Isu Terkini

Akhirnya, Ada PP untuk Melindungi Pelapor Korupsi dari Potensi Pemerasan

Christoforus Ristianto — Asumsi.co

featured image
Asumsi.co

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 43 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. PP yang diteken pada Selasa (9/10/2018) tersebut mengatur hak masyarakat untuk membantu pemerintah dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi.

Pemerintah memberikan hak bagi masyarakat mendapatkan informasi dari setiap laporan dugaan korupsi dengan menanyakan kepada aparat penegak hukum. Dalam hal ini adalah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan Agung (Kejagung), dan Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri). Kemudian, aparat penegak hukum tersebut wajib memberikan jawaban atas pertanyaan masyarakat setiap dugaan korupsi yang dilakukan.

“Jawaban atas pertanyaan tentang laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal pertanyaan diajukan,” demikian bunyi pasal 10 ayat (2) PP Nomor 43 Tahun 2018.

Menanggapi hal tersebut, Komisi III DPR RI Arsul Sani menyatakan, tindakan Jokowi dalam menerbitkan peraturan tersebut adalah salah satu terobosan pencegahan korupsi dan perlu diapresiasi. Selain itu, dirinya juga menyetujui adanya penghargaan bagi masyarakat sebagai pelapor. “Ada yang menarik di situ (PP). Pertama, masyarakat yang berhasil mencegah korupsi. Kedua, pemerintah yang mengapresiasi dalam bentuk uang,” kata Asrul saat ditemui di ruang kerjanya di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis (11/10/2018).

Perlindungan dan Potensi Negatif dari Pelapor

Namun, Arsul masih mempertanyakan perlindungan terhadap masyarakat yang melapor. Sebab, identitas, dokumen, atau data pendukung yang diberikan oleh pelapor harus dilindungi dengan ketat oleh penegak hukum. Maka dari itu, ia menyarankan kepada KPK, Kejaksaan Agung, dan Kepolisian RI (Polri) harus meninjau lebih lanjut tentang perlindungan pelapor.

“Keselamatan bisa menjadi terancam. Maka itu, mereka (penegak hukum) harus bekerja sama dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) yang memiliki wewenang dalam melindungi saksi,” tuturnya. Untuk itu, LPSK, seperti diungkapkan Arsul, kini memiliki tugas baru guna melindungi para pelapor.

Di sisi lain, alih-alih meningkatkan partisipasi masyarakat untuk bergerak bersama mencegah korupsi, kata Arsul, peraturan ini bisa dimanfaatkan oleh kelompok masyarakat untuk memeras pejabat pemerintah. Bagi Arsul, potensi negatif tersebut harus diperhatikan agar tidak muncul modus pemerasan atau penipuan baru oleh kelompok masyarakat yang bekerja sama dengan aparat penegak hukum. “Ini bisa mengarah pada pemerasan terhadap pejabat atau instansi yang diduga ada kasus korupsinya,” ujarnya.

Secara terpisah, pakar hukum Abdul Fikar Hadjar menuruturkan, pemberian penghargaan terhadap pelapor perlu diapresiasi. Kendati demikian, bagaimana permasalahan yang dilaporkan bisa sampai ke tahap pengadilan sehingga korupsi bisa terselesaikan menjadi hambatan bagi pelapor. Tidak hanya itu, pihak penegak hukum juga harus selaras dengan pemberantasan korupsi dengan perlindungan yang sistematis terhadap pelapor.

“Salah satu hak masyarakat adalah hak untuk dilindungi. Lebih pada perlindungan fisik yang menjadi penting. Secara nyata, mungkin masyarakat belum merasa aman untuk terlindungi,” ujar Fikar yang ditemui di ruang media DPR, Jumat (12/10/2018).

Soal efektifitas, seperti diungkapkannya, hal itu tergantung terhadap ketegasan penegak dan budaya hukum di masyarakat. Khususnya yang dikhawatirkan adalah munculnya organisasi masyarakat yang memanfaatkan PP itu sebagai sarana untuk memeras para pejabat atau perusahaan swasta.

Tak pelak, bagi dosen dari Universitas Trisakti ini, ada juga pihak swasta yang keberatan akan peraturan tersebut lantaran masyarakat akan susah untuk dikontrol sebagai pelapor. Sehingga, tidak hanya pejabat saja yang menjadi objek pemerasan, tetapi swasta juga.

Share: Akhirnya, Ada PP untuk Melindungi Pelapor Korupsi dari Potensi Pemerasan