Isu Terkini

Pertemuan Kim Jong Un-Donald Trump Berujung Sia-sia

Hafizh Mulia — Asumsi.co

featured image

Ketika Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un bertemu di Singapura, sekitar delapan bulan yang lalu, banyak orang berharap kalau ini benar-benar menjadi pertanda baik, terutama untuk perdamaian di Semenanjung Korea. Memang banyak yang meragukan akan kemampuan Donald Trump kala itu, namun tidak sedikit orang yang yakin kalau ini bisa jadi satu terobosan baru menuju dunia yang lebih damai.

Ketika tersiar kabar akan ada pertemuan kedua, semakin banyak orang yang yakin kalau perdamaian akan benar-benar tercipta. Pertemuan kedua ini pun dilaksanakan di Hanoi, Vietnam. Rencananya, akan ada pertemuan dua hari antara kedua pemimpin tersebut, yakni tanggal 27-28 Februari 2019. Di hari pertama kemarin, pertemuan berlangsung dengan baik. Di hadapan kamera, Trump dan Kim sama-sama ingin menyatakan niatnya untuk mendamaikan Semenanjung Korea sekaligus melakukan denuklirisasi Korea Utara. Namun, niat yang disampaikan pada hari pertama pertemuan nampaknya belum dapat diwujudkan dalam waktu dekat.

Pada negosiasi hari ini (28/2), Trump dan Kim ternyata tidak menemukan titik temu. Dalam pertemuan kali ini, disebutkan Kim Jong Un meminta seluruh sanksi Amerika Serikat ke Korea Utara dihapuskan. Sebagai gantinya, Korea Utara menawarkan langkah signifikan menuju denuklirisasi. Namun, Trump merasa apa yang ditawarkan Korea Utara tidaklah cukup untuk dapat dipenuhi. Ketika ditanya wartawan, Trump hanya menjawab, “terkadang pilihan yang tersisa hanyalah pergi.”

Meski ternyata hasil ini tidak sesuai dengan apa yang diekspektasikan banyak pihak, Trump sebenarnya sudah mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan ini. Dia pernah mengatakan dalam mencapai keputusan, kecepatan hasil bukanlah yang ingin ia usahakan. Ia lebih mementingkan hasil yang baik daripada harus terburu-buru namun tidak mendapatkan apa yang ia butuhkan. “Saya sudah mengatakan ini berulang kalau kalau kecepatan bukanlah sesuatu yang penting untuk saya,” ujar Trump di hari Kamis (28/2) pagi. “Kecepatan bukanlah hal yang penting. Yang penting adalah mendapatkan hasil yang terbaik.”

Diplomasi Memang Tidak Pernah Tercapai Satu Malam

Berbicara mengenai tidak ditemukannya titik terang antara Trump dan Kim, tentu dapat membuat prasangka-prasangka buruk mengenai hubungan Amerika Serikat dan Korea Utara ke depannya. Meski demikian, Peter van Buren dalam opininya di Reuters mengungkapkan bahwa diplomasi adalah sebuah proses. Proses ini membutuhkan waktu yang panjang. Pertemuan antara Trump dan Kim adalah awal yang baik. Itu tandanya, diplomasi sedang bekerja sebagai sebuah proses yang harapannya, dapat menguntungkan kedua belah pihak.

Van Buren pun menuturkan contoh-contoh perdamaian lain yang memang tidak terjadi satu malam. Van Buren menjelaskan, misalnya perang dingin yang berlangsung bertahun-tahun dan 2015 Iranian Accord yang dinegosiasikan selama 20 bulan. Van Buren juga mengungkapkan kalau tidak ada dalam sejarah diplomasi tercapai dalam waktu yang singkat. Dengan demikian, seharusnya masyarakat tidak perlu terlalu khawatir mengenai hubungan Korea Utara dan Amerika Serikat ke depannya.

Memberi Contoh Pada Dunia kalau Diplomasi Dapat Bekerja

Lantas, apa pengaruh pertemuan Kim dan Trump untuk dunia? Menurut Jagannath Panda dalam tulisannya untuk The Diplomat, pertemuan Trump-Kim adalah sebuah contoh kalau diplomasi dialog masih dapat bekerja. Menurut Panda, sampai pertemuan Kim dan Moon yang pertama, diplomasi dialog khususnya di Semenanjung Korea tidak pernah menjadi sebuah opsi yang dipilih. Kini, Amerika Serikat pun berani untuk melakukan hal tersebut. Panda yakin kalau diplomasi dialog adalah cara yang paling tepat untuk mencapai perdamaian.

Angin Perubahan di Korea Utara Akan Terjadi

Menurut Ruediger Frank, seperti dikutip oleh Azhar Sukri dari Aljazeera, sebenarnya cepat atau lambat perubahan akan segera terjadi di Korea Utara. Saat ini, kelas menengah di Korea Utara semakin bertumbuh. Hal ini mengakibatkan masyarakat yang sebelumnya homogen secara ekonomi, kini semakin terdiversifikasi. Kesenjangan semakin terasa. Hal ini lah yang membuat Kim terdesak. Menurut Frank, pada akhirnya, reformasi di Korea Utara akan terjadi. Namun, patut diperhatikan apakah revolusi tersebut terjadi melalui jalan kekerasan atau justru jalan perdamaian.

Share: Pertemuan Kim Jong Un-Donald Trump Berujung Sia-sia