Budaya Pop

Beginilah Negara Totaliter Menurut “1984” karya George Orwell

MM Ridho — Asumsi.co

featured image

Life imitates art far more than art imitates Life,” ujar Oscar Wilde suatu kali.

Bagaimana kalau, tanpa kita sadari, kita sedang hidup di dunia yang dibangun dari sebuah karya fiksi?

Saya membuka lagi novel Nineteen Eighty-Four karya George Orwell yang saya baca ketika duduk di bangku SMA. Itu adalah perkenalan pertama saya pada metode penyiksaan paling menyeramkan. Ketika dibaca saat ini, rupanya banyak yang luput saya sadari sebelumnya: hampir seluruh bagian ceritanya adalah kehidupan yang menyeramkan.

George Orwell mengajak pembaca merasakan pengalaman menyeramkan tokoh utama Winston Smith, yang hidup di sebuah negara totaliter bernama Oceania. Melalui Nineteen Eighty-Four yang diterbitkan pada 1949, ia menggambarkan negara melalui berbagai perangkatnya: teknologi, aparat, dan pengetahuan menyelimuti kehidupan masyarakat dengan kontrol.

Nineteen Eighty Four bukan hanya melampaui zamannya. Ia menjadi karya penting yang senantiasa menjadi lentera dan mengingatkan bila kekuasaan melenceng dari jalur. Berikut ini adalah ciri-ciri negara totaliter berdasarkan Nineteen Eighty-Four karya George Orwell.

Pengawasan

Sejak awal cerita, narator sudah menceritakan bahwa di Oceania, orang-orang hidup dalam pengawasan. Aktivitas dan perkataannya dipantau setiap saat melalui telescreen yang bahkan terpasang di ruang privat seperti kamar.

Telescreen dideskripsikan serupa televisi. Fungsinya: sebagai medium penyebaran pesan dari penguasa Oceania kepada seluruh warganya dan penanda waktu bagi tiap aktivitas yang dilakukan.

Karakter penguasa dalam Nineteen Eighty-Four adalah Big Brother, ia digambarkan melalui poster yang terpampang di mana-mana sebagai pria berumur sekitar 45 tahun, tampan, dan berkumis lebat. Ia tidak pernah secara langsung menampakkan diri, sebagaimana “musuh besarnya,” Emmanuel Goldstein. Namun, di setiap poster yang menampilkan wajahnya selalu tertulis, “BIG BROTHER IS WATCHING YOU.”

Doublethink


Di Oceania, kalau ingin hidup tenang, kamu harus menerapkan doublethink.
 Ini adalah kemampuan untuk menerima pendapat atau kepercayaan yang bertentangan dalam satu waktu. Misalnya, kamu tahu 2+2=4, tapi kamu harus menerima kalau pemerintah menghendaki 2+2=5. Jadi, ini adalah prinsip berpikir bahwa kebenaran yang ada dalam pikiranmu belum tentu benar, terutama jika pemerintah punya kebenaran versi lain.

Kemahiran melakukan doublethink bisa bikin kamu selamat dan hidup cukup panjang. Mungkin kamu akan mati karena kelaparan di hari tuamu, atau mati bosan karena hidup cuma untuk bekerja, tapi kamu mungkin nggak akan mati ditembak aparat di lorong gelap belakang rumahmu.

Newspeak


Bahasa adalah kendaraan pikiran. Pejabat-pejabat Ingsoc (partai tunggal yang berkuasa di Ocenia) menyadari hal itu. Mereka mengebiri kata-kata dalam bahasa Inggris, menyulapnya menjadi bahasa baru Newspeak untuk membatasi pemikiran yang berpotensi menghasilkan pemberontakan.
 Misalnya, tidak ada lagi kata “freedom”, yang ada tinggal “free.

Kata “free” tidak lagi diketahui sebagai konsep kebebasan seperti arti lamanya, dan hanya digunakan untuk kalimat yang tidak melibatkan manusia seperti, “This dog is free from lice.”

“Kata itu tidak dapat digunakan dalam arti lamanya ‘bebas secara politik’ atau ‘bebas secara intelektual’, karena kebebasan politik dan intelektual tidak lagi ada–bahkan sebagai konsep, oleh karena itu, tidak perlu disebutkan,” tulis Orwell.

Lembaga sensor dan manipulasi sejarah

Winston bekerja sebagai ASN di “Kementerian Kebenaran.” Pekerjaannya adalah melakukan “koreksi” pada pemberitaan media yang telah lalu, yang kemudian menjadi pengubahan sejarah. Ia memusnahkan informasi-informasi yang berlawanan dengan narasi pemerintah.

Oceania diceritakan mengalami perang abadi melawan Eastasia atau Eurasia. Setiap kali berganti musuh dan sekutu, Winston dan teman-teman PNS-nya harus lembur untuk mengubah pemberitaan media soal perang di masa lalu, agar sesuai dengan narasi yang berlangsung saat ini.

Seks bukan untuk bersenang-senang

Winston adalah pria beristri tapi ia tidak mencintai istrinya, begitu pun sebaliknya. Sebelum melakukan aktivitas seksual, istrinya selalu berkata, “ayo kita laksanakan kewajiban kepada partai!”

Sebaliknya, ketika ia menemukan kekasih hati bernama Julia dan kemudian ngeseks di balik semak-semak, mereka dipenuhi semangat pemberontakan, karena seks rekreasional adalah terlarang. Orwell menuliskan, “…Pelukan mereka adalah pertarungan. Klimaksnya adalah kemenangan. Persenggamaan itu adalah sebuah pukulan telak kepada Partai. Persenggamaan itu adalah sebuah aksi politis.”

Kejahatan pikiran dan polisi pikiran

Polisi Pikiran adalah polisi rahasia Oceania yang menangkap dan menghukum pelaku kejahatan pikiran. Kejahatan pikiran adalah pikiran personal dan politis yang tidak sesuai dengan kaidah-kaidah Pemerintah.

Dalam cerita ini, ada karakter O’Brien dan Charrington yang bertindak sebagai mata-mata yang menjebak Winston. Tidak, mereka tidak menyamar menjadi tukang bakso yang memegang walkie talkie. Mereka memainkan perannya sebagai senior dalam organisasi sekaligus mentor yang seolah-olah sepemikiran dengan Winston dan kekasihnya

Unperson

Kamu bisa “dihilangkan” kalau tidak menerapkan doublethink dan membangkang. Bukan hanya jasadmu yang dilenyapkan, tapi juga seluruh sejarah tentangmu: ijazah-ijazah dan akta-akta yang membuktikan keberadaanmu. Keluarga dan teman-temanmu akan berpura-pura bahwa kamu nggak pernah ada. 
Pada klimaks plot, Winston menjadi tahanan. Dia disiksa, dibuat lapar, takut, trauma, dan dihilangkan kemanusiaannya.

Semua itu adalah proses edukasi ulang dan pencucian otak untuk membuat dia patuh kepada Big Brother. 
Akan sangat mudah menembak Winston di lokasi perkara, tapi itu akan membuat Winston menjadi martir. Dan yang terpenting: negara perlu menyebar pesan ketakutan bagi penduduknya yang berpotensi membangkang.

Winston perlu dibuat kembali mencintai Big Brother dan menyesali pembangkangannya. Dia harus ikhlas dan tak lagi ingin melawan saat ditembak mati.

Polarisasi

Negara memerlukan kambing hitam sebagai musuh bersama dan figur penyelamat dari hal itu. Emmanuel Goldstein adalah musuhnya, dan Big Brother adalah jagoan penyelamat dari ancaman itu. Apakah Big Brother dan Goldstein benar-benar ada dalam semesta fiksi Nineteen Eighty-Four? Yang jelas dua tokoh yang selalu dibicarakan itu adalah pemersatu bangsa dengan caranya masing-masing.

Eka Kurniawan menuliskan: “Jika harus dibayangkan, dunia Orwellian itu seperti dunia di mana moncong senapan ada di mana-mana, dikendalikan kekuasaan.”

Share: Beginilah Negara Totaliter Menurut “1984” karya George Orwell