General

Ahok BTP dan Partai-Partainya Sebagai Kendaraan di Dunia Politik

Winda Chairunisyah Suryani — Asumsi.co

featured image

Basuki Tjahaja Purnama (BTP) alias Ahok resmi menjadi kader PDI Perjuangan. Kabar ini cukup menarik perhatian publik, sebab BTP sendiri baru beberapa hari merasakan kehidupan bebas setelah satu tahun lebih di penjara. Namun, menurut mantan Gubernur DKI Jakart itu, PDIP akan menjadi jembatan baginya untuk membagikan ilmu yang telah ia dapat selama menjalani proses politik.

“Supaya bisa membagikan ilmu saya yang didapat, mungkin bisa bermanfaat,” ungkapnya setelah bersilaturahmi ke DPD PDIP Bali, Denpasar, Jumat, 8 Februari 2019.

BTP sendiri sebenarnya telah masuk ke PDIP sejak 26 Januari 2019. Ia juga sebenarnya telah tampak melakukan safari ke kantor-kantor PDIP di beberapa daerah. Dalam pengakuannya, ia memilih PDIP karena memang sejalan dengan ideologi yang miliki saat ini. “Memang ini yang sesuai dengan garis ideologi perjuangan saya,” ucap BTP.

Tak ada keraguan bagi dirinya memilih PDIP untuk memulai kembali karir politiknya. Ia sendiri mengklaim bahwa sebenarnya telah menjadi simpatisan PDIP sejak lama. “Sudah dong, kan sudah lama, simpatisan lah,” imbuhnya.

Sejak berlaga di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta, pria kelahiran Belitung 29 Juni 1966 ini memang memiliki kedekatan dengan PDIP. Namun, partai berlogo banteng itu bukanlah menjadi kendaraan pertama baginya untuk terjun ke dunia politik. Ada serangkaian cerita dan juga beberapa partai yang ia masuki demi mendapatkan suara di kontestasi pemilihan umum.

Ahok dan Awal Mula Politiknya di PIB

Pria yang dulu lebih sering dipanggil dengan nama Ahok ini awalnya adalah seorang pebisnis. Setelah menjadi insinyur, ia melanjutkan pendidikan magister di Sekolah Tinggi Manajemen Prasetiya Mulya dan mendapatkan gelar Master Manajemen pada tahun 1994. Pendidikannya bisa dibilang membuatnya memiliki segudang pengalaman dalam dunia bisnis dan pandai bernegoisasi.

Ia pernah menjadi Direktur PT Nurindra Ekapersada, kemudian bekerja di PT Simaxindo dan berhenti tahun 1995. Setelah itu mendirikan pabrik pengolaan pasir kuarsa pertama di Belitung. Tahun 2004, Basuki berhasil meyakinkan seorang investor Korea untuk membangun Tin Smelter atau pelabuhan biji timah di KIAK.

Tak cukup memiliki keahlian di dalam dunia bisnis dan bernegoisasi, Ahok kemudian mencoba peruntungannya di dunia politik. Ia pun bergabung dengan Partai Indonesia Baru (PIB).  Ia pun dipercara menjadi Ketua DPC PIB Kabupaten Belitung pada tahun 2004.

Bersama dengan PIB, Ahok maju dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada) sebagai calon Bupati Kabupaten Belitung Timur pada 2005. Ia berhasil mengantongi suara 37.19 persen bersama pasangannya Khairul Effendi, B.Sc periode 2005-2010. Sayangnya, jabatan tersebut tidak bertahan lama. Pada 22 Desember 2006 Basuki resmi menyerahkan jabatannya kepada wakilnya. Ia memilih berhenti karena mau maju di Pemilihan Gubernur Bangka Belitung tahun 2007.

Dalam pencalonannya itu, presiden RI keempat K.H Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sempat mendukung Ahok menjadi Gubernur Bangka Belitung. Namun, ia kalah oleh rivalnya Eko Maulana Ali dari Partai Golkar. Setelah itu ia memutuskan keluar dari PIB pada September 2017.

“Waktu saya di PIB itu saya berhenti dari partai September 2007. Saya nggak berpartai lagi sampai 2008,” kata Ahok di Balaikota Jakarta Selatan pada Senin, 22 September 2014 silam.

Masuk Golkar Demi Dapatkan Kursi DPR

Setahun tanpa partai politik (parpol), Ahok mengaku terus diminta masyarakat untuk maju sebagai anggota DPR RI. Ia kemudian memilih Partai Golkar sebagai kendaraan politiknya menuju Senayan. “Masyarakat minta saya masuk DPR RI. Karena masuk DPR itu harus anggota partai baru saya masuk Golkar.”

Pada 2009 bapak dari tiga anak itu pun mencalonkan diri menjadi anggota DPR RI dari Partai Golkar. Ia kembali berhasil mendapatkan kepercayaan publik. Dengan meraup 119.232 suara, Ahok akhirnya duduk di komisi II DPR. Lingkup tugasnya yaitu di bidang dalam negeri, sekretariat negara, dan Pemilu.

Sebagai anggota DPR yang resmi pada 1 Oktober 2009, jabatan Ahok semestinya berakhir pada 2014. Namun, lagi-lagi ia memutuskan untuk berhenti di tengah jalan. Pasalnya ia diketahui akan mengikuti ajang Pemilihan Kepala Daerah DKI Jakarta pada 2012. Ahok pun pamit dari Senayan dan juga pamit kepada Partai Golkar.

Gerindra dan Ahok Makin Dikenal

Karier politiknya semakin menanjak. Pada tahun 2012, ia keluar dari Golkar dan masuk ke Gerindra mencalonkan diri sebagai calon wakil Gubernur DKI Jakarta mendampingi Joko Widodo sebagai calon gubernur DKI. “Dulu kan permisi, waktu Golkar permisi, waktu PIB juga saya permisi, terus waktu Gerindra, orang Gerindra ngomong, masa dua-dua PDIP (Pilkada 2012) satu bagi kami dong. Saya juga permisi, yaudah lah pakai kartunya Gerindra,” tutupnya.

Jokowi dari PDIP dan Ahok dari Gerindra menjadi formula sempurna di Pilkada DKI dengan berhasil mengalahkan empat pasangan lainnya . Dua tahun berselang, ia pun memutuskan untuk keluar dari Partai Gerindra. Namun ia masih menjabat sebagai Wakil Gubernur DKI. Ia memutuskan mundur dari Partai Gerindra karena tak memiliki pandangan yang sepaham soal kepala daerah yang dipilih oleh DPRD. Sebab itulah, ia kemudian membuat surat pengunduran diri pada Rabu, 10 September 2014.

Share: Ahok BTP dan Partai-Partainya Sebagai Kendaraan di Dunia Politik