General

Alasan KPU Larang Capres Terima Dana Kampanye dari ‘Hamba Allah’

Ramadhan — Asumsi.co

featured image

Guys, kalian pasti sudah enggak asing kan dengan kebiasaan masyarakat Indonesia yang sering memberi sumbangan uang dengan menggunakan inisial ‘Hamba Allah’? Nah, nantinya Hamba Allah itu enggak bisa lagi sembarangan memberi dana kampanye di Pemilu 2019.

Dalam gelaran Pemilu 2019, Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan melarang praktek menyumbang dengan hanya menggunakan inisial Hamba Allah saja. Dengan begitu, KPU juga melarang calon presiden untuk menerima sumbangan dana kampanye dari pihak yang tidak menyertakan identitas secara lengkap.

Si Pemberi Dana Kampanye Harus Cantumkan Identitas Jelas

Komisioner KPU RI Hasyim Asy’ari menjelaskan bahwa si penyumbang dana kampanye kepada pasangan calon yang sudah ditetapkan penyelenggara pemilu itu, nantinya wajib mencantumkan indentitas yang jelas.

Rencana KPU melarang capres menerima dana kampanye dari Hamba Allah itu sendiri sudah dimasukan ke dalam draf rancangan Peraturan KPU (PKPU) soal dana kampanye.

“Hamba Allah boleh tapi harus jelas identitasnya,” tutur Hasyim di kantor KPU, Jakarta, Senin, 19 Maret.

Asas transparansi dan akuntabilitas atau dapat dipertanggungjawabkan menjadi dasar rencana aturan tersebut. Artinya, setiap pemberi sumbangan mesti menyertakan identitas lengkap.

Lalu, Hasyim mengatakan bahwa jika masih ada yang memberikan dana kampanye dengan menggunakan inisial Hamba Allah, maka dana tersebut tidak boleh digunakan oleh capres yang bersangkutan.

“Dana harus jelas. Termasuk soal identitas, mulai dari nama, alamat, NPWP [Nomor Peserta Wajib Pajak],” ujar Hasyim

Dana Masuk ke Kas Negara Jika Masih Pakai Inisial ‘Hamba Allah’

Hasyim menegaskan jika ada dana kampanye yang tidak memiliki sumber yang jelas, maka hal itu dapat memicu terjadinya kecurangan dalam proses pemilu.

“Jadi lebih baik dipertanggungjawabkan di depan manusia. Kalau dia ngarang-ngarang kan diminta pertanggungjawaban sama Allah kan,” ucapnya.

“Kalau enggak mau [mencantumkan identitas lengka] berarti [dana tersebut] harus disetor ke kas negara,” ujarnya.

Aturan Penyumbang Dana Kampanye

Soal dana kampanye dan identitas si penyumbang itu sendiri tertuang dalam draf rancangan PKPU mengenai dana kampanye Pasal 25, yang berbunyi bahwa penyumbang dana kampanye dari perseorangan harus menyertakan nama, tempat tanggal lahir, usia, alamat tempat tinggal, dan nomor telepon.

Sekali lagi, si penyumbang juga mesti menyertakan nomor induk kependudukan (NIK), nomor pokok wajib pajak (NPWP), pekerjaan, alamat pekerjaan, jumlah sumbangan dan asal perolehan uang sumbangan.

Tak hanya itu saja, si penyumbang juga mesti membuat surat pernyataan tidak menunggak pajak, tidak pailit berdasarkan putusan pengadilan, tidak berasal dari tindak pidana, dan sumbangan tidak bersifat mengikat.

“Apakah dana bersumber dari tindak pidana itu harus ada putusan dari pengadilan berkekuatan hukum tetap,” ucap Hasyim.

Sekadar informasi, KPU baru saja menggelar uji publik dari sejumlah PKPU yang akan menjadi acuan pelaksanaan Pemilu dan Pilpres 2019 pada Senin, 19 Maret.

Dalam uji publik itu, sejumlah komisioner KPU menjelaskan isi rancangan PKPU kepada perwakilan partai politik, KPK, Kemendagri, PPATK, Kemenkumham, jurnalis serta akademisi pegiat pemilu. Uji publik itu sendiri digelar KPU untuk menampung kritik dan saran dari berbagai pihak.

Demi kesempurnaan, PKPU yang dijabarkan dalam uji publik itu juga masih berubah sesuai dengan kritik dan saran yang diterima KPU. Selain itu, rancangan PKPU itu masih bisa berubah kembali dalam rapat dengar pendapat antar KPU dengan Komisi II DPR.

Share: Alasan KPU Larang Capres Terima Dana Kampanye dari ‘Hamba Allah’