Isu Terkini

Anies Naikkan Batas Gaji Beli Rumah DP 0 Jadi Rp 14 Juta, Kok Berubah?

Ramadhan — Asumsi.co

featured image
Foto: Ramadhan/Asumsi.co

Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta mengubah syarat bagi peserta yang ingin membeli rumah dengan skema DP nol rupiah. Kini, batas penghasilan tertinggi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR), berubah dari semula Rp 7 juta menjadi Rp 14,8 juta.

Adapun syarat tersebut terdapat dalam Keputusan Gubernur Nomor 558 Tahun 2020 yang ditandatangi Anies Baswedan pada 10 Juni 2020.

“Menetapkan batasan penghasilan tertinggi penerima manfaat fasilitas pembiayaan perolehan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah sebesar Rp 14.800.000,00 (empat belas juta delapan ratus ribu rupiah) per bulan,” demikian bunyi Kepgub tersebut, dilihat Selasa (16/3/21).

Kepgub itu juga menjelaskan soal rumusan batasan penghasilan tertinggi rumah tangga MBR yakni sama dengan tiga kali nilai angsuran atau biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh rumah secara kredit dengan skema pembiayaan komersial.

Selain itu, syarat tersebut juga tertuang dalam draf perubahan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Pemprov DKI 2017-2022. Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Perumahan DKI Sarjoko menjelaskan bahwa batasan penghasilan tertinggi bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) itu juga mengacu pada Kepgub 606 Tahun 2020.

Dalam Kepgub itu, dijelaskan soal harga jual rumah susun bagi MBR, harga jual hunian per meter persegi, dari tahun 2020 hingga 2021 dari lima wilayah di Jakarta.  Adapun rincian harga jual hunian per meter persegi tahun 2021 adalah sebagai berikut:

  • Kota Jakarta Barat: Rp 11.550.089
  • Kota Jakarta Selatan: Rp 11.667.947
  • Kota Jakarta Timur: Rp 11.314.373
  • Kota Jakarta Utara: Rp 11.432.231
  • Kota Jakarta Pusat: Rp 11.785.805

“Kepgub Nomor 588 Tahun 2020 Tentang Batasan Penghasilan Tertinggi Penerima Manfaat Fasilitas Pembiayaan Perolehan Rumah Bagi MBR mengacu kepada PerMen PUPR Nomor 10/PRT/M/2019 tentang Kriteria MBR. Pada Permen PUPR Nomor 10/PRT/M /2019 tersebut di atas, terdapat lampiran Rumusan Perhitungan Penghasilan berdasarkan kemampuan pembayaran cicilan KPR berikut dengan bunganya,” kata Sarjoko kepada wartawan, Senin (15/3).

“Dengan menggunakan Rumusan tersebut dapat disimulasikan Batasan Penghasilan Tertinggi MBR dengan cara memasukkan nilai harga jual hunian tertinggi berdasarkan Kepgub 606 Tahun 2020 sehingga diperoleh nilai 14,8 jt sebagai Batasan Penghasilan Tertinggi bagi MBR.”

Sementara itu, Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria menanggapi perihal perubahan syarat batas penghasilan tertinggi untuk program rumah DP nol rupiah. Ia menyebut hal itu sudah diperhitungkan.

“Ya itu sudah diperhitungkan ya. Jadi, memang itu membutuhkan penilaian yang mencukupi agar proses pembangunannya bisa berjalan baik, termasuk pembayaran iuran yang terpenuhi,” kata Riza di Pondok Pesantren Modern YPKP, Ciracas, Jakarta Timur, Senin (15/3/21), seperti dilansir dari Kompas TV

Namun, Pemprov DKI tetap akan mencari terobosan agar masyarakat kecil mampu mendapat hunian yang layak.”Kami terus membantu mencari terobosan-terobosan bagi masyarakat kecil untuk mendapatkan hunian seperti janji Anies-Sandi yang sudah disampaikan juga.

Dan kami terus melakukan pembangunan daripada perumahan DP 0 persen, apakah Rusunami maupun Rusunawa.”

Pengamat: Jadi, Rumah DP 0 Rupiah Ini Buat Siapa?

Pakar Tata Kota Universitas Trisakti Yayat Supriatna menyoroti perubahan syarat penghasilan dalam program rumah DP 0 rupiah. Menurutnya, ada beberapa hal yang perlu dikritisi dari keputusan menaikkan batas penghasilan tertinggi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR), yang semula Rp 7 juta kini menjadi Rp 14,8 juta.

“Yang pertama harus dikritisi itu peraturan Gubernurnya ya, Pergub Nomor 14/2020 tentang perubahan pengaturan fasilitas pembiayaan bagi perolehan rumah bagi MBR. Terus kedua Keputusan Gubernur Nomor 588/2020 tentang batasan penghasilan tertinggi bagi penerima manfaat fasilitas pembiayaan perumahan bagi MBR,” kata Yayat saat dihubungi Asumsi.co, Selasa (16/3). 

Nah, pertanyaannya tentang harga jual rumah, siapa sih MBR di Jakarta itu? Yang dimaksud dengan 14 juta? Kalau yang dulu itu 7 juta, berarti dulu itu ada salah perhitungan.”

Jadi, Yayat mempertanyakan keberadaan Pergub-Pergub tersebut. Menurutnya, kalau sasarannya MBR, siapa sebenarnya MBR di Jakarta? Lalu, berapa penghasilan yang ditetapkan kalau ketentuan yang dibuat oleh Kementerian Perumahan dulu memang untuk MBR yakni berkisar 7 juta atau 8 juta.

“Tapi kan jenis kebutuhan rumahnya berbeda. Nah sekarang begini, kalau tiba-tiba berubah dari Rp 7 juta menjadi Rp 14 juta, siapa yang Rp 14 juta itu? Ternyata di dalam Keputusan Gubernur 588/2020 itu, yang dimaksud dengan mereka yang punya penghasilan Rp 14,8 juta itu adalah mereka yang penghasilannya itu tiga kali nilai angsuran. Jadi, berapa nilai angsurannya itu rata-rata rumahnya? Ya sekitar Rp 4,3 juta lah kalau dikalikan tiga untuk menjadi Rp 14 juta.”

Yayat merinci bahwa nominal Rp 4,3 juta itu setara dengan UMR satu bulan di Jakarta. Itu berarti, lanjut Yayat, yang bisa mendapatkan rumah DP 0 di Jakarta adalah warga yang UMR-nya harus dinaikkan tiga kali lipat biar disebut MBR.

Lebih lanjut, Yayat mengatakan bahwa kini sasaran target program Rumah DP Rp 0 pun jadi berubah. Ia menyebut warga yang berpenghasilan Rp 14 juta lebih mapan dan bekerja di sektor formal.

Nah sekarang pertanyaannya apakah MBR di Jakarta ada yang Rp 14 juta penghasilannya? Ini mungkin ada salah hitung, tapi SK Gubernur nya itu mengatakan berpenghasilan rendah. Jadi maksudnya siapa yang berpenghasilan rendah di Jakarta? Apakah orang yang berpenghasilan rendah di Jakarta itu yang pendapatannya 14 juta?”

Yayat menegaskan bahwa harus ada kejelasan dulu terkait definisi: rumah ini untuk MBR atau buat mereka yang kelas menengah ke atas atau mereka yang sudah mapan.

“Berarti sebetulnya ini menjadi dilema ketika di dalam keputusan Gubernur maupun aturan gubernur terkait penghasilan tertinggi, itu ada kata MBR-nya. Jadi kalau begitu, bagaimana program untuk membantu mereka yang betul-betul MBR beneran gitu, yang penghasilannya berdasarkan UMR? Rasanya nggak mungkin.”

“Jadi kelompok-kelompok yang dijanjikan dengan program SAMAWA: Solusi Rumah buat Warga, ini makin nggak jelas bagaimana cara mengatasinya. Apakah mereka dibangunkan rumah susun? Artinya kalau ini untuk MBR, pemerintah itu harus membantu.”

Yayat menilai target masyarakat berpenghasilan rendah dengan gaji kisaran Rp 7 juta pun jadi terasa sangat berat. Belum lagi soal syarat lain yakni harus warga ber-KTP DKI Jakarta.

“Jadi kalau 30 persen untuk cicil rumah, terus ber-KTP DKI dengan angka segitu, lalu mereka punya utang-utang atau cicilan lain, berat itu bagi masyarakat dengan penghasilan segitu, ya nggak mungkinlah bisa bayar.”

Menengok Lagi Janji Anies-Sandi soal Rumah DP 0

Program Rumah DP nol rupiah merupakan janji kampanye Anies Baswedan saat kampanye Pilkada 2017 di DKI Jakarta. Saat itu, mantan Menteri Pendidikan itu berpasangan dengan Sandiaga Uno.

Pada masa-masa kampanye itu, Anies mempromosikan berbagai programnya bersama Sandi, termasuk program rumah DP 0 rupiah lewat laman “Salam Bersama Anies Sandi untuk Jakarta”.

Di laman itu, dijelaskan secara rinci soal skema rumah DP nol rupiah. Lalu, dijelaskan pula bahwa Program rumah DP 0 rupiah adalah adalah Kredit Murah Berbasis Tabungan bagi Masyarakat Berpenghasilan Menengah ke Bawah. Program itu jadi salah satu upaya mewujudkan affordable housing (hunian yang terjangkau) sebagai salah satu kebutuhan pokok dan menurunkan biaya hidup warga Jakarta.

Selain itu, dijelaskan pula siapa target penerima dari manfaat program tersebut. Mereka adalah warga ber-KTP Jakarta, warga kelas menengah ke bawah dengan penghasilan total rumah tangga sampai sekitar Rp 7 juta per bulan, dan belum memiliki properti sendiri.

Sayangnya, kini syarat awal dari program rumah DP nol rupiah itu justru berubah, ketika Anies sudah menjadi gubernur. Dari yang awalnya Rp 7 juta, kini naik dua kali lipat menjadi Rp 14,8 juta.

Share: Anies Naikkan Batas Gaji Beli Rumah DP 0 Jadi Rp 14 Juta, Kok Berubah?