Isu Terkini

Beda Aturan Menkes dan Menhub, Ojek Online Boleh Angkut Penumpang atau Tidak?

Ramadhan — Asumsi.co

featured image

Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di DKI Jakarta, dalam rangka memutus mata rantai penyebaran COVID-19, tak sepenuhnya berjalan mulus. Selain karena otoritas belum bisa menjamin penghidupan semua orang, ada pula silang-sengkarut peraturan.

Misalnya, Peraturan Menteri Kesehatan tentang PSBB secara jelas melarang ojek online mengangkut penumpang, tetapi kini muncul Peraturan Menteri Perhubungan yang justru memperbolehkan aktivitas tersebut.

Menteri Perhubungan Ad interim Luhut Binsar Pandjaitan mengeluarkan Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 18 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi dalam rangka Pencegahan Penyebaran COVID-19. Beleid itu mengatur, salah satunya, operasional ojek online.

Hingga Senin (13/04) sore WIB, jumlah kasus positif COVID-19 di Indonesia sudah mencapai 4.557 orang, dengan rincian 380 orang dinyatakan sembuh dan 399 orang meninggal dunia. Sementara di DKI Jakarta, jumlah kasus positif mencapai 2.242 orang, 142 orang sembuh, dan 209 orang meninggal dunia.

Kontradiksi Permenhub dan Permenkes

Pasal 11 Permenhub memuat poin yang kontradiktif. Pasal 11 C Permenhub No. 18 Tahun 2020 tentang “Pengendalian Transportasi Dalam Rangka Pencegahan Penyebaran COVID-19” menyebutkan, “Sepeda motor berbasis aplikasi dibatasi penggunaaannya hanya untuk pengangkutan barang.”

Namun, pasal 11 D Permenhub tersebut mengatakan, “Dalam hal tertentu untuk tujuan melayani kepentingan masyarakat dan untuk kepentingan pribadi, sepeda motor dapat mengangkut penumpang dengan ketentuan harus memenuhi protokol kesehatan.”

Baca Juga: Ojek Online Rentan, Perusahaan Mitra Berbuat Apa?

Adapun isi protokol kesehatan menurut Permenhub No. 18 tahun 2020 bagi transportasi umum meliputi:

1. Aktivitas lain yang diperbolehkan selama Pembatasan Sosial Berskala Besar

2. Melakukan disinfeksi kendaraan dan perlengkapan sebelum dan setelah selesai digunakan

3. Menggunakan masker dan sarung tangan

4. Tidak berkendara jika sedang mengalami suhu badan di atas normal atau sakit

Aturan Permenhub ini berbeda dari Permenkes Nomor 9 Tahun 2020 yang menjadi pedoman penerapan PSBB. Permenkes itu juga sudah lebih dulu mengatur soal jaga jarak dalam berkendara. Selain itu, prinsip jaga jarak yang sama juga ada pada UU No. 6 Tahun 2018 tentang “Kekarantinaan Kesehatan” dan Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2020 tentang PSBB.

Mengacu pada Permenkes tersebut, Pemprov DKI pun menerbitkan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 33 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan PSBB dalam Penanganan COVID-19 di DKI. Rinciannya disampaikan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan di Balai Kota DKI Jakarta, Kamis (09/04) malam.

Pergub yang berisi 28 pasal ini menjadi dasar hukum atas pelaksanaan PSBB yang dimulai pada Jumat, 10 April 2020, pukul 00.00 WIB hingga 23 April 2020, di seluruh wilayah ibu kota. Kendaraan roda dua diizinkan untuk menjadi sarana angkutan hanya untuk memenuhi kebutuhan pokok dan menunjang kegiatan instansi yang dikecualikan.

“Pergub harus sejalan dengan Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) Nomor 9 Tahun 2020, sehingga kita mengatur ojek sesuai dengan PMK tersebut, yaitu layanan barang. Dengan hanya mengangkut barang, tapi tidak untuk mengantar orang,” kata Anies.

Baca Juga: Idealnya, Sampai Kapan PSBB Diberlakukan?

Perbedaan aturan dalam Permenkes dan Permenhub ini pun membuat banyak pihak bingung, terutama para sopir ojek online itu sendiri, pihak kepolisian sebagai penegak hukum, hingga para pengamat transportasi.

Munculnya Permenhub Bikin PSBB Jadi Sia-sia

Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi, meminta Permenhub No. 18 Tahun 2020 dicabut dan dibatalkan. Sebab, aturan itu dianggap kompromistis dalam upaya pengendalian COVID-19. Jadi, peraturan mana yang harus dipatuhi?

“Peraturan yang lebih dulu lahir (yang harus diikuti), itu prinsip hukum. Lagi pula ini darurat kesehatan. Jadi merujuk kepada menteri teknis di bidang kesehatan,” kata Tulus saat dihubungi Asumsi.co, Senin (13/04).

Menurut Tulus, kalau Permenhub tersebut diimplementasikan, PSBB tidak akan ada gunanya, karena secara diametral melanggar protokol kesehatan. Pihaknya pun meminta aplikator ojol tidak perlu mematuhi Permenhub tersebut.

Tulus pun meminta agar semua pihak mengutamakan keamanan, keselamatan, dan nyawa warga Indonesia. “Ironisnya, pemerintah masih terlihat tidak serius dan terkesan main-main dalam pengendalian wabah ini. Pemerintah masih tersandera kepentingan ekonomi jangka pendek, yang tidak jelas ujung pangkalnya,” ujarnya.

Tulus menyebut ketentuan dalam pasal 11 ayat 1 huruf D tersebut sangat menyesatkan, bahkan berpotensi melahirkan banyak pelanggaran.

“Bagaimana cara mengontrol dan membuktikan bahwa motor tersebut sudah disemprot dengan desinfektan? Ini ketentuan yang akal-akalan,” ujarnya.

Baca Juga: Masker Kain Tak Menangkal COVID-19, tapi Bisa Menghambat Penyebarannya

Sementara itu, Djoko Setijowarno, akademisi Teknik Sipil Unika Soegijapranata dan Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat mengatakan bahwa Permenhub tersebut sangat kontradiktif, bertentangan dengan aturan sebelumnya dan aturan dalam Permenhub itu sendiri serta prinsip physical distancing (jaga jarak fisik).

“Justru ada kesan ambigu di Permenhub No. 18 Tahun 2020 (pasal 11 D). Bertentangan dengan pasal 11 C pada aturan yang sama, angkutan roda 2 (dua) berbasis aplikasi dibatasi penggunaannya hanya untuk pengangkutan barang,” kata Djoko dalam keterangannya saat dihubungi Asumsi.co, Senin (13/04).

“Pemerintah harus menyediakan tambahan personel dan anggaran untuk melengkapi pengadaan pos pemeriksaan. Pasti ribet urusan di lapangan. Dan mustahil dapat diawasi dengan benar. Apalagi di daerah, tidak ada petugas khusus yang mau mengawasi serinci itu. Jika dilaksanakan akan terjadi kebingunan petugas di lapangan dengan segala keterbatasan yang ada.”

Djoko pun menilai bahwa pasal dalam Permenhub tersebut hanya untuk mengakomodir kepentingan bisnis aplikator transportasi daring. Padahal, lanjutnya, sejauh ini Pemprov DKI Jakarta dan aplikator saat pelaksanaan PSBB di Jakarta sudah mau taat aturan yang sudah diberlakukan.

“Masyarakat pasti akan taat aturan selama tidak ada diskriminasi di lapangan. Dan jika diterapkan, akan menimbulkan keirian moda transportasi yang lain, sehingga aturan untuk menerapkan jaga jarak fisik penggunaan sepeda motor tidak akan terjadi. Juga nantinya akan merambat ke jenis angkutan lainnya.”

Baca Juga: Di Tengah Pandemi COVID-19, Muncul Aturan Jerat Penghina Presiden

Di samping itu, Djoko melihat bahwa tak ada jaminan pengemudi ojek online akan menaati protokoler kesehatan. Meskipun aplikator sudah menyiapkan sejumlah aturan untuk pengemudi ojek online selama mengangkut orang. Selama ini aplikator juga belum mampu mengedukasi dan turut mengawasi pengemudinya yang kerap melanggar aturan berlalu lintas.

Apalagi, menurutnya, tingkat pelanggaran pengemudi ojek daring juga cukup tinggi (seperti melawan arus, menggunakan trotoar, melanggar isyarat nyala lampu lalu lintas) dan cukup rawan terjadi kecelakaan lalu lintas.

“Sebaiknya segera cabut dan revisi Permenhub Nomor 18 Tahun 2020. Abaikan kepentingan bisnis sesaat yang menyesatkan. Utamakan kepentingan masyarakat umum demi segera selesainya urusan penyebaran wabah virus Corona (COVID-19) yang cukup melelahkan dan menghabiskan energi bangsa ini.”

Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati juga heran melihat dua peraturan menteri yang muncul dalam situasi yang sama, namun isinya justru ambigu dan malah bertentangan. Ia menilai ketentuan dalam Permenhub memang melebihi pembatasan yang sudah ada di Permenkes.

“Ini sesama Permen, jadi dari sisi aturan sama. Permenkes lebih dulu, tapi Permenhub lebih khusus. Mungkin lebih baik kita bilang kedua menteri ini rapat dipimpin presiden. Ketidaksinkronan ini lagi-lagi menunjukkan pemerintah memang gamang, tak siap, dan lambat,” kata Asfina kepada Asumsi.co, Senin (13/04).

Sementara itu, pihak Gojek justru menyambut baik munculnya Permenhub yang bakal membolehkan para driver ojek online untuk mengangkut penumpang tersebut selama periode PSBB. Chief of Corporate Affairs Nila Marita mengatakan dikeluarkannya Permenhub itu tentu bisa membantu mobilitas kelompok masyarakat yang masih diperbolehkan beraktivitas di luar rumah sesuai ketentuan PSBB.

“Di sisi lain, aktivitas ojek online untuk mengangkut penumpang juga dapat membantu mitra driver dalam menjaga penghasilan mereka untuk keluarganya. Adapun saat ini kami masih menunggu secara resmi mengenai kapan Permenhub tersebut diberlakukan,” kata Nila dalam keterangan tertulis kepada Asumsi.co, Senin (13/04).

Share: Beda Aturan Menkes dan Menhub, Ojek Online Boleh Angkut Penumpang atau Tidak?