Isu Terkini

Andi Arief Tambah Daftar Kader Demokrat yang Terjerat Hukum

Winda Chairunisyah Suryani — Asumsi.co

featured image

Kabar Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Partai Demokrat Andi Arief yang ditangkap karena menggunakan narkoba memang cukup mengagetkan. Andi Arief digrebek oleh kepolisian di salah satu kamar Hotel Peninsula, Slipi, Jakarta Barat terkait dugaan kasus penyalahgunaan narkoba pada Minggu, 3 Maret 2019 kemarin. Penangkapan berawal dari informasi masyarakat soal ada pengguna narkoba di satu kamar hotel.

Kemudian kepolisian melakukan penyelidikan dan pemetaan hingga akhirnya melakukan penggerebekan. Dalam penangkapan tersebut, polisi melakukan penyitaan terhadap barang bukti seperangkat alat untuk menggunakan narkoba. Setelah dilakukan pemeriksaan tes urine, Andi Arief pun dinyatakan positif mengandung metaphetamine atau narkoba jenis sabu.

Elizabeth Ratna Sari, Public Relations Manager Menara Peninsula Hotel, mengatakan penyidik kepolisian melakukan penangkapan sekitar pukul 20.50 WIB malam. Pihak kepolisian membawa surat resmi, dan meminta bantuan pihak hotel untuk mendampingi sampai ke kamar. Elizabeth mengatakan bahwa proses penyidikan memakan waktu hingga 4 jam lamanya.

“Petugas kepolisian datang dengan membawa surat resmi. Polisi meminta bantuan pihak hotel untuk mendampingi. Prosesnya dari sekitar 20.50 WIB hingga dini hari. Sekitar 4 jam. Kurang lebih pukul 01.00 dini hari pemeriksaan berlangsung lalu pihak kepolisian membawa oknum yang ditargetkan,” kata Elizabeth, pada Senin, 4 Maret 2019.

Dalam kabar yang beredar, sempat dikatakan bahwa Andi Arief ditemukan bersama perempuan di kamar hotel. Namun, Kadiv Humas Polri Irjen Pol Mohammad Iqbal membantah kabar tersebut. Iqbal menegaskan Andi Arief diamankan seorang diri dan meminta masyarakat untuk tidak mempercayai informasi yang beredar di grup WhatsApp.

“Kita sedang dalami ada beberapa saksi sedang kita periksa. Narasi-narasi yang ada di WA grup bahkan foto-foto belum tentu benar saat ini,” ujar Iqbal.

Mabes Polri pun hingga saat ini belum menemukan kaitan antara Andi Arief dengan sindikat pengedar narkoba. Oleh sebab itu, untuk kesimpulan sementara, bahwa Andi Arief hanyalah sebatas pengguna. Pihak polisi juga masih berusaha melakukan pemeriksaan lebih mendalam untuk kasus tersebut.

“Sampai saat ini belum ditemukan afiliasi dengan kelompok lain, sampai saat ini hanya sebatas pengguna. Kita kan ada mekanisme ada lex spesialis, 3 x 24 jam untuk menentukan statusnya. Dia diduga korban masih terperiksa,” ujar Iqbal.

Status Andi Arief di Partai Demokrat

Lelaki kelahiran Bandar Lampung ini adalah mantan aktivis yang sekarang menjadi politisi Partai Demokrat. Sebagai lulusan Universitas Gadjah Mada, Jurusan Ilmu Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Andi pernah diangkat menjadi staf khusus Presiden Bidang Bantuan Sosial dan Bencana di pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Jabatan itu memang cukup pantas diberikan, sebab Andi memiliki kontribusi yang cukup berpengaruh terhadap dua kali kemenangan SBY di Pemilu.

Namun karir politiknya di Partai Demokrat kini sedang terancam berkat kasus narkoba yang menjeratnya. Pihak partai sendiri masih membahas soal dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Andi Arief. Namun, Kepala Divisi Advokasi dan Hukum Partai Demokrat, Ferdinand Hutahaean mengaku pihaknya belum dapat mengambil keputusan. Termasuk soal sanksi atau pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh mantan Komisaris PT Pos Indonesia.

“Terkait hal-hal, langkah-langkah, dan yang terkait dengan kode etik segala macam, kami akan sampaikan berikutnya. Mohon pengertian karena ini sangat sensitif bagi kami. Mohon pengertian bersabar menunggu,” ujar Ferdinand di kantor DPP Demokrat, Menteng, Jakarta Pusat, Senin, 4 Maret 2019.

“Besok akan kami sampaikan lebih lengkap,” imbuh Ferdinand.

Demokrat dan Kader-kadernya yang Terjerat Hukum

Tahun sebelumnya, Partai Demokrat juga sempat geger lantaran kadernya, Amin Santono, menjadi tersangka suap terkait RAPBN-P 2018. Amin disidak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada Jumat, 4 Mei 2018. Amin diduga menerima suap untuk memuluskan pembahasan salah satu proposal proyek yang diterimanya dari pihak swasta.

Kini, mantan anggota Komisi XI DPR Fraksi Demokrat Amin Santono dijatuhi vonis delapan tahun penjara atas penerimaan suap Rp 2,6 miliar tersebut. Ia juga divonis denda Rp 300 juta subsider 3 bulan kurungan. Politisi Demokrat itu juga dijatuhi pidana tambahan berupa uang pengganti sejumlah Rp 1,6 miliar yang wajib dibayar satu bulan setelah status hukum berkekuatan tetap. Vonis ini baru saja ditetapkan pada Senin, 4 Februari 2019 lalu.

“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Amin Santono pidana penjara selam 8 tahun dan pidana denda Rp 300 juta subsider 3 bulan kurungan,” ucap Hakim M Arifin saat membacakan vonis Amin di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat.

Setahun sebelum Amin ditangkap KPK, empat kader Partai Demokrat di Kabupaten Barito Selatan (Barsel) juga baru saja bebas setelah diberi vonis satu tahun penjara oleh Majelis Hakim (MH) Pengadilan Negeri (PN) Buntok. Empat kader Partai Demokrat itu adalah Pandi Udaya, Badarudin, Ahmad Normansyah, dan Astianto.

Mereka divonis saat digelarnya sidang lanjutan kasus penipuan terhadap H Supiatma (H Piat) di PN Buntok, pada Kamis, 22 November  2018. Vonis terhadap empat terdakwa ini lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang sebelumnya menuntut keempat terdakwa 1,6 tahun penjara.

Kasus suap dan korupsi yang dialami oleh kader Partai Demokrat tersebut bukan hanya sekali itu saja. Setidaknya ada 14 nama kader lain yang terjerat hukum. Ada yang dulunya memegang jabatan sebagai Menteri, anggota DPR, hingga petinggi partai. Mereka adalah:

1. Andi M. Mallarangeng, mantan Menteri Pemuda dan Olahraga dengan kasus proyek Hambalang. Dirinya divonis 4 tahun dengan kasasi MA pada 9 April 2015.

2. Anas Urbaningrum, mantan Ketua Umum Partai Demokrat dengan kasus korupsi proyek Hambalang. Ia divonis 14 tahun dengan kasasi MA 8 Juni 2015.

3. Hartati Murdaya, mantan anggota Dewan Pembina Partai Demokrat dengan kasusnya yaitu korupsi Buol. Hartati divonis 2 tahun 8 bulan.

4. Jero Wacik, Wakil Sekjen DPP Partai Demokrat dengan kasusnya yaitu korupsi dana Operasional Menteri ESDM. Ia divonis 4 tahun penjara.

5. Sutan Bhatoegana, mantan Ketua DPP Partai Demokrat dengan kasusnya korupsi ESDM dan vonisnya 10 tahun penjara.

6. Muhammad Nazaruddin, mantan Bendahara Umum. Ia terlilit kasus pencucian uang dan korupsi Wisma Atlet. Ia dihukum 7 tahun penjara.

7. Angelina Sondakh, mantan Wakil Sekjen Demokrat dengan kasusnya korupsi wisma atlet. Ia divonis 10 tahun, uang pengganti US$ 1,2 juta.

8. Amrun Daulay, mantan anggota DPR. Ia terjerat korupsi Pengadaan Mesin Jahit dan Sapi di Kementerian Sosial hingga akhirnya divonis 17 bulan.

9. Sarjan Taher, anggota DPR yang kasusnya yaitu korupsi Pelabuhan Tanjung Api-api. Sarjan divonis 4,5 tahun.

10. As’ad Syam, mantan anggota DPR, kasunya yaitu korupsi PLTD Muarojambi dengan vonis 4 tahun.

11. Agusrin M. Najamudin, Gubernur Bengkulu, kasus korupsi Dana PBB dan divonis 4 tahun.

12. Djufri, anggota DPR. Kasusnya yaitu korupsi pembelian Tanah Wali Kota Bukittinggi. Ia divonis 4 tahun.

13. Murman Effendi, mantan Bupati Seluma, kasus suap anggota DPRD. Murman divonis 2 tahun.

14. Abdul Fattah, mantan Bupati Batanghari. Ia terjerat kasus korupsi Pengadaan Mobil Pemadam Kebakaran dengan vonisnya 14 bulan.

Share: Andi Arief Tambah Daftar Kader Demokrat yang Terjerat Hukum