Benda-benda bersejarah milik Indonesia ternyata masih banyak yang tersimpan di museum-museum di Belanda. Pusaka yang dijarah pada era kolonial itu kabarnya bakal dikembalikan ke tanah air oleh museum asal Belanda, salah satunya berlian 70 karat milik Sultan Banjarmasin.
Ada ribuan karya seni yang dijarah oleh penjajah Belanda dan bakal dikembalikan ke negara asalnya. Langkah itu diambil setelah museum paling terkenal di Belanda mendukung laporan yang mengusulkan “pengakuan dan perbaikan ketidakadilan” secara besar-besaran, dikutip dari The Guardian, Senin (12/10/20).
Direktur Rijksmuseum dan Tropenmuseum di Amsterdam mendukung proposal yang dibuat pada hari Selasa (6/10) lalu untuk legalitas pengembalian sekitar 100.000 barang bersejarah. Di antara pusaka yang bakal diperiksa adalah berlian 70 karat milik Sultan Banjarmasin yang sempat diambil Belanda dari Indonesia di akhir abad ke-19. Berlian tersebut saat ini dipajang di Rijksmuseum, Amsterdam.
“Jika itu bukan milik Anda, maka Anda harus mengembalikannya,” kata penulis laporan badan penasihat pemerintah, Lilian Gonçalves-Ho Kang You, ketika mengusulkan komite independen.
Sementara itu, Taco Dibbits, direktur Rijksmuseum, mengatakan bahwa lembaganya sudah bekerja untuk mengidentifikasi asal-usul koleksinya dan struktur formal untuk pengembalian akan diterima.
“Ini adalah masalah penting yang semakin mendapat perhatian, termasuk internasional, dalam beberapa dekade terakhir. Itulah mengapa ada baiknya ada kebijakan nasional untuk ini (mengambalikan benda jarahan bersejarah ke negara asal),” kata Taco.
“Menurut kami, membentuk komite independen dan pusat keahlian untuk menangani klaim apa pun dari negara bagian merupakan saran yang baik. Kami berharap ini dapat berkontribusi pada dialog yang konstruktif dengan negara asal. Selain itu, penting agar museum bekerja sama secara internasional untuk menambah pengetahuan tentang kawasan ini.”
Untuk Rijksmuseum, lanjut Taco, pihaknya juga akan terus meneliti asal-usul koleksi yang mereka simpan dari bekas jajahan dan mengintensifkan kerjasama internasional. Menurutnya, komite independen pada akhirnya akan menangani restitusi terkait hal ini.
Stijn Schoonderwoerd, direktur Tropenmuseum, yang stafnya disebut-sebut telah melakukan pencarian aktif terkait barang-barang untuk dikembalikan ke bekas jajahan mereka, mengatakan kepada surat kabar Het Parool bahwa laporan itu merupakan “langkah maju yang besar”.
“Kami berharap nasihat ini dapat diubah menjadi kebijakan dalam jangka pendek. Dengan ini, Belanda bertanggung jawab dengan mengakui ketidakadilan (sejarah) dan memungkinkan untuk mengembalikannya.”
Tanpa menyebut Inggris Raya, penulis laporan itu, Gonçalves-Ho Kang You, mengatakan bahwa membangun sistem seperti itu, justru bisa menjadi inspirasi bagi negara lain yang menghadapi klaim untuk repatriasi artefak yang dijarah.
Menurutnya, mengembalikan benda ke tangan yang benar tidak akan mencegah museum Eropa terus memamerkan koleksinya, sebab ada opsi pinjaman barang untuk langkah seperti itu. “Belanda bebas mengatakan: kami ingin bisa memamerkan ini. Terkadang negara menginginkan kerja sama museum yang baik,” kata Gonçalves-Ho Kang You.
Sejauh ini belum ada tanggapan resmi dari pihak pemerintah Belanda. Namun, sebelumnya langkah pengembalian benda bersejarah sudah pernah dilakukan Belanda kepada Indonesia. Maret lalu, benda yang dikembalikan Belanda adalah sebuah keris bertahtakan emas milik Pangeran Diponegoro.
Pangeran Diponegoro sendiri dianggap sebagai sosok pemberontak dari Indonesia yang melawan Belanda di tahun 1825-1830. Pusaka bersejarah itu akhirnya dikembalikan ke Jakarta setelah 45 tahun Belanda berjanji akan mengembalikannya.
Sebetulnya, pada tahun 1975 silam, pemerintah Belanda pernah menjanjikan akan mengembalikan keris milik Pangeran Diponegoro, yang sebelumnya dijarah agar hilang dari tangan Indonesia.
Sebelumnya, Indonesia dan Belanda memang sedang melakukan penelusuran perihal asal usul sejumlah benda bersejarah yang ada di Belanda. Langkah itu diambil sebelum memutuskan apakah benda-benda tersebut akan dikembalikan ke Indonesia.
Hilmar Farid, Dirjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menyebut langkah tersebut sebagai provenance research, dilakukan untuk memastikan apakah benda yang ada di Belanda itu didapat dengan cara yang ‘tidak pantas’. Selain memang berlian Banjarmasin, Indonesia dan Belanda juga membahas benda-benda bersejarah lainnya, seperti bendera-bendera perang yang digunakan untuk melawan Belanda dalam era kolonialisme.
Terkait langkah besar ini, Belanda menyebutnya sebagai upaya ‘menulis ulang sejarah Belanda’. Sebetulnya, gerakan pengembalian barang bersejarah sendiri dimulai di Perancis, yang mengembalikan sejumlah barang dari era penjajahan ke negara-negara di Afrika tahun 2018. Setahun sebelumnya, Presiden Perancis Emmanuel Macron mengungkapkan bahwa negaranya akan mengembalikan barang-barang yang diperoleh secara paksa ke negara-negara di Afrika dalam kurun waktu lima tahun.
Akhirnya, diskusi terkait hal tersebut bergulir di negara Eropa lain. “Langkah Perancis ini disambut di seluruh Eropa. Inggris mulai berdiskusi, Belanda juga mulai berdiskusi,” kata Hilmar dikutip dari BBC.
Hilmar sendiri mengestimasikan ada sekitar ratusan ribu artefak Indonesia yang terdapat di Belanda. Seperti yang dilansir dari surat kabar Belanda NRC tanggal 7 Maret 2019, dalam artikelnya yang berjudul Koloniale Roofkunst (seni yang dicuri oleh negeri kolonial), museum di Belanda tidak akan menunggu sampai ada klaim dari negara yang pernah dijarah benda budayanya.
Dalam hal ini, museum di Belanda akan menawarkan terlebih dahulu untuk mengembalikan benda budaya yang dikumpulkan pada masa pemerintahan kolonial ke negara asalnya.