Budaya Pop

“Bro” dan “Sis” PSI, Budaya Baru Politik Indonesia

Hafizh Mulia — Asumsi.co

featured image

Di Pemilu Serentak 2019 mendatang, terdapat satu nama partai baru yang namanya semakin sering diperbincangkan karena partai tersebut mengusung ‘anak muda’ sebagai jargon partainya. Partai tersebut adalah Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Dipimpin oleh Grace Natalie, partai ini nampak sebagai partai yang paling ‘baru’ dalam konteks nama-nama kadernya. Hampir tidak ada nama politisi-politisi lama yang bergabung di dalam PSI. Semuanya nama-nama baru dan kebanyakan anak muda.

Berbeda dengan partai-partai lainnya, unsur kekakuan dan keformalan yang kental dalam dunia politik berusaha dihilangkan oleh PSI. Salah satunya adalah dengan menggunakan kata panggil “bro”-“sis” (merujuk pada “brother” dan “sister”), alih-alih bapak dan ibu. Dari sini saja, terlihat PSI berusaha mengubah citra politik menjadi lebih cair. Tujuan utamanya tentu agar dapat merangsek masuk ke kalangan anak muda milenial yang memang lebih menyukai sesuatu yang lebih santai dan tidak kaku. Namun, apa hal ini wajar dalam dunia politik praktis?

Tuai Kritik, Sapaan “Bro” dan “Sis” Menjadi Budaya Baru di Dunia Perpolitikan Indonesia

Menggunakan kata sapaan “bro” dan “sis” untuk sesama kader PSI memang hal yang sebelumnya tidak pernah menjadi budaya di partai politik manapun di Indonesia. Ketika ditanya wartawan di acara halal bihalal di daerah Bogor hari Jumat (20/7) yang lalu, Ketua Umum PSI Grace Natalie mengatakan, “Kalau kita memang kalau di PSI kompak, bukan sok kebarat-baratan, tapi memudahkan egaliter, tapi kita merasakan itu seperti kesetaraan.”

Dari wawancara tersebut, jelas bahwa Grace sebenarnya hanya menginginkan kesetaraan terjadi di tubuh PSI. Namun tentu, cara memanggil sesama kader dengan panggilan bro dan sis yang masih jarang di Indonesia ini menuai kritik dari beberapa pihak. Dalam akun Twitternya, pengamat politik Universitas Paramadina Hendri Satrio mengungkapkan bahwa PSI jangan mengaku paling Indonesia jika masih memanggil sesama kader dengan sapaan “bro” dan “sis”. “Jadi kalau panggilan aja masih pake Bro dan Sis jangan ngaku paling Indonesia, biasa-biasa aja, jangan terjebak utopia politik,” ungkap Hendri Satrio.

Selain dari Hendri Satrio, kritik yang lebih keras datang dari Ernest Prakasa. Dalam akun Twitternya, Ernest mengungkapkan bahwa dirinya berharap kalau potensi besar kader muda PSI jangan sampai tergerus karena adanya panggilan bro dan sis yang dinilainya sok asik. Dalam akun Twitternya, Ernest mengungkapkan, “Gw punya harapan besar sama potensi kader2 muda PSI. Termasuk harapan bahwa mereka akan segera insyaf dari panggilan Bro/Sis nya yang sok asik itu.”

“Bro” dan “Sis”, Sapaan Akrab untuk Teman Sebaya di Barat

Kontroversi “bro” dan “sis” ini memang wajar, mengingat penggunaan kedua istilah ini adalah panggilan untuk teman sebaya di negara-negara barat seperti di Amerika Serikat dan Inggris. Di Indonesia juga sebenarnya banyak anak muda yang memanggil temannya dengan sapaan “bro” dan “sis”. Namun begitu, di seluruh dunia, panggilan bro dan sis ini benar-benar terbatas hanya untuk teman saja. Baik di Amerika Serikat ataupun di Indonesia, panggilan kepada orang yang lebih tua dengan istilah bro dan sis diianggap tidak wajar dan tidak sopan.

Ketika dibawa ke dunia politik, perdebatan mengenai kepantasan penggunaan kedua istilah ini tentu semakin menghangat. Terlebih ketika sapaan “bro” dan “sis” ini tidak melihat umur dan jabatan, sesuatu yang esensial dalam tata krama dunia politk praktis. Seperti misalnya, akan ada dilema moral tentunya jika harus memanggil Presiden Joko Widodo dengan panggilan “bro”. Begitu pun dengan pejabat-pejabat tinggi lainnya. Jika panggilan “bro” dan “sis” ini digunakan untuk sesama kader muda di internal partai PSI, mungkin tidak akan jadi masalah. Namun jika dibawa keluar tanpa melihat konteks, tentu panggilan bro dan sis ini dapat menjadi begitu bermasalah.

Jika belajar mengenai demokrasi dan kesetaraan, tentu negara-negara Eropa Barat adalah satu rujukan utama. Ambil contoh Inggris Raya. Dalam salah satu agenda politik mingguan yang bernama Prime Minister Questions, perdana menteri Inggris Raya harus menjawab pertanyaan dari oposisi dan seluruh anggota parlemen lainnya dalam kurun waktu 40 menit. Istilah apa yang mereka gunakan untuk memanggil sesama anggota parlemen? The Right Honorable Gentlemen, atau jika diartikan menjadi anggota dewan yang terhormat. Tidak ada panggilan santai seperti bro dan sis untuk sesamanya. Bayangkan jika kader PSI terpilih menjadi anggota DPR, dan tetap menggunakan “bro” dan “sis”? Mari berharap bahwa jika PSI nanti terpilih, kader-kader partainya tersebut dapat menyesuaikan konteks parlemen, agar tidak tercipta permasalahan-permasalahan yang seharusnya bisa dihindarkan.

Share: “Bro” dan “Sis” PSI, Budaya Baru Politik Indonesia