capaian dan Rekomendasi Komnas Perempuan Periode 2015-2019

Ramadhan — Asumsi.co

featured image

Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyampaikan Laporan Pertanggungjawaban Publik (LPJP) Komnas Perempuan periode 2015-2019. Selain capaian-capaian selama periode tersebut, Komnas Perempuan juga membeberkan sejumlah rekomendasi pada Presiden Joko Widodo terkait upaya negara dalam memberikan perlindungan untuk perempuan.

Komisioner Komnas Perempuan Riri Khariroh mengatakan bahwa capaian yang disampaikan kali ini merupakan sebuah hasil kolaborasi yang sangat produktif dan juga kuat antara semua elemen Komnas Perempuan dan juga mendapatkan dukungan dari pihak-pihak di luar Komnas Perempuan, baik itu di kalangan masyarakat sipil ataupun dukungan dari negara itu sendiri.

Dalam periode 2015-2019, Riri menyebut Komnas Perempuan telah berhasil melakukan pemenuhan hak konstitusional perempuan di wilayah konflik dan juga pasca konflik. Selain itu, khususnya dalam bentuk peninjauan ulang tentang kondisi para korban dan juga kebijakan-kebijakan tentang perempuan yang dimunculkan oleh negara.

“Pada periode ini capaian yang menonjol dalam konteks ini adalah Komnas Perempuan berhasil membuat peta baru, peta baru terkait dengan pemenuhan hak konstitusional perempuan di wilayah konflik dan juga pasca konflik,” kata Riri dalam Forum Konsultasi Publik Laporan Pertanggungjawaban Komisioner Komnas Perempuan Periode 2015-2019 di Hotel Sahid Jaya, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat, Kamis (19/12/19).

“Kami melakukan revisit. Kami sebut sebagai revisit atau tinjau ulang terkait dengan bagaimana kondisi para korban dan juga kebijakan-kebijakan yang dimunculkan oleh negara untuk merespon konflik-konflik yang ada di semua wilayah di Indonesia,” ujarnya.

Baca Juga: Bersama Menghapuskan Pelecehan Seksual di Transportasi Umum

Di penghujung masa kerja Komnas Perempuan periode 2015-2019, Riri menyebut Komnas Perempuan telah melakukan riset kualitatif dan penelitian mendalam (indepth research) terkait dengan T2GT atau pemotongan dan pelukaan genitalia perempuan.

Selain itu, Riri juga menyampaikan bahwa pencapaian lain pada periode ini adalah terkait kasus Mary Jane Veloso. “Komnas Perempuan berhasil mengungkap isu-isu terselubung untuk kemudian disampaikan ke publik dan negara. Beberapa contoh adalah terkait dengan isu Mary Jane Veloso, kasus buruh migran yang mendapatkan hukuman mati,” kata Riri.

Menurut Riri, dari kasus tersebut, Komnas Perempuan berhasil membuat, mewacanakan kesadaran publik terkait dengan kerentanan pekerja migran dari trafficking yang kemudian mencegah mereka mendapatkan hukuman mati.

Riri juga menyebut Komnas Perempuan selalu konsisten melakukan kerjasama dengan institusi-institusi strategis, seperti Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) dan Kementerian Agama. “Lima tahun ini kami membangun MoU dengan Lemhanas dan juga dengan kementerian agama, utamanya untuk meng-adress isu-isu terkait dengan kekerasan terhadap perempuan di perguruan tinggi,” ujarnya.

Dari capaian selama lima tahun masa kerja, Komnas Perempuan juga memberikan beberapa rekomendasi untuk meningkatkan pemberdayaan pada perempuan. Rekomendasi ini diberikan kepada Presiden Republik Indonesia, DPR RI dan Pemerintahan Pusat, Pemerintah Pusat dan Daerah, Institusi Penegak Hukum, serta Masyarakat Sipil.

Baca Juga: Mengurusi Keperawanan Adalah Diskriminasi terhadap Perempuan

Tiga poin rekomendasi Komnas Perempuan Periode 2015-2019 untuk Presiden Republik Indonesia:

1. Meningkatkan kapasitas Penyelenggara Negara dalam menerapkan prinsip non-diskriminasi, kesetaraan substantif dan kewajiban negara pada seluruh penyelenggaraan tanggung jawab Lembaga Negara, guna memastikan terpenuhinya hak setiap warga untuk bebas dari kekerasan dan diskriminasi, termasuk dalam hal ini menghentikan segala bentuk pembiaran terhadap kekerasan berbasis gender dan diskriminasi terhadap perempuan, baik yang dilakukan oleh penyelenggara negara, masyarakat maupun korporasi.

2. Memperkuat pengetahuan dan pemahaman tentang peran dan fungsi Lembaga HAM terutama lembaga HAM khusus (Komnas Perempuan), dalam tata kelola negara, dimana paska amandemen Konstitusi Negara perlu dilengkapi dengan mekanisme HAM yang berfungsi untuk memastikan terselenggaranya tanggung jawab Negara terutama Pemerintah dalam pemajuan, penegakan, pelindungan dan pemenuhan HAM.

3. Melanjutkan tanggung jawab negara dalam menuntaskan pelanggaran HAM di masa lalu termasuk dengan menggunakan prinsip transitional justice untuk memastikan hak korban atas kebenaran, keadilan, pemulihan dan jaminan ketidakberulangan.

Menteri PPPA Sebut Masih Banyak Kekerasan-Diskriminasi terhadap Perempuan di 2019

Dalam kesempatan yang sama, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Menteri PPPA) I Gusti Ayu Bintang Darmavati juga hadir dan menyampaikan catatannya. Menurut Bintang, sepanjang tahun 2019 masih banyak kasus kekerasan seksual terhadap perempuan.

“Masih banyaknya kasus kekerasan seksual sebagaimana tercantum dalam catatan tahunan (CATAHU) Komnas Perempuan Tahun 2019 yang mencatat sebanyak 2.988 kasus atau 31% dari kasus terhadap perempuan yang dilaporkan,” kata Bintang.

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Menteri PPPA) I Gusti Ayu Bintang Darmavati dalam Forum Konsultasi Publik Laporan Pertanggungjawaban Komisioner Komnas Perempuan Periode 2015-2019 di Hotel Sahid Jaya, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat, Kamis (19/12/19). Foto: Ramadhan/Asumsi.co

Selain itu, menurut Bintang, di Indonesia masih sering terjadi kebijakan diskriminatif akibat adanya konservatisme dan politik identitas. Sehingga hal itu berdampak pada perempuan secara langsung hingga menghambat pencapaian tujuan pembangunan nasional.

Bintang menyebut kehadiran kebijakan diskriminatif ini tidak hanya berdampak pada perempuan namun juga berpotensi mendelegitimasi konstitusi, merapuhkan daya rekat kebangsaan, serta menghambat pencapaian tujuan pembangunan nasional.

Baca Juga: Derita Korban Revenge Porn: Trauma hingga Tak Mendapat Perlindungan Hukum

Tak lupa, Bintang juga menyampaikan apresiasi untuk Komnas Perempuan yang telah memperjuangkan hak-hak perempuan selama lima tahun terakhir. Terutama terkait upaya pembentukan sistem peradilan pidana terpadu penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan harmonisasi kebijakan pencegahan dan penanganan diskriminatif.

“Adapun contoh dari upaya yang dimaksud di antaranya. Satu, pembentukan sistem peradilan pidana terpadu penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan, dan kedua harmonisasi kebijakan pencegahan dan penanganan diskriminatif sebagai Program Prioritas Nasional,” tutur Bintang

Di masa mendatang, Bintang menyebut akan banyak tantangan dalam hal pemberdayaan perempuan dan hal itu tentu akan semakin kompleks seperti adanya kesenjangan ekonomi, ketidakpastian hukum dan minimnya rasa aman bagi perempuan. Sehingga, ia pun berharap Komnas Perempuan dan elemen-elemen dalam masyarakat dapat berkolaborasi untuk mewujudkan visi Indonesia Emas 2045.

“Untuk itu, bersama-sama dengan stakeholder lainnya, diharapkan Komnas Perempuan dapat berkolaborasi dalam mengatasi hal-hal tersebut. Agar nantinya, kita bisa bersama-sama visi Indonesia emas 2045,” kata Bintang.

Selain itu, Bintang juga menyampaikan setidaknya lima prioritas utama KemenPPPA sesuai mandat presiden, dalam rangka mendukung pemberdayaan perempuan ke depannya. Ia menyebut pihaknya berkomitmen untuk mewujudkan lima prioritas itu.

Ada pun lima isu prioritas tersebut di antaranya pertama peningkatan pemberdayaan perempuan dan kewirausahaan. Yang kedua peningkatan peran ibu dan keluarga dalam pendidikan/pengasuhan anak. Yang ketiga penurunan kekerasan terhadap perempuan dan anak. Yang keempat penurunan pekerja anak. Dan yang kelima pencegahan perkawinan anak. Lima isu prioritas tersebut menjadi komitmen bagi kami untuk bersama-sama mendukung pemberdayaan perempuan.

Share: Capaian dan Rekomendasi Komnas Perempuan Periode 2015-2019