Budaya Pop

Anak Kos Jaman Sekarang Udah Enggak Doyan Sama yang Murah dan Gratisan

Hafizh Mulia — Asumsi.co

featured image

Setiap kali keluarga besar saya mengadakan acara kumpul-kumpul bersama, makan-makan pasti jadi agenda utama. Setiap kali saya ikut acara makan-makan tersebut, yang terucap di mulut om dan tante kepada saya pasti “Makan yang banyak ya, kasihan nih anak kos harus ngirit dan enggak bisa makan enak”. Saya sendiri sudah tiga tahun jadi anak kos di Depok dan pulang ke rumah di daerah Jakarta Timur ketika akhir pekan. Selama itu pula saya mendengarkan kalimat tersebut diutarakan kepada saya. Anggap saja pertemuan keluarga tersebut diadakan 2 bulan sekali, dalam 38 bulan saya ngekos, saya setidaknya sudah mendengar kalimat tersebut diucapkan sebanyak 19 kali. SEMBILAN BELAS KALI.

Mungkin bagi sebagian orang yang hanya pulang ke rumah dan bertemu keluarga setiap liburan semester, kalimat tersebut memiliki makna yang lebih menyentuh daripada saya. Namun, bukan itu poinnya. Poin dari saya adalah bahwa sekarang ini anak kos tuh hidupnya enggak sesusah yang distereotipkan oleh orang-orang, termasuk om dan tante kita. Bagi saya yang ngekos di daerah Depok ini, saya bisa ngerasain ada banyak banget variasi makanan-minuman dengan harga yang beragam pula. Makan yang rasanya enak pun sudah relatif cukup lengkap. Makanya saya bisa bilang kalau ucapan dari om dan tante saya pun kurang begitu relevan.

Terus kalau yang kuliahnya di pedalaman atau di daerah, gimana? Kalau Depok mah dekat dari Jakarta. Untuk mereka yang tinggal lebih jauh dari Ibukota, menurut saya, mereka justru menikmati keuntungan lain. Contohnya, harga-harga makanan yang jauh lebih murah namun tetap higienis. Ketika saya mengunjungi teman saya di Semarang, saya menginap di kos teman saya. Saya makan nasi ayam goreng es teh manis itu seharga 16 ribu Rupiah. Tempatnya pun juga bersih dan bagus. Di Depok, harga segitu dapet nasi ayam aja udah senang banget.

Selain masalah makanan yang enggak enak dan harus ngirit, sebenarnya ada stereotip lain yang menurut saya sebagai anak kos udah enggak relevan lagi. Yaitu adalah anak kos bisa bandel. Alamak. Jangankan untuk bandel, ada waktu aja untuk tidur udah bersyukur. Tidur merupakan sebuah privilege buat anak kos yang ngerantau karena kuliah. Tidur 3-4 jam itu udah anugerah, kalau 7-8 jam malah jadi ngerasa bersalah.

Toh mau bandel ngapain? Tawuran? Sama siapa? Bapak kosan?

Buat anak kos memang kebebasan adalah sesuatu yang mutlak. Anak kos cenderung jauh dari orang tua dan benar-benar dapat mengatur waktu sendiri. Tapi kalau mau bandel, ya di rumah sendiri juga bisa aja bandel. Itu kan kembali ke orangnya lagi. Enggak bisa dibilang kalau seseorang itu ngekos jadi bandel. Temen saya ngekos tapi waktu senggangnya justru dihabiskan buat tilawah dan liqo bareng teman-temannya. Ada juga yang menghabiskan waktu senggangnya dengan mengajarkan anak-anak kecil di daerah pinggiran Depok. Menurut saya, teman-teman saya yang benar-benar perantau dan lebih punya banyak waktu di kosan cenderung lebih prestatif dan menghabiskan waktunya dengan kegiatan positif.

Terakhir, stereotip anak kos adalah enggak punya uang kalau sudah akhir bulan. Asumsi kebanyakan orang adalah anak kos mendapatkan uang jajan sebulan sekali, bisa dari orang tuanya atau tempat kerjanya. Kalau sudah akhir bulan, anak kos seringkali distereotipkan “halah, anak kos akhir bulan pasti makanya mie instan kan.” Saya tak jarang mendengar kalimat-kalimat seperti ini, terutama yang datang dari teman-teman yang tidak ngekos. Saya sih sebenarnya tidak masalah dengan stereotip tersebut. Toh, sebenarnya saya tidak pernah kehabisan uang kalau di akhir bulan. Bukan karena saya dikasih uang yang banyak, tapi ya memang karena saya dikasihnya mingguan. Solusi ini begitu efektif buat orang-orang yang seringkali boros kalau sudah mendapatkan uang lebih dari orang tua seperti saya. Dengan mingguan, uang yang diterima pun lebih kecil, pengeluaran yang dikeluarkan pun jadi lebih kecil. Akhir pekan menjadi sesuatu yang tidak begitu berbahaya, setidaknya tidak seberbahaya kalau uang diberikan secara bulanan.

Hafizh Mulia adalah mahasiswa tingkat akhir program sarjana di Departemen Hubungan Internasional Universitas Indonesia. Tertarik dengan isu-isu ekonomi, politik, dan transnasionalisme. Dapat dihubungi melalui Instagram dan Twitter dengan username @kolejlaif.

Share: Anak Kos Jaman Sekarang Udah Enggak Doyan Sama yang Murah dan Gratisan