Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) akan kembali menggelar ujian nasional (UN) mulai November 2025 mendatang, setelah sebelumnya ditiadakan dan diganti Asesmen Nasional (AN) di era Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim.
Namun, berbeda dengan UN sebelumnya, ujian kali ini bakal dikemas dengan format baru dan hanya diberlakukan terhadap siswa menengah atas, yakni SMA, SMK hingga MA.
“Ya, untuk yang baru nanti akan diimplementasikan ke tingkat SMA, SMK, dan MA di bulan November 2025,” kata Kepala Badan Standar Kurikulum Asesmen Pendidikan (BSKAP) Toni Toharudin dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (21/1/2025).
Sedangkan, UN format baru bagi siswa SD dan SMP, pelaksanaannya akan dilakukan mulai tahun 2026. Menurut Toni, implementasi sistem UN yang baru harus dilaksanakan di sekolah atau madrasah yang sudah terakreditasi.
“Untuk kelas enam dan sembilan itu akan diberlakukan tahun depan,” ujar Toni.
Sementara itu, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti memastikan akan menghilangkan istilah ‘ujian’ dalam format UN yang baru itu.
“Tak bocorin sedikit saja, nanti tidak akan ada kata-kata ujian lagi. Kata-kata ujian tidak ada,” katanya.
Pihaknya mengaku telah menyusun konsep terkait pengganti ujian ini, dan akan segera diumumkan beberapa waktu mendatang.
“Jadi nanti akan kami sampaikan, setelah peraturan mengenai PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru) nanti keluar. Nah, karena itu mudah-mudahan tidak perlu menunggu sampai selesai Idul Fitri,” ucap Abdul Mu’ti.
UN Dihapus
UN resmi dihapus saat era Nadiem sebagai Mendikbudristek. Hal itu merupakan salah satu kebijakan besar yang menandai era kepemimpinan mantan Bos Gojek Indonesia itu sebagai Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
Keputusan ini diumumkan pada akhir 2019 dan mulai berlaku pada tahun 2020, menggantikan UN dengan Asesmen Nasional. Langkah ini memicu beragam respons dari masyarakat, mulai dari dukungan hingga kritik.
Nadiem menilai bahwa UN selama ini memberikan tekanan besar pada siswa, guru, dan orang tua. Ujian yang bersifat penentu kelulusan ini sering kali menjadi beban mental bagi banyak pihak, sehingga mengaburkan tujuan utama pendidikan, yaitu pembelajaran dan pengembangan karakter.
Salah satu kritik utama terhadap UN adalah kecenderungannya untuk mengukur kemampuan hafalan siswa, bukan pemahaman konsep atau penerapan pengetahuan. Ini dianggap tidak relevan dengan kebutuhan dunia kerja dan tantangan abad ke-21 yang menuntut kemampuan berpikir kritis, kreatif, dan kolaboratif.
Nadiem juga menyoroti ketimpangan kualitas pendidikan di berbagai daerah. Ujian yang berskala nasional dianggap tidak adil karena menyamaratakan standar tanpa memperhitungkan perbedaan fasilitas, sumber daya, dan kualitas pengajaran di setiap wilayah.
Penggantian dengan Asesmen Nasional
Sebagai pengganti UN, Kementerian Pendidikan memperkenalkan Asesmen Nasional yang terdiri dari tiga komponen utama:
Tidak seperti UN, Asesmen Nasional tidak digunakan untuk menentukan kelulusan siswa, melainkan sebagai alat diagnostik untuk mengevaluasi kualitas pendidikan di setiap sekolah.
Kebijakan ini mendapat apresiasi dari berbagai kalangan, terutama mereka yang melihat UN sebagai sistem yang usang dan tidak manusiawi. Namun, tak sedikit pula yang mengkritiknya. Beberapa pihak khawatir penghapusan UN akan melemahkan semangat kompetisi siswa dan mengurangi standar pengukuran pencapaian belajar.
Baca Juga:
Mendikdasmen Buka Peluang Terapkan Kembali Ujian Nasional, Singgung Konsepnya Sudah Siap
Komisi X DPR Pertimbangkan Ujian Nasional Diadakan Kembali
Pujian Jokowi Usai Timnas U-23 ke Semifinal Piala Asia: Sangat Bersejarah!