Isu Terkini

RUU Penghapusan Kekerasan Seksual Segera Disahkan, Kok Masih Ada yang Menolak?

Winda Chairunisyah Suryani — Asumsi.co

featured image

Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Bambang Soesatyo mengatakan bahwa ia akan tetap mengesahkan Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS). Perlu diketahui bahwa RUU PKS masih ditolak oleh fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Namun, pria yang akrab disapa Bamsoet ini mengatakan bahwa dirinya tetap perlu menghimpun pendapat dari fraksi lain.

“Kami menghargai sikap fraksi PKS, namun kita mendengar nanti dari fraksi yang lain,” kata Bamsoet di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 11 Februari 2019 kemarin.

Bamsoet berharap akan ada titik temu dari perdebatan tentang RUU PKS. Memang, selain PKS, ada beberapa kelompok Muslim yang menganggap bahwa aturan tersebut bersifat kontroversial. Sebab dianggap pro terhadap perzinahan, kelompok Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT), dan aborsi yang tidak sesuai dengan syariat Islam. Oleh karena itu, Bamsoet mengingatkan kepada masyarakat  melihat draf RUU hanya dari versi Panitia Kerja Komisi Agama dan Sosial DPR saja dan bukan yang lain.

RUU PKS diinisiasi oleh DPR dan diusulkan pada 2017 lalu. RUU ini kemudian menjadi program legislasi nasional 2018. Namun, RUU tak kunjung disahkan meski ada beberapa masyarakat yang meminta RUU ini segerah disahkan. Tapi, Bamsoet menegaskan bahwa pimpinan DPR telah menargetkan RUU PKS akan rampung dibahas sebelum periode jabatan DPR berakhir. Bahkan kalau bisa sebelum berlangsungnya Pemilihan Umum (Pemilu) 2019.

“Paling lambat sebelum masa tugas kami berakhir, tapi kalau pimpinan itu (menargetkan) RUU PKS itu selesai pada masa sidang yang akan datang, sebelum pemilu,” ujarnya.

Lika-Liku Usaha Penghapusan Kekerasan Seksual

Ketua Komisi Nasional Perempuan Azriana mengatakan, berdasarkan pemantauan Komnas Perempuan sejak tahun 1998, kasus kekerasan seksual terus meningkat. Komnas Perempuan juga menemukan banyaknya kasus kekerasan seksual yang tak dapat diproses secara hukum. Hal itu terjadi karena penyidik tak menemukan pasal pada KUHP yang dapat digunakan untuk mengembangkan penyidikan.

Azriana menyebutkan, gagasan untuk membuat UU khusus yang mengatur tentang kekerasan seksual itu berdasarkan dari hasil pemantauan, di mana bentuk kekerasan seksual saat ini semakin beragam. Sementara, aturan yang ada saat ini sangat terbatas untuk bisa melindungi korban. Apalagi korban perempuan dewasa.

Contohnya, kata Azriana, KUHP hanya mengatur definisi perkosaan dengan rumusan yang sangat sempit, serta pencabulan dan pelecehan seksual. Begitupun perundangan khusus lainnya, seperti PKDRT, PTPPO dan Perlindungan Anak. Maka dari itu, gagasan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual sebenarnya telah dimulai sejak 2012 silam.

Diawali dengan penyusunan naskah akademik, kemudian pada tahun 2014, draf RUU mulai disusun. Hingga kini, RUU Penghapusan Kekerasan Seksual masih dalam proses finalisasi oleh Komnas Perempuan dan mitra jaringannya, yakni lembaga pengada layanan.

Pasal-pasal yang Ditolak PKS

Setelah terbitnya RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, Fraksi PKS menjadi pihak yang paling menentang pengesahannya. Ketua Fraksi PKS Jazuli Juwaini pun mengungkapkan beberapa pasal yang menurutnya tidak sesuai dengan Pancasila dan agama. Belum lagi masukan pergantian nama RUU dari PKS yang tidak diterima.

“Istilah ‘Kejahatan Seksual’ lebih memenuhi kriteria ‘darurat kejahatan seksual’ yang sedang terjadi di masyarakat, lebih tepat untuk digunakan dibandingkan dengan istilah ‘Kekerasan Seksual’, sehingga perlu untuk mengganti judul menjadi RUU Penghapusan Kejahatan Seksual,” sebut Jazuli.

View this post on Instagram

A post shared by Farah Qoonita (@qooonit) on Jan 26, 2019 at 4:46pm PST

Ia menentang Pasal 12 yang menuliskan bahwa bentuk kekerasan seksual tindakan fisik atau nonfisik bisa dipidana. Menurut Jazuli itu bisa menjadi alasan seseorang untuk mengkriminalisasi orang yang mengkritik keberadaan LGBT. “Jangan hal-hal tersebut sampai dikriminalisasi atas nama pelecehan seksual. Padahal sejatinya kritik tersebut justru menjaga moralitas generasi bangsa sesuai nilai-nilai Pancasila dan agama,” ujarnya.

Kemudian Pasal 15 tentang pemaksaan aborsi dapat dipidana. Padahal, kata Jazuli, aborsi seharusnya dilarang baik dipaksa ataupun tidak, kecuali alasan sah secara medis. “Definisi ini jangan sampai dipahami bahwa aborsi menjadi boleh selama tidak ada unsur ‘memaksa orang lain’.”

Pria kelahiran Bekasi, 2 Maret 1965 itu pun menolak adanya Pasal 17 soal pelarangan memaksa seseorang menikah. “Sehingga memungkinkan seorang anak mengkriminalisasi orang tuanya yang menurut persepsinya ‘memaksa’ menikah. Padahal bisa jadi permintaan/harapan orang tua itu demi kebaikan anaknya,” sebut Jazuli.

Begitu juga dengan Pasal 18 soal pemaksaan pelacuran. Ia menilai dipaksa ataupun tidak pelacuran dan perzinahan harusnya secara tegas dilarang. Hingga soal perbudakan seksual di Pasal 19, Jazuli meminta aturannya diperjelas agar tidak merusak hal yang diwajiibkan dalam hubunga seksual suami-istri yang sah.

DPR Bantah Tuduhan Negatif Terhadap RUU PKS

Beberapa pihak termasuk Fraksi PKS menganggap bahwa RUU Penghapusan Kekerasan Seksual seakan memperbolehkan perzinahan. Tapi Wakil Ketua Komisi VIII dari Fraksi Gerindra, Sodik Mujahid membantah tuduhan tersebut. Sebab perzinahan sudah diatur di KUHP. Sedangkan RUU PKS fokus kepada perlindungan dan rehabilitasi korban kekerasan seksual.

Begitu juga dengan Wakil Ketua Komisi VIII DPR dari Fraksi Golkar, Ace Hasan Syadzily. Ia pun membantah RUU PKS diarahkan untuk mendukung perzinaan dan LGBT. Ace menegaskan, inti dari RUU PKS bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada siapa pun agar tidak mengalami kekerasan seksual.

Apalagi sebagian besar korban kekerasan seksual adalah perempuan, anak, penyandang disabilitas. RUU PKS juga memberikan hukuman efek jera bagi para pelakunya. “Oleh karena itu, kami akan fokus membahas pada aspek perlindungan, pencegahan dan rehabilitasi korban,” kata Ace.

View this post on Instagram

A post shared by Umah Ayu (@umah_ayu) on Jan 29, 2019 at 3:59am PST

Share: RUU Penghapusan Kekerasan Seksual Segera Disahkan, Kok Masih Ada yang Menolak?