Isu Terkini

Apa Bedanya Local Transmission dan Imported Case?

Raka Ibrahim — Asumsi.co

featured image

Pandemi COVID-19 kian beringas. Hari ini (24/3), pemerintah mengumumkan bahwa jumlah kasus baru positif COVID-19 melonjak 107 kasus dalam sehari. Terdapat 686 pasien yang berjuang melawan penyakit tersebut di Indonesia. 55 orang telah meninggal dunia, sementara 30 orang dinyatakan sembuh.

Celakalah orang-orang yang meremehkan betapa mudah dan cepatnya virus ini menular. Sejauh ini, penelitian membuktikan bahwa COVID-19 bahkan lebih mudah menular ketimbang flu biasa. Namun, untuk mencari tahu bagaimana kasus positif COVID-19 bisa menanjak begitu cepat di suatu wilayah, kita mesti menelusuri cara penularannya.

Menurut World Health Organization (WHO), penyebaran suatu penyakit dapat diklasifikasi menjadi tiga cara: imported case, atau infeksi yang bersumber dari lokasi di luar suatu wilayah, seperti luar kota atau luar negeri; local transmission, atau infeksi yang bersumber di dalam suatu wilayah; serta community transmission, atau infeksi yang menyebar dengan cepat tetapi sumber utamanya belum dapat ditentukan.

Kami tahu apa yang ada di pikiranmu. Virus ini berasal dari negara A, pantas saja perjalanan dari dan menuju negeri tersebut distop total. Tahan dulu pikiran tersebut, sebab nanti kami akan bahas.

Menurut laporan situasi terbaru dari World Health Organization (WHO), mayoritas kasus positif COVID-19 di seluruh dunia adalah local transmission, bukan kasus impor. Pengecualiannya hanya negara-negara di wilayah yang belum terlalu tersentuh wabah COVID-19 (kebanyakan negara-negara Afrika), atau negara yang baru mengalami kejadian khusus.

Ambil contoh Uruguay, yang baru-baru ini mengumumkan 135 kasus positif COVID-19, hampir semuanya imported case. Belakangan ini, mereka sedang gencar memulangkan warga negaranya yang terjebak di luar negeri. Begitu mendarat di kampung halaman dan dites, rupanya para ekspat itu pulang membawa penyakit.

Virus tersebut hinggap saat carrier berada di luar negeri, tetapi ia baru betul-betul mematikan ketika penduduk dalam suatu wilayah sudah menulari satu sama lain. Pola inilah yang terulang di berbagai negara di seluruh dunia.

Indonesia sama saja. Kasus-kasus COVID-19 pertama di Indonesia memang diboyong oleh WNA atau WNI yang baru tiba dari luar negeri. Namun, pada 10 Maret 2020, kasus transmisi lokal pertama muncul. Seorang lelaki berusia 33 tahun positif COVID-19 meski tak pernah berhubungan langsung dengan pasien positif lain, serta tak punya riwayat bepergian ke wilayah yang terdampak COVID-19.

Setelah terkonsentrasi pada sekumpulan kecil imported case yang tak beruntung, ada faktor-faktor tertentu yang bikin COVID-19 bisa menggila secara lokal. Ambil contoh kasus Korea Selatan, yang telah melaporkan lebih dari sembilan ribu kasus positif COVID-19.

Sama seperti negara-negara lain, pada mulanya kasus COVID-19 di sana diboyong oleh warga negara Korsel yang kerap bepergian ke luar negeri. Namun, transmisi lokal menanjak gara-gara perilaku sebuah cult. Banyak hal seru yang mesti kamu ketahui tentang kelompok bernama Shincheonji Church of Jesus ini, sebuah gereja yang dinilai sesat di Korsel. Namun kuncinya begini: jemaatnya wajib berdoa berdekatan dalam kebaktian yang dihadiri ribuan orang, dan nama-nama jemaatnya dirahasiakan.

Kamu sudah tahu arah ceritanya, kan?

Benar–salah seorang jemaat mereka ternyata positif COVID-19. Seorang pria berusia 61 tahun dipercayai menjadi kuda troya yang secara tak sengaja menginfeksi saudara-saudara seimannya. Karena perkumpulan tersebut anonim dan jemaat yang bersangkutan tak tahu ia positif sampai semua sudah terlambat, virus COVID-19 tersebar secara diam-diam.

Pada awal Maret, pemerintah Korsel memperkirakan bahwa 63,5 persen kasus positif COVID-19 di seantero Korsel ditularkan secara langsung maupun tidak langsung oleh umat Shincheonji. Kini, transmisi lokal jadi penyebab utama penyebaran virus COVID-19 di Korsel.

Di negara yang habis babak belur dihajar COVID-19, jumlah imported case lebih tinggi ketimbang local transmission dianggap sebagai salah satu tanda keberhasilan. Artinya, pemerintah berhasil menghambat laju penyebaran virus tersebut di dalam wilayahnya sendiri. Urusan kedatangan pasien baru dari luar negeri, lain soal.

Ambil contoh kejadian di Cina. Memang, mereka harus kita kasih perlakuan khusus. Pola mereka justru terbalik dengan kebanyakan negara-negara di dunia. Berhubung virus COVID-19 pertama merebak di Wuhan, Cina, wajar saja bila mayoritas kasus yang tercatat di sana berasal dari transmisi lokal.

Pemerintah Cina telah menggencarkan berbagai upaya sensasional untuk menahan laju penyakit tersebut–termasuk lockdown gede-gedean yang mengurung wilayah dengan penduduk 50 juta jiwa. Berdasarkan pemberitaan terkini, usaha mereka berhasil.

Pekan lalu (18/3), ada statistik yang memberi secercah harapan. Di Cina, jumlah kasus positif COVID-19 dari imported case dilaporkan lebih banyak daripada jumlah kasus baru local transmission selama lima hari berturut-turut. Artinya, di dalam wilayah Cina itu sendiri, laju penyebaran penyakit tersebut mulai berhasil dibatasi. Sehari kemudian (19/3), Cina mengumumkan bahwa untuk pertama kalinya, tak ada kasus local transmission baru dalam satu hari di Wuhan.

Setelah penyebaran virus di wilayah sendiri perlahan-lahan sukses diatasi, sekarang Cina gantian berupaya keras menahan masuknya kasus COVID-19 baru dari luar negeri. Seperti dilansir Reuters, mayoritas imported case COVID-19 di Cina berasal dari orang yang baru saja mengunjungi negara lain seperti Britania Raya, Belanda, atau Thailand. Tak sedikit dari mereka adalah mahasiswa atau warga negara Cina yang tadinya menetap di luar negeri.

Cina tak boleh lengah, karena negara-negara lain yang lengah sudah mulai kecolongan. Singapura, misalnya, digadang-gadang (termasuk oleh saya sendiri) sebagai salah satu negara yang paling sukses menghalau virus COVID-19. Metode mereka memang keren, tapi tak sempurna. Kemarin (23/4), Kementerian Kesehatan mereka mengumumkan bahwa 90 persen imported case di Singapura ternyata tidak menunjukkan gejala saat diperiksa di bandara, sehingga diperbolehkan pulang. Mereka baru sakit beberapa hari kemudian.

Artinya, ada kemungkinan pola di awal terulang–kasus dari luar negeri tiba di Singapura, menularkan secara tak sadar ke warga lokal, lalu negara tersebut porak-poranda dilanda local transmission. Dalam kurun waktu tiga hari (18/3 hingga 20/3) saja, Singapura melaporkan 119 kasus positif COVID-19 baru. Sebanyak 87 di antaranya merupakan kasus impor.

Baiklah. Kita sudah tahu polanya–impor, lokal, berantakan. Bagaimana cara pencegahannya?

Kembali ke asumsi di awal. Karena virus ini hampir selalu bermula dari imported case, solusi paling masuk akal adalah menutup perbatasan negara dan membatasi penerbangan dari luar negeri, kan? Antara iya dan tidak.

Transisi dari fase imported case mendominasi jadi local transmission merajalela itu licin dan cepat sekali. Dengan atau tanpa menutup perbatasan, virus akan tiba. Seperti dilaporkan Vox, riset menunjukkan bahwa menutup perbatasan hanya akan menunda alih-alih mencegah kedatangan COVID-19.

Belajar dari pengalaman lockdown wilayah di provinsi Hubei, Cina, pembatasan seperti itu hanya menunda tibanya virus selama 3-5 hari. Waktu yang tak sedikit untuk ancang-ancang, tapi bukan apa-apa bila sejak awal infrastruktur dan kebijakan kesehatan di negara tersebut sudah amburadul.

Bukan berarti satu-satunya solusi adalah meratap dan menantikan keajaiban. Menurut amatan Dr. Anthony Fauci, direktur National Institute of Allergy and Infectious Diseases Amerika Serikat, social distancing terbukti manjur dalam memperlambat local transmission.

Secara bersamaan, negara juga harus melakukan deteksi dini melalui tes massal, dan tak ragu-ragu menetapkan aturan tegas untuk memastikan pasien yang dicurigai mengidap COVID-19 diisolasi.

Maka, tidak usah iseng dan sok ide. Kami sudah bilang, sebisa mungkin kamu mesti #JauhanSejenak. Sejauh ini, social distancing adalah cara paling manjur dan ampuh untuk memperlambat terjadinya local transmission di wilayahmu. Itu adalah jalan yang paling mudah, sekaligus paling sedikit risikonya, tetapi bakal sia-sia kalau ada yang meremehkan dan tak mau ikut aturan.

Share: Apa Bedanya Local Transmission dan Imported Case?