General

Apa yang akan Terjadi Jika Pemilihan Presiden 2019 Hanya Diikuti Satu Pasangan Calon?

Winda Chairunisyah Suryani — Asumsi.co

featured image

Guys, pada sadar enggak sih kalau pendaftaran calon presiden untuk Pemilhan Umum (Pemilu) 2019 itu udah tinggal menghitung hari aja? Sesuai dengan Pasal 226 UU 7/2017 tentang Pemilu, bahwa masa pendaftaran bakal pasangan calon presiden dan wakilnya itu harusnya dilakukan paling lambat delapan bulan sebelum hari pemungutan suara.

Jika melihat dari jadwal tahapan Pemilu 2019 di situs Komisi Pemilihan Umum (KPU), pemungutan dan perhitungan suara akan dilakukan pada 8–17 April 2019. Itu artinya, pendaftaran calon presiden bakalan digelar pada 4 sampai 10 Agustus 2018. Wah, enggak kerasa kan?

Tapi nih, sampai saat ini, calon presiden yang udah fix baru calon petahana Joko Widodo (Jokowi) aja, guys. Memang sih, bertebaran jargon #2019GantiPresiden, namun sayangnya, jargon itu enggak berbarengan dengan tokoh yang bakal mereka dukung. Meskipun santer dikabarkan bahwa Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto bakalan ikut bertarung di Pilpres nanti, tapi nyatanya sampai saat ini, pihak yang bersangkutan belum bikin deklarasi resmi.

Lalu, gimana dong nasib Pilpres 2019 nanti?

Jika melihat kondisi partai politik yang sampai saat ini belum mengusung calon lain selain Jokowi, tentu kita akan bertanya-tanya, apakah ada kemungkinan munculnya calon tunggal? Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Arief Budiman sempat bilang, emang munculnya calon presiden dan calon wakil presiden tunggal dalam Pilpres 2019 ini bisa aja terjadi. Apalagi, ada syarat ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden (presidential threshold).

“Semua kemungkinan bisa terjadi, bisa lebih dari satu pasangan calon, bisa juga terjadi paslon (pasangan calon) tunggal, karena undang-undang sudah membuka ruang itu. KPU tinggal menjalankan saja,” ujar Arief pada media di kantor KPU, Selasa, 6 Maret 2018 lalu.

Pasal 222 Undang-Undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 udah mengatur untuk pasangan calon Pemilu 2019 cuma bisa diusulkan oleh partai politik atau gabungan parpol peserta Pemilu, dengan perolehan kursi minimal 20% dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen suara sah nasional dalam pemilu anggota DPR sebelumnya.

Jokowi sendiri udah resmi diusung oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) sejak 23 Februari 2018 lalu. Sebagai bakal calon presiden, Jokowi juga udah berhasil mengantongi dukungan 7 partai sekaligus, ada Partai Nasional Demokrat (NasDem), Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura), Partai Golongan Karya (Golkar), Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Persatuan Indonesia (Perindo), serta Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI).

Itu artinya tinggal lima Partai Demokrat, Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), yang belum menentukan akan mengusung atau mendukung siapa di Pilpres 2019 nanti.

Terus, Gimana Seandainya Kotak Kosong yang Menang?

Dalam undang-undang disebutkan, untuk bisa menang dalam pemilu, pasangan calon (paslon) harus memperoleh suara minimal 50 persen+1 suara yang tersebar di minimal 18 provinsi yang suara masing-masing minimal 20 persen. Ketentuan itu merupakan syarat keterpilihan yang mutlak dan harus dipenuhi, meskipun saat Pilpres nanti cuma ada satu pasangan calon.

Jadi, misalnya nanti Jokowi melawan kotak kosong dan suara yang didapatnya kurang dari 50 persen, maka kotak kosong akan dinyatakan sebagai pemenang. Sehingga, mau enggak mau akan diadakan pemilihan ulang presiden dan wakil presiden dalam waktu yang akan ditentukan kemudian.

Jika merujuk pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), jika kotak kosong yang menang akan ada pelaksana tugas atau penjabat kepala daerah sampai pemilihan ulang dilaksanakan. Di tingkat bupati/walikota, penjabat kepala daerah akan dipilih dari pejabat eselon II dari provinsi oleh gubernur. Untuk tingkat gubernur, akan diisi pejabat eselon I dari Kementerian Dalam Negeri yang ditunjuk Menteri Dalam Negeri.

Nah, yang bikin kita bingung adalah, belum ada peraturan yang mengatur tentang kekosongan kepemimpinan. Jadi bisa dibilang, para pembuat kebijakan ini enggak memperhitungkan tentang adanya kemungkinan kotak kosong yang menang lawan calon tunggal. Yang jelas, jika kotak kosong menang, akan ada pemilihan ulang  yang tentunya akan memboroskan anggaran.

So, kita doakan saja, ya guys, semoga Pemilu 2019 nanti berjalan lancar dan enggak membingungkan.

Share: Apa yang akan Terjadi Jika Pemilihan Presiden 2019 Hanya Diikuti Satu Pasangan Calon?