Bisnis

CORE Indonesia Ungkap Dampak Pinjaman Daring dan Rekomendasi untuk Keberlanjutan Industri

Admin — Asumsi.co

featured image

CORE Indonesia menggelar Seminar Nasional bertajuk “Dampak Sosial-Ekonomi dan Keberlanjutan Industri Fintech P2P Lending di Indonesia” di Hotel Bidakara, Jakarta, Jumat (13/6/2025). Acara ini menjadi wadah untuk mendiseminasikan hasil riset terbaru CORE Indonesia, dengan menghadirkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai regulator utama industri pinjaman daring.

Lebih dari 200 peserta dari berbagai latar belakang – regulator, pelaku industri, akademisi, hingga media – hadir untuk menyimak temuan dan diskusi seputar dinamika serta tantangan sektor fintech lending di Indonesia.

Seminar dibuka oleh Hendri Saparini, Founder CORE Indonesia. Dalam sambutannya, Hendri menekankan pentingnya riset berbasis data untuk memahami pertumbuhan pesat pinjaman daring di masyarakat.

“Pinjaman daring berkembang sangat cepat, tapi kita belum punya cukup pemahaman mengenai siapa yang merasakan dampak pinjaman daring? Apakah manfaatnya setara dengan risikonya? Dan bagaimana memastikan keberlanjutan industrinya?” ujarnya.

Dalam pidato kuncinya, Agusman selaku Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, PMV, LKM, dan LJK Lainnya (PVML) OJK, menegaskan komitmen OJK terhadap perkembangan industri ini dengan tetap mengedepankan prinsip tata kelola yang kuat.

“Kami di OJK melihat bahwa pinjaman daring memiliki potensi besar dalam menjangkau masyarakat yang belum terlayani oleh lembaga keuangan formal. Tapi ke depan, pertumbuhan ini harus dibarengi dengan perlindungan konsumen, peningkatan literasi, dan transparansi informasi,” jelas Agusman.

Ia juga menambahkan, “Dengan riset ini, kita dapat memetakan peran industri pindar dalam perekonomian Indonesia, khususnya sebagai kontributor perluasan inklusi keuangan.”

Sesi panel dilanjutkan dengan pemaparan hasil riset oleh Etika Karyani, Ekonom Senior CORE Indonesia. Berdasarkan survei terhadap lebih dari 2.000 responden di 34 provinsi, ditemukan bahwa 67% peminjam menggunakan layanan pinjaman daring untuk keperluan usaha.

Kelompok ini mengalami peningkatan pendapatan dan kapasitas produksi. Sebaliknya, peminjam untuk kebutuhan non-usaha cenderung lebih rentan terhadap tekanan finansial dan risiko gagal bayar.

Riset ini juga menyoroti bahwa pelaku UMKM dan pebisnis lebih akrab dengan sistem kredit dan menilai bunga pinjaman daring sebagai sesuatu yang wajar dan terjangkau. Tercatat, 51% peminjam usaha mengalami perbaikan dalam kemampuan memenuhi kebutuhan harian dibandingkan dengan peminjam non-usaha.

“Pinjaman daring memiliki potensi besar untuk mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat, terutama bila diarahkan pada kegiatan produktif. Agar manfaatnya optimal dan berkelanjutan, dibutuhkan kebijakan yang tersegmentasi, transparansi biaya, serta penguatan edukasi keuangan. Tentunya dengan dukungan ekosistem yang tepat, industri ini dapat tumbuh sehat dan berkontribusi pada inklusi keuangan nasional,” jelas Etika.

Lebih lanjut, riset juga menekankan pentingnya penguatan tata kelola industri dan perlunya sosialisasi yang lebih luas untuk menekan maraknya pinjaman online ilegal yang meresahkan.

Menanggapi hal tersebut, Rudiantara, Ketua Steering Committee IFSoc, menyoroti posisi strategis pinjaman daring dalam menjembatani kebutuhan pembiayaan masyarakat yang belum terlayani bank.

“Jumlah UMKM kita luar biasa besar, tapi masih banyak yang belum bisa mengakses kredit perbankan. Pinjaman daring menjembatani kebutuhan ini. Potensi transformasi ekonomi yang ditawarkan sangat besar,” ujar mantan Menteri Kominfo periode 2014–2019 itu.

Penutupan sesi panel disampaikan oleh Entjik S. Djafar, Ketua Umum Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), yang menyambut positif hasil riset sebagai dorongan bagi industri untuk terus memberikan layanan keuangan inklusif.

“Temuan CORE sangat penting bagi kami untuk terus memaksimalkan layanan kepada masyarakat. Riset ini juga menemukan bahwa peminjam yang memiliki perencanaan finansial yang baik cenderung memiliki tingkat stres yang lebih rendah, serta lebih mampu mengelola pinjaman dengan sehat. Ini menunjukkan pentingnya peningkatan literasi finansial, yang semakin memicu komitmen kami untuk memperluas edukasi keuangan bagi masyarakat,” kata Entjik.

Ia juga menegaskan komitmen AFPI dalam memperkuat peran industri fintech lending yang bertanggung jawab dan berpihak pada perlindungan konsumen.

Ia berharap hasil kajian ini dapat menjadi referensi penting bagi para pemangku kepentingan untuk memperluas akses keuangan yang sehat dan inklusif, mendukung visi pemerintah dalam membangun ekonomi digital yang merata di seluruh negeri.

Share: CORE Indonesia Ungkap Dampak Pinjaman Daring dan Rekomendasi untuk Keberlanjutan Industri