Isu Terkini

‘Badge Awards’ dari Polisi untuk Pelapor Kejahatan di Medsos: Bagaimana Dampaknya Buat Warga?

Ramadhan — Asumsi.co

featured image
Ilustrasi: Istimewa

Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri akan memberikan penghargaan bernama Badge Awards kepada masyarakat yang aktif dalam melaporkan dugaan tindak pidana yang terjadi di media sosial. Namun, langkah itu dinilai bisa memicu ketakutan warga.

Pihak kepolisian sendiri menyampaikan pengumuman soal Badge Awards tersebut melalui akun Instagram resmi @ccicpolri, Kamis (11/3) lalu. Namun, dalam unggahan tersebut, tak ada caption atau keterangan foto yang ditulis. Hanya ada penjelasan singkat soal Badge Awards di dalam foto.

“Badge Awards: Badge yang akan diberikan kepada masyarakat yang aktif berpartisipasi melaporkan dugaan tindak pidana di media sosial,” tulis keterangan dalam gambar yang dilihat Asumsi.co, Rabu (17/3/21). 

Sayangnya, tak ada penjelasan lebih rinci mengenai bagaimana mekanisme pemberian Badge Awards tersebut, serta seperti apa skema pelaporan warga yang dimaksud pihak kepolisian.

Amnesty: Bisa Picu Ketakutan Warga

Amnesty International Indonesia mengecam rencana Tim Siber Bareskrim Polri yang akan memberikan Badge Awards. Direktur Amnesty International Indonesia Usman Hamid menyayangkan langkah itu.

“Jika pemberian ini benar-benar dilaksanakan, berpotensi membuat warga semakin takut untuk mengungkapkan pendapat terutama jika pendapatnya kritis terhadap seorang pejabat,” kata Usman dalam keterangan tertulisnya, Rabu (17/3).

Apalagi, lanjut Usman, revisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) belum masuk prolegnas prioritas DPR RI. Menurut Usman, dengan adanya UU itu dan penghargaan dari polisi, maka masyarakat yang mengungkapkan pendapatnya di medsos, akan terus berada di bawah ancaman pidana.

Maka dari itu, Usman menyebut seharusnya revisi UU ITE menjadi prioritas saat ini. Ia juga mendorong agar pemerintah dan DPR seharusnya juga mengimbau instrumen negara seperti polisi untuk tidak melakukan upaya kontraproduktif.

Selain itu, rencana pemberian Badge, menurut Usman, bisa memicu ketegangan dan konflik sosial. Lantas, ia khawatir kejadian penangkapan warga di Slawi beberapa lalu lantaran mengkritik Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka akan terulang.

“Warga seharusnya tidak perlu takut pada ancaman hukuman pidana atau dipaksa untuk minta maaf hanya karena mengungkapkan pendapatnya secara damai.”

Usman menyebut pemerintahan Presiden Jokowi seharusnya membuktikan pernyataannya bahwa pendapat, kritik atau ekspresi lainnya yang sah. Meskipun, lanjutnya, pemerintah telah berulang kali mengaku ingin melindungi, tapi sejauh ini malah belum terlihat langkah nyata dari pemerintah untuk membuktikan komitmen tersebut.

Polisi Virtual

Sekadar informasi, saat ini Bareskrim memiliki satuan kerja baru yang diberi nama Virtual Police atau Polisi Virtual. Satuan ini bertugas memantau pergerakan di media sosial dan memberi teguran jika terdapat konten yang berpotensi melanggar pidana.

Hingga Jumat (12/3) lalu, terkait perkembangan Polisi Virtual, Polri menyampaikan ada 89 akun media sosial yang dinyatakan melakukan ujaran kebencian. Lantas, akun-akun itu langsung mendapat teguran dari kepolisian.

Sebetulnya, ada total 125 akun sosial media yang terindikasi melanggar pidana dan akan diberi peringatan. Namun, usai dilakukan verifikasi, hanya ada 89 akun yang dapat ditegur kepolisian, sementara 36 akun tidak menunjukkan ujaran kebencian.

Adapun 89 akun sosial media yang mendapatkan teguran Polisi Virtual adalah 40 akun telah mendapatkan peringatan pertama, 12 akun mendapatkan peringatan kedua, 16 akun tidak dikirim dan 21 akun gagal terkirim.

Selain itu, kebanyakan akun yang melakukan ujaran kebencian ada di Twitter. Ada 79 konten di Twitter yang dinyatakan membuat postingan ujaran kebencian. Lalu disusul Facebook (32 konten), Instagram (8), YouTube (5) dan Whatsapp (1).

Share: ‘Badge Awards’ dari Polisi untuk Pelapor Kejahatan di Medsos: Bagaimana Dampaknya Buat Warga?