Isu Terkini

Prediksi Gita Wirjawan soal “Big Data” dan Ancaman yang Ada

Hafizh Mulia — Asumsi.co

featured image

Video berisi pidato dari mantan Menteri Perdagangan Gita Wirjawan tengah beredar di media sosial. Dalam pidato yang disampaikan dalam acara Indonesia Economic Forum 2018, pada tanggal 21 November 2018 tersebut, Gita berbicara tentang proyeksi kekuatan-kekuatan besar di masa depan.

Dalam video yang diunggah akun School of Government and Public Policy Indonesia (@SGPPINdonesia) berikut, Gita bercerita tentang betapa besarnya pengaruh data pada kehidupan manusia nantinya.

Data is changing how we live our lives. But as new opportunities emerge, so does data dictatorship. pic.twitter.com/kRCkz5MFSu— SGPP-Indonesia (@SGPPIndonesia) March 21, 2019

Menurut Gita, akan ada pergeseran makna ‘kekuatan besar’ dari kondisi saat ini. Gita menjelaskan bahwa saat ini, kekuasaan dipegang oleh orang-orang yang memiliki tanah atau mereka yang menjadi bagian dari kelompok aristokrat. Nantinya, proyeksi kekuasaan ini akan bergeser pada poros yang amat berbeda.

“Hingga hari ini, orang-orang yang berada di kekuasaan adalah selalu mereka yang mengontrol tanah, aristokrat, kaum feodal, dan pemimpin ekonomi dari negara tertentu, mereka mengontrol masyarakat dan sistem politik. Namun di masa depan, orang-orang yang paling berkuasa bukanlah mereka yang memiliki tanah, tetapi mereka yang memiliki kontrol terhadap data,” ujar Gita.

Ya, poros tersebut akan beralih pada pengontrol data. Kepemilikan data merupakan hal yang semakin signifikan. Gita melihat kalau kemajuan teknologi informasi dan biometrik akan mempengaruhi jenis-jenis data yang dapat terkumpul dari masyarakat. Dan barang siapa yang berhasil menguasai data ini akan memiliki kekuatan untuk mendefinisikan perilaku masyarakat di masa depan.

“Data akan mendefinisikan bagaimana kita berpolitik, melakukan kegiatan ekonomi, bersosialisasi, dan juga berbudaya,” ujar Gita.

Ia juga mengatakan kalau generasi saat ini tumbuh dan berkembang dengan inovasi teknologi yang pesat. Menurut Gita, semakin kuatnya posisi data bukanlah suatu ancaman. Yang menjadi ancaman adalah ketika data-data tersebut jatuh ke tangan yang salah. Kemampuan mengontrol perilaku orang melalui data, jika jatuh ke tangan yang salah, dapat menciptakan kediktatoran berbasis data (data dictatorship).

“Kita harus memastikan kalau data jatuh ke tangan yang benar,” tuturnya.

Berkenalan dengan Era Big Data, Ketika Setiap Gerak Gerik Manusia Tercatat

Sadar atau tidak, data merupakan aspek esensial kehidupan seseorang sekarang ini.  Data tidak selalu tentang algoritma teknologi. Data bisa dilihat dari bentuknya yang lebih sederhana, seperti buku paspor yang mencatatkan perjalanan seseorang atau buku rapor anak sekolahan.

Lantas, apa bedanya pemahaman tentang data di masa lalu dan saat ini?

Dahulu, data pribadi seseorang akan tetap bertahan di ranah privat. Tidak ada akses untuk pihak lain mengambil data seseorang tanpa izin orang tersebut. Data konvensional memiliki ancaman tersebar yang minim. Kalau pun terambil, pengambilan data tanpa izin adalah sebuah pencurian yang ancamannya berupa pidana di banyak negara. Salah satu contoh pencurian data yang dimaksud adalah pencurian data paspor.

Di era internet seperti saat ini, akses terhadap data seseorang sudah tidak lagi sesulit dulu. Pihak lain dapat dengan mudahnya mengambil data seseorang melalui gawai-gawai yang dimiliki oleh orang tersebut. Jika kita berselancar di internet menggunakan gawai kita, data pencarian tersebut akan tersimpan. Begitu pun dengan data-data pribadi yang kita masukkan di media sosial. Data demi data kita masukkan secara virtual tanpa sadar kalau data-data tersebut sebenarnya diberikan ke pihak lain secara cuma-cuma.

Bagaimana Mungkin?

Sederhana. Ketika kita mengunduh suatu aplikasi tertentu, dan mendaftarkan profil kita, akan ada terms and agreement (syarat dan ketentuan) yang seringkali tidak pernah dibaca sampai habis. Ketika kita asal setuju saja, di situ lah kalian mengizinkan pihak lain mengambil data kalian secara cuma-cuma. Memang pilihannya berat sih. Kalian harus menentukan untuk tidak menggunakan aplikasi tersebut sama sekali, atau rela data diambil oleh pihak lain.

Rangkaian data demi data yang telah kita masukkan di internet ini lah yang menjadi asal muasal istilah big data. Bila diartikan, big data memiliki makna data dalam skala yang masif dan membuat mesin komputer dapat berpikir seperti otak manusia. Dilansir dari portal berita teknologi CIO, big data merupakan aspek penting bagi mesin komputer mempelajari preferensi-preferensi yang dibutuhkan pengguna. Contohnya seperti sistem rekomendasi Netflix. Data hasil tontonan atau pencarian yang sudah pernah kita lakukan diolah oleh algoritma, sehingga dapat menciptakan rekomendasi yang sesuai dengan preferensi penggunanya masing-masing.

Bahaya Apa yang Mengancam?

Jika rekomendasi-rekomendasi di platform layanan hiburan seperti Netflix adalah sisi positif dari big data, terdapat juga sisi negatif dari era big data seperti saat ini. Dari sisi yang lebih ‘gelap’, data tiap-tiap orang (yang jumlahnya bisa mencapai jutaan atau miliaran orang) diolah sedemikian rupa dan secara tidak sadar digunakan untuk kepentingan politik. Hal inilah yang hingga saat ini diduga terjadi hingga muncul peristiwa Brexit dan naiknya Trump menjadi presiden. Diduga ada penyalahgunaan data virtual pemilih yang telah memengaruhi hasil dari pemilihan tersebut.

Portal berita politik internasional Politico sudah pernah memuat pengakuan seorang mantan Direktur Riset Cambridge Analytica yang bernama Chris Wylie. Wylie mengaku bahwa apa yang ia kerjakan selama bekerja di perusahaan tersebut adalah melakukan penyalahgunaan data untuk memenangkan Donald Trump pada tahun 2016 yang lalu. Ia juga mengaku kalau penyalahgunaan data ini ia lakukan untuk kampanye Vote Leave pada Referendum Brexit di tahun yang sama.

“Tidak ada hal baik dari Cambridge Analytica, itu bukan bisnis yang sesuai aturan,” ujar Wylie.

Tuduhan Wylie ini tentunya dibantah oleh Cambridge Analytica. Namun jika memang era big data ini membawa “bahaya”, bagaimana cara terbaik untuk menghapus atau mendegradasi bahaya ini?

Share: Prediksi Gita Wirjawan soal “Big Data” dan Ancaman yang Ada