Isu Terkini

Alasan UU ITE, Polisi Semprit Netizen yang Beri Komentar soal Gibran Rakabuming

Ray Muhammad — Asumsi.co

featured image
Instagram @polressurakarta

Tim Virtual Police (polisi virtual) Polresta Surakarta mengamankan warga asal Slawi, Jawa Tengah. Dia dianggap menulis komentar bermuatan hoaks yang dialamatkan kepada Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka. 

Warganet yang diketahui berinisial AM ini, mengomentari unggahan akun Instagram @garudarevolution tentang Gibran yang meminta agar semifinal dan final Piala Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) digelar di Solo.

Begini Komentarnya

Lewat akun Instagram @arkham_87, AM melempar komentar yang menilai Gibran kurang berkompeten untuk menyampaikan usulan soal kompetisi olahraga sepak bola. 

“Tau apa dia tentang sepak bola, taunya dikasih jabatan saja,” tulis akun tersebut sebagaimana dikutip CNN Indonesia.

Polisi sempat mengamankannya. AM baru dibebaskan usai menghapus komentarnya dan menyampaikan permohonan maaf secara terbuka melalui akun resmi Instagram Polresta Surakarta

“Masih ada saja warga yang berkomentar tanpa dipikir lebih dahulu. Kalau sudah begini pasti bilang: “mohon maaf saya khilaf”,” tulis akun @polrestasurakarta sebagai keterangan unggahan video permintaan maaf AM di Instagram

AM Diamankan

Kapolresta Kota Solo, Kombes Pol Ade Safri Simanjuntak menyebut komentar AM dianggap mengandung unsur hoaks karena menyebut Gibran mendapat jabatan dari bapaknya, Presiden Joko Widodo (Jokowi)

Komentar AM dinilai menciderai indepensi lembaga pemilu. Pasalnya, jabatan Wali Kota Solo yang kini diemban Gibran karena ia memenangkan Pilkada Kota Solo tahun 2020.

“Komentar tersebut sangat mencederai KPU, Bawaslu, TNI, Polri, dan seluruh masyarakat Kota Solo yang telah menyelenggarakan Pilkada langsung sesuai UUD 1945,” katanya.

Adapun diamankannya AM dengan maksud untuk diminta keterangan serta klarifikasinya, bahwa komentar ini benar ditujukan untuk putra pertama Kepala Negara.

“Yang bersangkutan telah menghapus komentar tersebut dan meminta maaf. Maka pendekatan restorative justice kita kedepankan dalam penanganannya. Langkah-langkah persuasif tetap kita kedepankan,” tandasnya.

Alasan Polisi Dinilai Membingungkan

Direktur Eksekutif Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet), Damar Juniarto mengaku bingung dengan alasan polisi yang menyebut komentar AM sebagai perbuatan menyebarkan hoaks.

“Menurut saya, ini pendapat personal dan membingungkan karena disebut menyebarkan hoaks. Justru, menurut kami polisi seperti sedang melakukan sensor,” ujar Damar kepada Asumsi.co melalui sambungan telepon, Senin (15/3).

Ia mengungkapkan sebenarnya juga mempertanyakan posisi polisi virtual ini dalam tugasnya menertibkan ruang digital Indonesia. Alih-alih menertibkan, Tim Virtual Police dinilainya justru seperti tengah mengurusi ruang privat digital warganet.

“Seperti terus-menerus memantau apa yang dilakukan warganya. Bila ada yang keliru, langsung dikoreksi. Ini justru malah menimbulkan ketakutan baru, dimana polisi bisa hadir sewaktu-waktu di ruang privat digital,” ungkapnya.

Damar menyebut, tanpa kehadiran polisi secara langsung, warga sudah merasa ngeri dengan ancaman Undang-Undang ITE. Kehadiran polisi virtual yang menindak seperti sedang melakukan penilangan lalu lintas, kata dia, malah terkesan menakut-nakuti warganet.

“Polisi Virtual juga meniadakan ruang pembelaan. Ini kan, seperti menilang. Tidak ada ruang pembelaan yang dapat digunakan warga untuk menjelaskan isi postingannya yang bisa saja itu didasarkan pada fakta dan bukan bermaksud menimbulkan kebencian,” imbuhnya.

Lebih jauh, menurutnya proses hukum yang diterapkan polisi virtual terkesan mendahului proses judgement, dibandingkan memberikan ruang diskusi. 

“Sehingga hanya ada  pilihan, patuh atau dihukum. Padahal polisi bukan otoritas peradilan. Polisi virtual masuk terlalu jauh ke ranah privat warga,” terangnya.

Damar mengharapkan, polisi virtual tak terkesan melakukan kurasi konten atau komentar warganet dalam menjalankan tugasnya di ruang siber. 

“Jangan sampai, tujuan menyehatkan ruang diskusi atau berdebat untuk menyampaikan isi pikirannya tentang satu kebijakan justru kian jauh dari harapan karena adanya kehadiran polisi,” tandasnya.

Share: Alasan UU ITE, Polisi Semprit Netizen yang Beri Komentar soal Gibran Rakabuming