Budaya Pop

#BoycottBlizzard: Bagaimana Gamer Dunia Mendukung Protes Hong Kong

Raka Ibrahim — Asumsi.co

featured image

Kita tahu Hong Kong sedang membara, dan itu bukan permainan. Sejak Juni 2019, wacana aturan baru yang memudahkan ekstradisi tersangka tindakan kriminal ke Cina memantik gelombang protes. Hukum tersebut dinilai akan mengancam jurnalis dan aktivis, dan menambah kuasa pemerintah Cina atas urusan internal Hong Kong.

Pada September, Pemimpin Eksekutif Carrie Lam membatalkan aturan tersebut. Namun, warga terus turun ke jalan menuntut demokratisasi penuh serta pengusutan atas tindakan brutal aparat dalam merepresi demonstrasi. 1 Oktober silam, kala Cina semringah merayakan 70 tahun kekuasaan Partai Komunis, seorang demonstran berusia 18 tahun ditembak dengan peluru tajam. Empat hari kemudian (5/10), dukungan datang dari tempat tak terduga, dan memulai babak baru dalam protes bertubi-tubi terhadap kebijakan represif Cina.

Di Taiwan, Chung Ng Wai sedang digdaya. Blitzchung, begitu ia akrab disapa, menjuarai turnamen game Hearthstone tingkat Asia-Pasifik. Hal ini wajar saja–toh ia telah mencapai tingkat Grandmaster dan dikenal sebagai salah satu pemain Hearthstone top dunia. Namun, sesuatu yang ganjil terjadi saat ia diwawancarai setelah menerima gelar juara turnamen Asia-Pacific Grandmasters. Blitzchung muncul mengenakan masker gas–simbol protes Hong Kong–dan mendadak memekik, “Liberate Hong Kong! Revolution of our age!”

Kedua penyiar yang tengah mewawancarainya panik. Mereka langsung menutup wajah dan sembunyi di bawah meja. Livestream turnamen tersebut tiba-tiba dipotong ke iklan. Activision Blizzard, pengembang game Hearthstone dan penyelenggara turnamen tersebut, lekas bertindak tegas. Mengacu pada aturan turnamen, Blizzard mencabut gelar Grandmaster milik Blitzchung, menarik uang juara kompetisi yang harusnya ia terima, dan melarangnya bermain dalam turnamen Hearthstone selama setahun penuh. Tak berhenti, Blizzard pun mengumumkan bahwa mereka akan “menghentikan kerja sama” dengan kedua penyiar yang mewawancarai Blitzchung.

Respon keras Blizzard membangkitkan amarah komunitas gamer global. Tak lama setelah kabar pencekalan Blitzchung tersiar, tagar #BoycottBlizzard mengudara. Para gamer ramai-ramai menyerbu Reddit, membajak percakapan di subreddit r/Hearthstone dan r/Blizzard yang digunakan untuk mempromosikan game-game Blizzard. r/Blizzard sempat ditutup sementara pada 8 Oktober akibat membanjirnya kritik fans, sementara unggahan bendera Cina yang dicoreng logo Blizzard menjadi unggahan dengan upvote paling tinggi di subreddit r/Hearthstone.

Di luar Reddit, gamer mancanegara mengumumkan bahwa mereka akan berhenti bermain Hearthstone setelah pencekalan Blitzchung. Gamer ramai-ramai mengunggah screenshot mereka menghapus akun Blizzard, bahkan menyudahi langganan untuk game World of Warcraft, satu lagi karya Blizzard. Pada 10 Oktober, tiga pemain pro Hearthstone di Amerika Serikat mengangkat poster bertuliskan “Free Hongkong, Boycott Blizz” di tengah livestream kompetisi resmi, sebelum memboikot pertandingan Hearthstone berikutnya. Kemarin (16/10), ketiga pemain tersebut juga dicekal oleh Blizzard.

Para gamer tidak sendirian. Hanya berselang sekian jam setelah pencekalan Blitzchung diumumkan, seorang pegawai di kantor pusat Activision Blizzard berulah. Ia menutupi teks moto perusahaan, “Think Globally” dan “Every Voice Matters,” yang terpatri pada sebuah patung orc di kantor Blizzard. Pada 9 Oktober, 30 pegawai Blizzard ramai-ramai walk out dari kantor untuk memprotes kebijakan tersebut. Dalam foto yang diunggah pegawai anonim, para pegawai tampak berkerumun di sekeliling patung orc tersebut sembari berlindung di bawah payung–simbol protes Hong Kong. Ketika foto tersebut bocor ke subreddit r/Hearthstone, para pegawai Blizzard menuai pujian komunitas gamer global.

Belakangan, para pemrotes menemukan taktik baru. Mereka mengambil alih Mei, karakter dalam game populer Overwatch, dan menjadikannya ikon baru untuk mendukung protes Hong Kong dan memboikot Blizzard. Overwatch merupakan salah satu game paling sukses yang diproduksi Blizzard, dan karakter Mei dalam game tersebut digambarkan berkebangsaan Cina.

Melalui Reddit dan berbagai platform media sosial lain, para gamer menyebar ilustrasi dan fan art Mei, di mana kostum khas Mei dicoreng dengan slogan-slogan pro-Hong Kong dan umpatan untuk Cina. Beberapa ilustrasi menggambarkan Mei mengenakan simbol protes seperti masker gas dan payung, sebagian lagi memperlihatkan Mei menenteng senjata dan menyemangati para demonstran untuk melanjutkan aksi. Sebagian gamer lebih nakal lagi. Mereka menyunting nukilan dari game Overwatch secara langsung dan mengubah tampilan visual serta teks game tersebut untuk menunjukkan dukungan bagi demonstrasi Hong Kong.

Tujuan para gamer mengkooptasi karakter Mei sederhana saja: mereka ingin Overwatch dilarang oleh pemerintah Cina. Memang, hingga kini Blizzard meraup keuntungan besar. Pada 2018, mereka menuai untung sedikitnya 7,5 miliar dollar. Hearthstone, yang menjadi pemantik pemboikotan Blizzard, menarik pemasukan 385 juta dollar pada 2018. Namun, Blizzard menggantungkan masa depannya pada pasar game Cina yang melimpah ruah. Misalkan pemerintah Cina tersinggung dan sungguh-sungguh mencekal Overwatch, Blizzard bakal kebakaran jenggot.

Firma riset Newzoo mendapati bahwa Cina adalah pasar terbesar kedua di dunia untuk game, dengan nilai pasar 36,5 miliar dollar. Angka ini hanya kalah dari Amerika Serikat, yang meraup 36,8 miliar dollar. Riset pasar dari Niko Partners pun memprediksi bahwa pasar game Cina akan tumbuh ke angka fantastis 41,5 miliar dollar pada tahun 2023, dengan total 767 juta pemain.

Pasar raksasa inilah yang diincar oleh Activision Blizzard. Seperti dilansir oleh Vox, bahkan sejak sebelum aksi #BoycottBlizzard dimulai, jumlah pengguna Blizzard sebetulnya tengah menurun. Terlebih lagi, laporan situs berita finansial AlphaStreet menunjukkan bahwa nilai pasar perusahaan Blizzard berkurang seperempat dalam 12 bulan terakhir.

Akibat bencana tampak di pelupuk mata, Blizzard ketar-ketir. “Mau tidak mau, Blizzard bertaruh pada pasar game Cina yang luar biasa besar untuk memutarbalikkan momentum buruk tersebut,” tulis Vox. Kini, lima persen saham Blizzard pun dimiliki oleh Tencent–perusahaan digital asal Cina yang sekaligus publisis video game terbesar di dunia.

Persoalannya, Cina amat sulit ditembus oleh pengembang game mancanegara. Pemerintah Cina yang dipimpin Xi Jinping getol menyensor konten game yang dinilai kritis. Game yang menggambarkan skenario pembangkangan terhadap pemerintah pantang didistribusikan. Kadang, sensitivitas pemerintah Cina terhadap produk budaya populer ini jadi menggelikan. Akibat warganet berbondong-bondong membandingkan penampilan fisik Xi Jinping dengan karakter kartun Winnie the Pooh, misalnya, gambar Winnie the Pooh dicekal dari internet Cina dan menyebarkannya dapat diganjar hukuman penjara.

Sadar akan risiko kehilangan akses kepada salah satu pasar game terbesar dunia, kebanyakan pengembang game manut-manut saja ketika lembaga sensor Cina mulai rewel. Baru-baru ini, misalnya, Google menarik sebuah game bertema protes Hong Kong dari aplikasi Playstore. Game berjudul Revolution of Our Times tersebut dinilai melanggar kebijakan Google Play yang melarang aplikasi “mengkapitalisasi peristiwa sensitif seperti konflik atau tragedi”. Pengembang game Riot Games pun menghimbau agar penggunanya tidak “mendiskusikan topik sensitif” dalam livestream game populer bikinan mereka, League of Legends. Patut dicatat bahwa sejak 2015 Riot Games sepenuhnya dimiliki oleh Tencent.

Namun, persoalannya lebih runyam dari yang terlihat. Di balik prediksi pertumbuhan pesat pasar game Cina serta angka penjualan yang cemerlang, sejatinya pasar game Cina mulai lesu. Pada 2019, mereka disalip Amerika Serikat sebagai pasar game terbesar dunia untuk kali pertama sejak 2015. Tentu tak mengejutkan bila penyebab stagnasi ini adalah kebijakan pemerintah Cina yang bikin rikuh pengembang game mancanegara.

Seperti dilansir situs TechCrunch, pasar game Cina goyah setelah pemerintah memberlakukan moratorium pemberian izin distribusi game baru selama sembilan bulan tahun lalu. Moratorium ini memperlambat arus masuknya game-game anyar ke Cina, sehingga mengurangi jumlah pendapatan dari penjualan game. Selain itu, kebijakan membatasi waktu main game bagi pemain yang di bawah umur dinilai mengurangi gairah komunitas gamer Cina.

Ada faktor lain yang menjadikan posisi Activision Blizzard kian rentan. Meski mereka mati-matian berusaha mengejar pasar Cina, data finansial teranyar Blizzard yang dilansir pada Juni 2019 menunjukkan bahwa hanya 12 persen pendapatan mereka berasal dari pasar Asia-Pasifik. Itu pun didominasi oleh pasar game Jepang dan Korea Selatan. Mayoritas penjualan Blizzard terjadi di pasar benua Amerika (55 persen) dan Eropa (33 persen).

Artinya, hampir semua pengguna Blizzard saat ini berasal dari negara-negara demokrasi liberal yang kebanyakan kontra terhadap kebijakan pemerintah Cina. Blizzard pun menghadapi buah simalakama: misalkan mereka tidak mencekal Blitzchung akibat pernyataannya yang pro-Hong Kong, mereka mengambil risiko kehilangan akses terhadap pasar game yang menggiurkan di masa depan. Namun bila mereka ngotot menghukum Blitzchung, mayoritas pelanggan mereka saat ini di negara-negara Amerika dan Eropa akan berbondong-bondong meninggalkan mereka.

Tekanan terus menerus dari komunitas game global belum lama ini membuahkan hasil. Blizzard mengumumkan bahwa mereka mengurangi larangan nge-game Blitzchung jadi enam bulan, dan mengembalikan uang hadiah juara turnamen yang harusnya ia terima sejak awal. Namun, bagi para gamer yang mengkritik Blizzard, kompromi ini tidak cukup. Pertama, fakta bahwa Blitzchung tetap dilarang bermain dinilai sebagai preseden buruk bagi kebebasan berekspresi dan demokrasi secara umum. Kedua, Blizzard dianggap gagal melindungi hak-hak gamer yang bernaung di bawahnya. Dan lebih penting lagi, baru sehari lalu, Blizzard mencekal tiga pemain pro Hearthstone yang menyampaikan dukungan kepada Blitzchung. Raksasa game tersebut seolah tak betul-betul kapok, sehingga gelombang protes mesti diteruskan.

Dampak protes ini mulai terasa. Pada pekan pertama tagar #BoycottBlizzard beredar, nilai saham Activision Blizzard merosot sebanyak empat persen. Majalah finansial Barron’s melaporkan bahwa penjualan promo bundle game Hearthstone turun sebanyak 40-45 persen di pasar Amerika Serikat, berimbas pada berkurangnya pendapatan sebanyak 18-23 persen dari game Hearthstone.

Belum lama ini, Blizzard mendadak membatalkan peluncuran game Overwatch untuk konsol Nintendo Switch yang semestinya diadakan di New York City, Amerika Serikat. Akun resmi toko utama Nintendo New York mengindikasikan bahwa Blizzard membatalkan acara tersebut secara mendadak dan sepihak. Meski Blizzard belum mengeluarkan pernyataan resmi ihwal pembatalan tersebut, diduga kuat bahwa ancaman boikot serta fakta bahwa karakter Overwatch telah dikooptasi untuk mendukung demo Hong Kong memengaruhi keputusan tersebut.

Seruan memboikot Blizzard pun akan bertambah masif. 1 November nanti, Activision Blizzard berencana mengadakan BlizzCon, konferensi akbar dan acara kumpul penggemar Blizzard yang diselenggarakan tiap tahun. Grup aktivis Fight for the Future berkoalisi dengan aktivis dan gamer lain untuk mengorganisir protes besar-besaran di BlizzCon. Tajuk demonstrasi tersebut, “Protes Payung”, adalah tribut terang-terangan untuk protes pro-demokrasi di Hong Kong pada 2014.

“Blizzard tidak tahu internet shitstorm yang telah mereka ciptakan,” ucap Evan Greer, deputi direktur Fight for the Future. “Kami akan memastikan bahwa perusahaan-perusahaan besar tahu mereka tidak bisa seenaknya menyepelekan hak asasi manusia dan kebebasan berekspresi demi mencari uang tambahan.”

Bila ancaman Greer mabrur dan panggilan untuk memboikot Blizzard bertambah riuh, maka para demonstran pro-demokrasi di Hong Kong telah menemukan sekutu baru yang tak disangka-sangka.

Share: #BoycottBlizzard: Bagaimana Gamer Dunia Mendukung Protes Hong Kong